❄39

11.8K 1.5K 534
                                    

Alunada menatap bingung bentukan kuenya yang terlihat menyeramkan baginya. Tadinya, Alunada berniat panacota, namun bukannya membentuk indah justru makanan manis itu hancur dan tidak berbentuk sama sekali.

Mengaruk wajahnya, Alunada berniat membuangnya saja dibanding harus menyajikannya kepada Kalingga. Dia tidak akan memiliki muka lagi bila Kalingga melihat hasil karyanya. Belum saja niatnya terealisasikan, sosok yang tidak Alunada harapkan kehadirannya malah muncul.

Wanita itu gelagapan, ingin menyembunyikan hasil karyanya Kalingga keburu melihatnya dan malah pria itu mengambil piring di atas meja lalu mengendusnya.

"Emm, itu tadi aku mau— Eh, jangan dimakan." cegah Alunada tetapi gerakan Kalingga teramat cepat hingga satu suapan panacota yang gagal itu masuk ke dalam mulutnya.

Alunada tak mampu berkutik, wajahnya tanpa diundang memerah dan itu berhasil ditangkap oleh Kalingga melalui sudut matanya. Pria itu hanya diam, lalu kembali memasukan makanan mania buatan Alunada itu hingga tidak bersisa. Tentu saja hal tersebut mengundang gelombang halus timbul di pelipis Alunada.

"Enak, ya?" tanyanya ingin mencicipi sisa-sisa kue buatannya namun Kalingga menjauhkan piring itu dari jangkauan Alunada.

"Gak ada rasa." katanya jujur sambil membawa piring di tangannya pada wastafel kemudian mencucinya. Bukan hanya piring melainkan barang-barang kotor yang sempat Alunada gunakan selama membuat panacota juga turut serta dicuci Kalingga.

"Kamu, masih marah?" pertanyaan mengambang Alunada itu hanya Kalingga balas dengan dengikan bahu acuh.

Tau bahwa Kalingga enggan berbicara dengannya, Alunada melangkah pergi meninggalkan dapur dan diam-diam Kalingga mengamati setiap langkahnya. Mengeringkan tangannya, Kalingga lalu menyusul istrinya. Tidak susah menemukannya, sebab di jam segini Alunada menghabiskan waktunya di taman yang Kalingga buat untuknya.

Berdiri beberapa meter dari jarak Alunada berada, Kalingga bisa mendengar bagaimana wanita kesayangannya itu sedang curhat dengan anak dalam perutnya.

"Papa kamu masih ngambek, Nak. Kamu yang sabar-sabar ya. Kalo papa kamu masih marah, kita cari papa baru." celetukan asal yang keluar dari bibir Alunada tentu saja membuat Kalingga yang mendengarnya kontan mendelik.

"Coba ulang."

Suara berat yang berasal di belakangnya tentulah membuat Alunada terkejut. Menoleh, dia sudah menemukan wajah masam Kalingga. Wanita hamil itu cengar-cengir, dirinya tak bisa berkilah karena yakin Kalingga sudah mendengar ucapannya beberapa saat lalu.

"Becanda kok, hehehe..." Alunada terkekeh garing, meski begitu ia belum berhasil mengembalikan wajah lurus suaminya.

Kalingga menghela napas pendek, perlahan kaki panjangnya menghampiri Alunada yang senantiasa menatapnya lugu. Tubuh tingginya berjongkok guna menyamakan posisi perut Alunada. Tangan kekarnya mengelus lembut perut buncit Alunada yang terbalut dress sederhana. Tak lupa bibirnya membubuhkan satu ciuman di sana yang mana tindakannya berhasil mengantarkan desiran hangat di hati Alunada.

"Tidak akan ada papa baru, hanya aku yang akan menjadi papa satu-satunya untuk anak kita." tukas Kalingga mendongak menatap Alunada sengit. Dari pancaran matanya, tergambar jelas kekesalan serta cemburu yang ditujukan buatnya.

Alunada mengulas senyum manis, disentuhnya wajah tampan Kalingga, mengelusnya lembut. "Kalo gitu jangan marah lagi, Papa. Mama udah gak kuat di diamin."

Kalingga tertawa, jemarinya menangkap tangan Alunada yang masih bertengger manis di wajahnya. Mengecup penuh perasaan, Kalingga mengangguk.

"Oke, Papa gak bakalan marah lagi. Asal Mama jangan nakal lagi, setuju?"

TRAP!Where stories live. Discover now