64 - Kontraktor Ketiga

4 0 0
                                    

Pada akhirnya Aji bersikap seperti biasanya. Kembali menenggelamkan dirinya pada dunia yang seharusnya tidak Ia masuki. Samar-samar kudengar suara perempuan dari handphonenya, kucoba menajamkan pendengaranku untuk mendengar hal apa yang kini sedang mereka bicarakan.

Namun saat kucoba untuk melakukannya, Aji sudah selesai berbicara dengan Kak Alina.

"Sepertinya mereka akan datang."

"Baiklah, sekarang kau bisa menjelaskan semuanya?"

Baskara yang terlihat sudah tidak sabar untuk bergerak langsung memberondong Aji dengan pertanyaannya, sementara itu Widia yang duduk disampingku hanya termangu melihat kabut keunguan yang keluar dari gerbang besi itu.

"Kabut ungu itu adalah asap yang muncul dari kemenyan yang dibakar oleh seseorang. Kabut itu bukan kabut biasa. Energi Aura demit bisa terhisap habis jika berada di dalamnya, dan manusia yang menghirupnya akan merasakan pening dan pusing karena aura mereka terhisap."

"Hmm jadi begitu ya, alasan kenapa mereka menutup tempat ini dan menghentikan proyek mereka.

Menurut informasi yang kudapatkan, tempat ini dahulu adalah perumahan kumuh yang kemudian digusur oleh pemerintah. Awalnya semua baik-baik saja, semua orang pergi kecuali seorang janda tua dan anak-anaknya.

Mereka menolak pindah dan suatu saat mereka menghilang.

Semenjak saat itu muncul kejadian aneh di tempat ini, dan membuat pemerintah menghentikan pekerjaan proyek yang ada disini."

Kami semua saling berpandangan, bersama-sama memutar otak untuk mengatasi masalah yang ada di depan kami. Puntianak ketiga berada sangat dekat dengan kami, dan takkan kami lepaskan begitu saja keberadaannya dari kami.

"Ngomong-ngomong Aji, siapa orang yang tadi kau telepon?"

"Seorang kenalan, yang cukup tahu tentang hal seperti ini."

Aji tiba-tiba membuka pintu mobil, lalu keluar. Baskara terlihat ingin menghentikan Aji, akan tetapi Ia mengurungkan niatnya begitu melihat Aji mengeluarkan Paku Puntianak Wesi Abang miliknya.

Dengan perlahan Aji mendekatkan paku itu pada kabut keunguan di hadapannya, perlahan-lahan kabut itu terlihat menjauh dari Aji dan mulai berkumpul di ujung Paku Puntianak milik Aji..

"Aji... jangan-jangan!"

"Kabut ungu itu adalah bentuk energi dari aura, dan itu artinya Paku Puntianak memiliki dampak yang besar padanya!

Baskara! Aku minta tolong, bisa kau menghisap semua kabut ungu ini dengan Kencana Kemuningmu?"

Baskara yang diajak bicara oleh Aji hanya terdiam, entah kenapa ada sesuatu yang membuatnya merasa ragu. Tapi bukankah sekarang bukanlah waktunya untuk ragu? Di hadapan benteng musuh?

"Aku mengerti kalau kau ingin Aku membantumu, tapi Aji... KAU TAHU KAN AKU TIDAK BISA MELIHAT KABUTNYA?"

..................................................................................................................................................................

Baskara berdiri dengan gagah seolah bisa melihat kabut keunguan yang nyaris menyentuh ujung sepatu hitam mengkilapnya. Dengan bantuan telepati dari Widia, Baskara berhasil mengetahui posisi tepat kabut ungu di hadapannya.

Aji yang berdiri tak jauh di depan Baskara sedang memfokuskan kekuatannya untuk membuat semua kabut ungu terkumpul pada Wesi Abang, sebelum nanti akhirnya akan dihisap oleh Kencana Kemuning milik Baskara.

"Kau siap Aji?"

"Aku selalu siap, tak tahukah kau Baskara? Kabut ungu di depanku itu kini terasa membakar tanganku!"

Malam Sebelum JumatWhere stories live. Discover now