[36]. Hancur Perlahan

Start from the beginning
                                    

Kini, Boboiboy dan (Name) tengah berbaring di kasur hotel, memandang puas kearah televisi yang menampilkan siaran berita tentang Amerika yang memboikot produk-produk Israel. Boboiboy mengecup pipi istrinya.

"Rencana mu berjalan sesuai ekspektasi mu sayangku. Aku bangga sekali." (Name) tertawa geli kala hidung mancung Boboiboy menggesek-gesek hidung nya.

"Tentu, apapun untuk tiga sahabat kita." (Name) tersenyum manis.

Lihatlah Arumugam, Ahmeng, Mimi! Lihat! Dua sahabat baik kalian membalaskan kematian kalian. Kalian sungguh berarti dalam hidup dua sahabat kalian ini. Jaga lah mereka dari atas sana dan berdoa lah untuk mereka.

Amato, Adrian, dan Karl sendiri tersenyum lebar kala melihat berita itu. Mereka memang membenci Israel karena perbuatan mereka yang melanggar Hak Asasi Manusia di Palestina. Ayolah, meskipun mereka adalah seorang mafia yang hobi membunuh dan menyiksa, mereka hanya menyiksa dan membunuh orang-orang bersalah yang melakukan tindakan kriminal. Mereka masih punya hati untuk tidak menyakiti masyarakat biasa. Mereka juga manusia normal.

"Gila. Keponakan ku memanfaatkan dua negara itu. Ide yang gila tetapi sangat hebat." Karl memekik, dia menumpahkan minuman anggur merah nya diatas kepala lalu menggelengkan kepala nya keras, membuat percikan wine itu mengenai wajah Amato dan Adrian.

Amato menggeram, tangan nya mengusap wajahnya yang terkena percikan wine dari rambut Karl. "Anak setan."

Adrian memukul kepala Karl. Membuat Karl menyengir. "Anak babi."

"Hehe."

**

Benesh bisa apa sekarang? Katakan solusi untuk semua masalah pada dirinya, Benesh mohon.

Dia mendatangi para pembunuh bayaran itu. Meminta kerja sama untuk membunuh dua orang yang menjadi dalang dibalik semua permasalahan negaranya. Tetapi apa? Dia mendapat penolakan keras karena negara nya tidak memiliki apa-apa lagi sekarang. Para pembunuh itu bahkan meremehkan dirinya yang seorang Perdana Menteri!

Benesh menyerah. Dia kelimpungan. Dia panik. Seluruh harta nya ia gunakan untuk keperluan negara. Militer nya telah dipukul mundur oleh para militer Yaman.

Benesh mendongak. "Istriku, anakku ... Andai kalian disini ... Aku sedang rapuh sekarang ..."

Benesh duduk dibawah kasur kamar nya. Dia lari dari semua laporan pejabat nya tentang kondisi negara yang sudah sangat memprihatinkan.

Di gelap nya suasana kamar Benesh. Sesosok orang muncul, dia Anastasia, memeluk boneka dengan senyum lebarnya.

Benesh semakin luruh. Dia menggigil hebat kala melihat sosok anaknya yang tersenyum lebar.

"Ayah. Kecelakaan saat itu bukan salah siapapun. Bukan salah tiga teman ku yang ayah bunuh. Ayah melakukan kesalahan dan dosa besar. Ibu sangat kecewa pada ayah. Hentikan, ayah. Sampai jumpa!"

Sosok Anastasia perlahan menghilang. Benesh kembali menangis. Dia salah? Selama ini ia salah? Benesh menggeleng.

Masalah Palestina? Itu urusan keagamaan. Benesh merasa dia tidak salah. Kasus pembunuhan tiga teman Anastasia? Oke, Benesh mangaku salah. Ia salah langkah. Benesh pikir Boboiboy dan (Name) akan melupakan tentang kematian para sahabat mereka dengan legowo. Benesh salah, nyatanya mereka berdua tetap kokoh mencari tau kasus pembunuhan tiga sahabat mereka.

Israel hancur secara perlahan. Rakyat-rakyat disana sudah mulai kelaparan. Pasukan militer yang memprotes tentang gaji mereka. Para pekerja sipil yang melakukan aksi unjuk rasa. Para pejabat yang sangat sengsara memikirkan negara mereka. Oh ya ampun, ini sungguh menyiksa mental Benesh.

Benesh mulai gila.

