13 - Hantu dan Manusia

2.4K 141 7
                                    

Hari itu aku benar-benar tak menyangka hal ini akan terjadi. Semuanya bagiku terjadi terlalu cepat, entah bagaimana caranya, aku kini berada diantara sekumpulan makhluk bernyawa bernama manusia.

Gadis manusia disampingku adalah Rina, gadis manis berkacamata bulat dengan rambut hitam berkuncir dua. Ia mengajakku berkenalan beberapa menit yang lalu, memberitahukanku hal-hal yang tak kumengerti tentang pelajaran atau apalah itu. Tak ada yang bisa kulakukan selain tersenyum sambil memberikannya sebuah anggukan kecil agar ia mengira kalau aku mendengarkannya.

Bagiku, semua ini terasa terlalu cepat. Selama ini hanya Aji seoranglah manusia yang aku kenal, tidak ada yang lain. Karena itulah, tiba-tiba dipaksa untuk berbaur bersama manusia sebanyak ini terasa sangat menyebalkan dan memuakkan bagiku.

Gadis Iblis itu menipuku, pagi ini ia datang ke kamarku, mengenakan pakaian adat jawa norak itu. Aku mencoba membuatnya pergi dengan melemparkan gelas berisi air yang Aji letakkan di atas meja kecil disamping tempat tidurku.

Namun ia memamerkan kekuatannya seperti biasanya, membuat air dalam gelas itu melawan gaya gravitasi dan mengembalikannya ke tempat semula.

Ia mengajakku berbicara, mengatakan sesuatu tentang mencoba berbaur bersama manusia. Akan tetapi aku hanya diam bersikap tak acuh kepadanya, sampai kemudian ia mengancam akan membunuh Aji dan memindahkan kepemilikan Paku itu pada kakeknya.

Bagiku kematian Aji bukanlah masalah yang besar, karena selama ini hubungan diantara kami hanyalah seperti majikan dan pelayan. Jika karena Paku itu aku mungkin sudah kabur dari tempat ini, aku tak peduli dengan menjadi manusia atau apapun itu, aku bisa mengembalikan ingatanku tanpa harus menjadi manusia.

Namun sayangnya, bagian pemindahan kepemilikan paku itu benar-benar masalah besar bagiku. Karena sepertinya, Kakek gadis iblis itu adalah orang yang mengerikan, dan tentu lebih buruk daripada Aji.

Kuhelakan nafas panjangku...

Dengan ancaman menakutkan seperti itu, akhirnya aku terpaksa berada disini, berbaur bersama manusia dengan ribuan peraturan ketat dari Iblis itu, agar penyamaranku tak terungkap.

Untuk kali pertama ini, aku dipaksa untuk menyembunyikan rasa kesalku. Terus menerus menunjukkan senyuman palsu, sambil berpura-pura memperhatikan seseorang bernama guru di depan kelas.

Namun, kekesalanku itu perlahan mulai berubah menjadi rasa takut...

Setelah selama ini mengurung diri dalam kesendirian, sekarang aku terpaksa berhadapan dengan ketakutanku yang sebenarnya.

Yakni keramaian...

Dalam keramaian ini, aku merasakan ketakutanku yang sesungguhnya. Perasaan merasa berbeda dengan yang lainnya, terasingkan, dan juga kehilangan kepercayaan diri.

Semua perasaan itu bercampur, menjadi mimpi buruk yang lebih mengerikan dari pada kesendirianku selama ini.

Di mataku kini, semuan manusia yang berada di sekitarku bukanlah siapa-siapa bagiku selain orang asing.

Aku hanya bisa merasakan aura hangat milik Aji dibelakang tubuhku, aura tak berwujud milik semua orang di kelas selain Aji bagaikan sesuatu yang asing dan menakutkan bagiku.

Aku tak mengenal satupun dari mereka, apakah mereka musuh? Ataukah teman? Apakah mereka menyukaiku? Atau malah mebenciku?

Tubuhku gemetar, kalau saja aku bisa mengeluarkan keringat mungkin saja kini keringat dingin telah mengalir di atas telapak tanganku.

Gawat, kalau aku terus-terusan seperti ini, mau tak mau aku harus bergantung pada Aji.

Seharusnya aku tidak bergantung pada siapapun, selama ini aku sudah terbiasa hidup sendirian dan tak pernah bergantung pada siapapun, dan aku tak pernah ingin mencobanya.

Bagiku, ide berbaur dengan manusia bukanlah hal yang buruk, akan tetapi jika itu dilakukan dengan tiba-tiba, dan tanpa persiapan seperti ini, aku pasti akan kesulitan mengatasinya.

Namun meskipun begitu, aku merasa tak asing dengan suasana seperti ini...

Seakan-akan sebagian dari diriku menikmati semua ini...

"Bagaimana Aya? Kau bisa mengerjakannya?"

Suara Rina membuyarkan lamunanku, kutolehkan wajahku melihatnya sambil memasang wajah polos kebingungan. Di mataku, gadis manusia itu terlihat sangat manis, senyuman tulusnya terasa murni berasal dari hatinya.

Rina adalah ketua kelas di kelas ini, dengan kata lain, ia adalah pemimpin di tempat ini. Penampilannya sebagai ketua kelas bagiku cukup meyakinkan. Ia memiliki pandangan mata teduh dibalik kacamata bulatnya, rambut hitamnya panjang sebahu dengan wajah bersahabat yang mampu akrab dengan siapapun.

"Nanti aku pinjamkan catatanku, aku sudah meringkasnya agar lebih mudah dipahami"

Ekor mataku tak sengaja tertuju pada buku catatan bersampul hijau di depan Rina. Lembaran kertas putih di dalamnya telah ditulisi olehnya dengan berbaris-baris tulisan tentang pelajaran hari ini. Coretan-coretan biru menandakan hal-hal penting yang harus diingat, dan garis-garis kuning di bawah beberapa tulisan berarti materi yang akan muncul dalam ujian.

Begitulah yang tertulis di bagian belakang sampul buku milik Rina. Ia menunjukkan bagian itu tanpa bersuara, setelah guru di depan kelas berdehem melihat kami berbicara.

Aku tak terlalu paham tentang ujian, akan tetapi sepertinya hal itu adalah sesuatu yang penting dalam sekolah.

Pandanganku tiba-tiba terasa kabur, kupejamkan mataku sejenak, lalu mengedipaknnya beberapa kali. Penglihatanku kembali menjadi seperti semula, akan tetapi kali ini suara dengungan terdengar di kepalaku.

"Aya... Kenapa wajahmu pucat?"

Suara Rina timbul tenggelam diantara dengungan-dengungan tak jelas di telinga dan kepalaku. Kemudian, pandanganku kembali kabur, begitu juga kesadaranku.


Malam Sebelum JumatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang