Saat melewati dapur, matanya tanpa sengaja menangkap sosok kakaknya.

Jaehyun berdiri di depan kompor, menunggu air mendidih untuk memasak mie. Wajahnya terlihat lelah, garis tegas di rahangnya makin jelas, tapi sorot matanya tetap tegar di luar, meski mungkin rapuh di dalam.

Baekhyun berhenti sejenak, menatap kakaknya lama, sangat lama.

Hatinya mendesak, menjerit ingin berkata sesuatu. Tapi mulutnya tertutup rapat. Yang keluar justru air mata yang tiba-tiba menetes tanpa dia sadari.

Cepat-cepat dia menghapusnya dengan punggung tangannya, pura-pura tidak terjadi apa-apa. Lalu dengan langkah tergesa, dia melangkah keluar rumah, meninggalkan bayangan kakaknya di dapur.

Jaehyun sebenarnya menyadari tatapan itu.

Dia tahu, Baekhyun barusan menatapnya. Tapi hatinya sudah terlanjur keras, penuh amarah yang belum padam.

Bagi Jaehyun, Baekhyun adalah alasan terbesar kenapa orang tua mereka tiada.

Setiap kali melihat adiknya, amarah dan kehilangan itu kembali membara.

Tiba-tiba, Jaehyun mematikan kompor. Mie yang baru setengah matang, bahkan uapnya masih mengepul dia tinggalkan begitu saja di atas kompor.

Tanpa pikir panjang, langkah Jaehyun menyeret tubuhnya keluar dari dapur. Napasnya tidak beraturan, matanya menatap kosong ke depan dab arah kakinya menuju kamar adiknya.

Setibanya di depan pintu kamar Baekhyun, tangannya sempat berhenti sejenak. Genggaman jarinya mengepal, menahan emosi yang mendesak keluar dari dadanya. Dengan sekali dorongan kasar, pintu itu terbuka.

Pandangan Jaehyun langsung tertuju ke satu titik...

Komputer Baekhyun di sudut ruangan.

Layar hitamnya memantulkan samar wajah Jaehyun sendiri.

Dia berdiri lama di sana, tatapannya menusuk, dingin, dan penuh kebencian. Benda mati itu, bagi Jaehyun, bukan sekadar komputer. Itu adalah simbol dari segala awal bencana. Benda yang telah mencuri perhatian adiknya, membuatnya lalai, hingga menyeret orang tua mereka keluar di malam hujan itu.

Beberapa detik kemudian, emosinya meledak.

Dengan kasar, ddia menarik semua kabel, mencabut monitor, CPU, headset, bahkan mouse dan keyboard. Suara gesekan dan benturan membuat kamar seketika gaduh.

Tidak berhenti di situ, setiap barang yang berhubungan dengan game dia kumpulkan, dari poster dinding, aksesoris gaming, hingga kursi besar tempat Baekhyun biasa duduk berjam-jam.

Bolak-balik dia angkat keluar rumah dengan napas yang memburu. Satu per satu barang ditumpuk di halaman belakang, di lahan kosong yang cukup jauh dari rumah warga.

Setelah semuanya terkumpul, Jaehyun kembali ke gudang kecil dan mengambil sebuah jerigen berisi minyak tanah. Tanpa ragu, dia menyiram cairan itu di atas tumpukan barang Baekhyun. Bau menyengat menusuk hidung, bercampur dengan rasa sakit yang mendidih di dadanya.

Tangannya merogoh saku, mengambil korek api yang ada di sakunya. Dengan sekali gesekan, nyala kecil berwarna oranye muncul di ujungnya.

Jaehyun menatap api itu lama, seakan ingin memastikan semua amarahnya tersalur ke dalam kobaran kecil tersebut.

Lalu, tanpa ragu, dia melemparkan korek itu tepat ke tumpukan barang-barang.

Dan...

WUSHH! 🔥

Api menyambar cepat, melahap seluruh barang. Suara berderak memenuhi udara, disertai ledakan kecil dari dalam CPU. Plastik headset meleleh, poster berubah jadi abu, kursi gaming besar pun terbakar hingga tinggal rangka besi. Asap hitam pekat mengepul tinggi ke langit.

CTRL + Love  •|| END ||•Where stories live. Discover now