03. How does it feel?

18 4 0
                                    

Happy reading 🥰
Jangan lupa vote sama tambah fav yaa
Terimakasih🥰


Saat itu Elard sedang membeli sayuran disalah satu lapak pedagang yang ada di pasar.

"Aleasha?" Penjual sayuran yang sedang El datangi memanggil seseorang dibelakang El. Elard pun sontak melihat kearah belakang.

"Ya bibi, tunggu sebentar. Tadi ada anak kucing ditengah jalan. Aku takut dia terinjak oleh orang lain jadi aku membawanya." Alea berlari kearah El sambil tersenyum manis dengan membawa anak kucing berwarna putih dikedua tangannya. Rambut indah hitam panjang yang tergerai tertiup angin lalu pupil mata birunya seolah membuat El terhipnotis. Tanpa sadar El terus menatap sosok gadis imut itu karena dia memiliki tinggi sebahu El mungkin?

Alea pun berdiri disamping El sambil menatap bibi penjual. "Kau ini terlalu baik Alea. Wanita yang penuh dengan cinta kasih. Beruntung sekali lelaki yang bisa mendapatkan mu nanti." Ucap bibi penjual memuji.

Setelah mendengar kata Cinta, sorot mata Elard langsung berubah. Entah ekspresi apa yang El tunjukkan dibalik masker dan topi hitamnya itu, sambil menatap Alea dan kucingnya secara bergantian.

"Bibi terlalu berlebihan, Aku senang berbuat baik pada siapapun bi. Ah iya, apakah pesanannya sudah ada?" Alea terlihat malu karena dipuji. Wajahnya tak berhenti tersenyum dengan manis pada siapapun.

"Sudah ada, sebentar bibi ambilkan dulu. Ahh tunggu sebentar ya nak bibi ke belakang dulu." Ucap bibi pada El. Elard pun melihat kearah bibi itu lalu mengangguk. Alea pun refleks melihat kearah El lalu bola mata mereka tak sengaja bertemu. Keduanya tenggelam dalam tatapan masing-masing hingga melupakan sebentar keadaan ramai pasar seolah hanya ada mereka berdua saja.

Tatapan dia sangat dalam dan sorot matanya seperti kosong dan dingin. Siapa dia? Alea bermolog dengan dirinya sendiri.

"Ini pesananmu Alea." Perkataan bibi penjual langsung menyadarkan Alea. Ia pun langsung memutuskan kontak mata dengan El.

"Ahh iya terimakasih, ini uangnya bi." Alea memberikan beberapa lembar uang yang ia ambil dari tas kecilnya. "Kalau begitu aku pergi dulu." Alea terlihat buru-buru.

"Ehh iya kenapa buru-buru sekali?" Tanya bibi penjual.

"Aku baru ingat harus ke panti asuhan." Senyum Alea.

"Ahh begitu, kalau begitu sampaikan salam bibi ke ibu panti ya?"

"Baik bi, kalau begitu Alea pamit dulu."

"Iya iya, Hati-hati ya."

"Iya bi dahh" Alea pun pergi duluan.

"Aduhh anak itu selalu saja bersemangat. Ehh iya nak maaf bibi malah sibuk mengobrol. Alea itu sudah jadi langganan bibi. Dia gadis yang baik dan periangkan?"

El tidak menjawab dan hanya mengangguk. "Itu saja, jadi berapa?"

"Ahh baik, tidak ada tambahan?" Tanya bibi panjual dan El hanya menggelengkan kepala.

***

Setelah selesai membeli keperluannya El teringat sesuatu. Dia tidak langsung pulang ke rumah dan malah pergi ke panti.

El memperhatikan dari jauh Alea sedang bermain bersama anak-anak panti. Mereka terlihat bahagia karena terus tertawa bersama.

Melihat hal itu El merasa kesal, ia menggenggam tangannya erat sambil melihat Alea dengan tajam.

"Cinta itu tidak ada! Hanya orang bodoh yang percaya cinta." Gumam El.

Kenapa perasaan ku tiba-tiba gak enak ya? Seperti ada orang yang memperhatikan aku. Alea pun melihat ke sekitar. Tidak ada siapapun. Ahh mungkin hanya perasaan ku saja.

"Anak-anak, bagaimana kalau kita main kejar-kejaran?" Ajak Alea dengan semangat.

"Ayo kak!" Antusias anak-anak.

"Baiklah kalau begitu kakak yang jaganya nya. Ayo larirah jangan sampai tertangkap kakak ya!"

"Waaa Ayo lari cepat!" Semua anak langsung berpencar, berlari menjauh dari Alea.

"Kakak itung 10 detik ya, kalian larilah yang jauh. 1..2..3.." Setelah selesai menghitung Alea pun mulai bermain kejar-kejaran dengan anak-anak panti sambil tertawa bahagia.

"Bodoh! Dia benar-benar bodoh!" El pun pergi dari sana dengan perasaan kesal dan marah. Tangan kirinya sampai memerah karena ia menggenggamnya terlalu erat.

***

Setelah sampai dirumah, El melempar belanjaannya di kursi. Pikirannya masih penuh oleh gadis bermata biru laut itu.

Ia pun berdiri di depan jendela sambil menatap pepohonan di luar.

"Bagaimana jika gadis itu disiksa seperti ibu? Apakah dia masih percaya pada cinta? Aku penasaran." Sudut bibirnya tersenyum tipis.




Bersambung









A MAN WITHOUT FEELINGS FALL IN LOVEWhere stories live. Discover now