**

"Bagaimana kabar si bajingan Benesh dan negaranya? Ku harap telingaku mendengar kabar yang menyenangkan."

Albern Aldrich, Presiden Amerika Serikat itu kini mengangkat sebelah kaki nya diatas kaki yang satu, tangan nya memegang satu batang rokok yang nikotin nya banyak. Mata nya memandang tajam kearah bawahan nya.

Bawahan pembawa informasi itu menunduk hormat lalu mulai memberitahukan keadaan di Israel saat ini.

"Keadaan disana sesuai ekspektasi mu Pak. Mereka mengalami kelaparan, krisis ekonomi, kesengsaraan, dan banyak warga sipil yang melakukan aksi demo pak." 

Albern tersenyum puas. Dia sebenarnya tidak bersahabat langsung dengan Benesh. Presiden Amerika yang sebelum nya lah yang bersahabat dengan Benesh sehingga membuat aturan bahwa Amerika dan Israel akan terus bergandengan, saling dukung-mendukung, bahu-membahu, sebagai tanda persahabatan. Tetapi setelah dua tahun Albern dilantik karena Presiden yang sebelumnya tewas karena tertembak oleh teroris, hubungan Israel dan Amerika menjadi sedikit renggang. Albern sebenarnya tidak menyukai Benesh yang tidak manusiawi itu.

Apalagi mendengar informasi dari salah satu Menteri nya yang mengatakan dan memberikan beberapa bukti bahwa Benesh adalah dalang kasus pembunuhan tiga warga Amerika di Miami, Florida. Amarah Albern naik ke puncak. Dengan segera dia menghubungi Benesh dan memutuskan segala hubungan dengan negara itu.

"Bagus. Pergi dan pantau terus keadaan bajingan itu." Bawahan itu mengangguk, memberi hormat lalu keluar dari sana.

Albern menghisap nikotin nya. Dia memandang pemandangan Ibu kota dari arah jendela, pemandangan ibu kota saat malam memang tidak pernah diragukan keindahannya. Albern terpikirkan suatu hal.

Bagaimana Menteri nya itu bisa mendapatkan barang bukti secara tiba-tiba? Albern merasa ada seseorang dibalik ini. Dia harus menemui orang itu dan memberikan ucapan terima kasih serta penghargaan langsung darinya.

Albern menghubungi Johan--Menteri yang memberikan bukti itu, sekaligus Ayah dari Adele.

Telepon telah tersambung.

"Temui aku sekarang."

Tanpa menunggu jawaban dari Menteri Johan, Albern mematikan sambungan sepihak. Dia memasukkan handphone di kantung dalam jas nya. Beberapa menit kemudian, Johan masuk setelah memberi hormat dan salam.

Albern tidak membalikkan badan nya. Dia tetap berdiri kokoh membelakangi Johan yang kini menatap nya bingung.

"Dari mana kau mendapat bukti itu Menteri Johan? Siapa?." Suara serak basah Albern menyapa telinga Johan.

Johan tersentak. Dia menunduk penuh hormat.

"Pak presiden. Tiga korban dari kasus pembunuhan itu, memiliki dua sahabat. Dua sahabat nya itu sangat tidak merelakan kematian tiga sahabat nya. Jadi mereka bertahun-tahun mengumpulkan barang bukti. Dua sahabat itu juga merupakan teman dari Adele putriku."

Albern menari sudut bibirnya keatas. "Bisa kau panggil dua orang itu kesini? Tetapi secara privasi dan rahasia."

"Bisa, pak."

Johan keluar. Menyisakan Albern yang sangat tertarik dengan kisah dua orang itu. Bagaimana bisa dua orang itu menemukan barang bukti? Sedangkan presiden-presiden sebelum nya sudah mengarahkan kepolisian dan beberapa detektif untuk mencari tahu tentang kasus itu tapi hasilnya tetap nihil.

Albern itu berusia 38 tahun. Usia nya matang. Dia masih pria dewasa yang selalu ingin tahu. Dia ingin tahu bagaimana dua orang itu menemukan barang bukti. Albern sungguh penasaran dan ingin tahu.

"Menarik. Akan ku ajak mereka berdua untuk pesta wine bersama ku. Haha."

Albern ini seperti nya satu spesies dengan Karl.

.
.
.
.
.
.
.
Tbc.

.
.
.
.

Boboiboy X Reader (Possesive Husband) Where stories live. Discover now