08 - Aya

2.8K 180 2
                                    

Dingin... Kurasakan air dingin yang menenggelamkanku. Suara gemericik air yang mengalir perlahan, dan juga suara air yang jatuh kelantai. Perlahan-lahan kurasakan tubuhku, terasa dingin sedingin es. Kugerakkan jemari tangan kananku, kurasakan ada lima jari disana. Perlahan-lahan kubuka mataku, aneh sekali saat kulihat lampu putih silau didepan mataku. Pijar lampu itu terlihat jelas seakan-akan aku masih memiliki dua mata.

Kesadaranku masih belum pulih sempurna, akan tetapi aku tahu kini aku terbaring dalam sebuah bak mandi. Entah bagaimana air yang memenuhi bak mandi itu tak menenggelamkan wajahku, tapi hanya membuatnya basah.

Setelah kurasakan kesadaranku telah kembali seutuhnya, aku mencoba bangkit. Kugunakan sisi bak mandi untuk berdiri tegak lalu berjalan keluar dari dalam bak mandi. Kulihat bayangan tubuhku pada cermin, terasa sangat asing bagiku. Tubuh itu adalah tubuh yang telah lama tak kukenal, dengan rambut panjang hitam lurus sampai pinggang, sepasang mata sekelam malam, dan juga kulit putih pucat. Semua hal itu membuatku merasa berada pada tubuh orang lain, dan tentu saja aku tak menyukai hal itu.

Semakin lama, rasa dingin yang membekukan ini semakin menusuk tulang. Mau tak mau aku harus keluar dari tempat ini. Kubuka pintu kamar mandi yang tak terkunci, kurasakan sedikit keraguan dalam diriku. Apakah anak laki-laki itu menungguku diluar kamar mandi ini? Aku bimbang apakah aku harus merasa malu pada kondisiku sekarang, selama ini aku telah melupakan konsep rasa malu dan kehormatan.

Kubuka pintu biru itu, tak ada siapa-siapa yang ada di kamar anak laki-laki itu. Aku hanya menemukan sebuah gaun putih berenda di atas meja kecil, apakah anak laki-laki itu ingin agar aku memakainnya?

Aku tak menemukan pakaian lain sebagai pilihan yang lain, terpaksa aku memakainnya untuk menutupi tubuhku. Gaun itu cukup panjang, menjuntai sampai kebawah lututku. Namun bagian dada dan pinggang terlalu sempit dan membuat lekuk tubuhku terlihat begitu jelas.

Ah... Tiba-tiba aku teringat sesuatu, nama anak laki-laki itu... Kalau tidak salah, Aji bukan? Apakah dia yang menyembunyikan pakaianku?

Kubuka pintu kayu jati cokelat di depanku, pintu itu juga tak terkunci. Tak kudengar suara apapun selain samar-samar suara yang datang dari arah lantai bawah. Kulangkahkan kakiku dengan perlahan pada tangga. Meskipun kini aku berada dalam tubuh manusiaku, tapi aku masih belum bisa membiasakan diriku, beberapa kali aku hampir kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

Kulihat tidak ada siapapun di lantai bawah. Ruangan tengah rumah ini kosong, hanya ada sofa biru dan tv tua yang bisu. Kulangkahkan kakiku ke sebuah tempat yang kupikir adalah dapur, samar-sama suara semakin terdengar jelas, suara itu adalah suara air mendidih.

"Aya?"

Langkahku terhenti, suara yang memanggilku itu... Kini terasa menentramkanku...    

Malam Sebelum JumatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang