22. bullets of revenge

8 2 0
                                    

"El maaf, apa kamu marah?" Alea akhirnya angkat bicara karena El hanya diam saja dari tadi sambil menatapnya. Entah apa yang sedang El pikirkan hingga dia hanya menatap Alea tanpa berbicara.

Perlahan El pun melepaskan tangan Alea lalu duduk dipinggir kasurnya sambil menundukkan kepala lalu menyimpan kedua telapak tangan di wajahnya. Alea yang sudah terbebas dari cengkraman El pun langsung bangun lalu buru-buru berdiri.

"Sekali lagi ma.. Maaf. Aku akan kembali ke kamarku." Karena tak ada jawaban Alea pun segera keluar dari kamar El lalu menutup pintunya.

El masih menundukkan kepalanya, kedua tangannya turun lalu matanya melirik jam di meja samping tempat tidurnya. Jam itu menunjukkan pukul 3.15 pagi.

"Sekilas aku merasakan kehadiran ibu disini. Apa ibu memang selalu ada disampingku selama ini?" Gumam El lalu merebahkan dirinya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamarnya.

"Aku berhasil bertahan sampai hari ini ternyata. Saat aku merasakan perlahan ibu meninggal dipangkuanku. Saat itu duniaku seakan berhenti bergerak dan aku tidak tahu arah tujuan hidupku lagi. Tapi karena dendam yang sangat mendalam pada baj*ng*n yang telah membunuh ibu, aku tidak akan menyerah dari hidupku. Sebelum membunuhnya dengan tanganku sendiri." El mengangkat tangannya ke udara lalu menggenggam erat tangannya dengan ekspresi kemarahan yang tak terbatas.

Setelah El memutuskan untuk balas dendam saat kematian ibunya, ia sudah menghapus semua perasaannya sebagai manusia. Agar ia lebih mudah membalaskan dendamnya itu. Hati dan pikirannya sudah penuh rasa dendam kesumat hingga ia tidak bisa merasakan perasaan lainnya.

Apalagi saat tahu ayahnya itu berhasil lolos dari polisi dan hukum, ia semakin menyimpan dendam yang sangat besar padanya. Entah ada dimana keberadaannya sekarang. Tapi El yakin dia akan menemukannya meskipun dia harus pergi ke ujung dunia sekalipun.

Akibat ayahnya juga El tidak bisa tidur tenang setiap malamnya, karena terus memimpikan kejadian menyakitkan itu setiap ia tidur. Mimpi buruk itu tidak pernah berakhir dan El pun tidak pernah bisa terbiasa, walaupun itu sudah lewat 20 tahun.

El menutup matanya sekejap lalu ia membuka kembali dan teringat akan sesuatu. Ia lalu mengambil posisi duduk. Lalu segera berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kamar Alea.

Tok tok tok

Alea yang tidak bisa tidur kembali langsung bangun dari posisi tidurannya lalu membuka pintu. Ia sebenarnya takut pada Elard. Tapi ia tidak ingin membuat El semakin marah padanya. Lagi pula ini kesalahannya sendiri karena seenaknya masuk kamar Elard tanpa izin.

Alea pun membuka pintu kamarnya, Elard sudah berdiri di depan pintu sambil memandang kearah Alea.

"Apa aku membuatmu takut lagi?" Ucap El dan itu sontak membuat Alea terkejut.

"Aa.. Aahh itu wajar jika kamu marah karena aku tiba-tiba masuk ke kamarmu tanpa izin. Jadi ini memang kesalahanku. Maaf El." Ucap Alea tak berani menatap mata Elard.

El menarik nafas panjang "Itu tidak menjawab pertanyaan ku tadi Alea. Lalu tatap mata orang yang sedang bicara padamu dengan benar."

Alea pun memberanikan diri menatap mata El meskipun ia enggan karena merasa bersalah dan takut juga. Kedua pasang pupil biru lautan dan hitam pekat itu pun bertemu.

"Ya.. Ya aku sedikit takut padamu. Ma.. Maaf."
Alea ingin sekali segera memutus eye contact mereka tapi El masih terus menatap Alea lekat.

El bisa melihat ketakutan dimata biru laut itu, pupilnya terkadang bergetar saat melihat dirinya. El pun jalan mendekati Alea. Alea hanya terpaku ditempat karena tidak ingin membuat El semakin marah padanya. Ia harus jadi penurut di depan El jika ingin selamat, begitu pikirnya.

Aku ingin sekali lari menghindarinya tapi aku tidak punya keberanian. Apa yang mau dia lakukan?? Alea pun refleks memalingkan wajahnya sambil memejamkan mata ketika El sudah semakin dekat dengannya.

El pun memeluk Alea sambil mengelus rambut Alea lembut. Alea langsung membuka matanya sangat terkejut. Ke.. Kenapa dia memelukku??

"Maaf jika sudah membuatmu takut, aku tidak bermaksud seperti itu. Saat mimpi buruk itu hadir, perasaanku jadi lebih emosional." Ucap El sambil masih mendekap Alea dipelukannya.

Setelah berbicara seperti itu El pun melepaskan pelukannya lalu menatap Alea.

"Tidurlah ini masih malam." El pun kembali ke kamarnya sementara Alea hanya bediri mematung sambil melihat El pergi tanpa bisa mengatakan apapun karena masih merasa terkejut dengan perlakuan hangat El padanya.

Alea sadarlah!! Kenapa kau malah berdiri mematung disini! Kenapa kau tidak menjawab El tadi?! Apa sekaget itu kau dipeluk oleh El?? Aku rasa ya, aku pikir dia akan memukulku atau menyakitiku tapi dia malah menenangkanku. Aku ternyata masih belum mengenal El sepenuhnya. Ternyata dia juga bisa bersikap hangat seperti tadi, lalu dia juga meminta maaf padaku. Meskipun terkejut tapi Alea merasa senang saat itu.




Bersambung

A MAN WITHOUT FEELINGS FALL IN LOVEWhere stories live. Discover now