❄38

14K 1.5K 365
                                    

Dua orang yang berstatus suami istri itu telah menghabiskan waktu hampir 15 menit hanya untuk saling berdiam-diaman di ruang tengah. Kalingga yang begitu fokus pada laptopnya, sedangkan Alunada sadari tadi yang ia lakukan hanyalah memandang pria itu yang sejak tadi enggan melirik atau menegurnya.

Kalingga menuangkan segala perhatiannya pada benda di depannya, lebih tepatnya dia sedang memantau perkembangan restorannya yang kian berkembang pesat. Pria itu juga sadar bahwa sedari tadi Alunada sibuk mengamatinya namun Kalingga memilih untuk tidak menegurnya. Selain karena pekerjaan yang tidak bisa diabaikan, juga Kalingga masih ingin menguji kesabaran Alunada dalam menghadapi mode dinginnya.

Sudut matanya menangkap adanya pergerakan yang dilakukan Alunada, tangan yang sibuk di atas keyboard nyatanya tak mengalihkan fokus Kalingga terhadap istrinya. Barulah ketika perempuan itu beranjak menuju dapur, Kalingga menghentikan gerakan tangannya.

Maniknya terus mengamati pergerakan wanita itu, di mana Alunada sedang berkutat dengan gelas. Satu tangannya lalu menopang pipinya dengan pandangan menjurus ke arah wanita kesayangannya.

Andai Kalingga sedang tidak memberikannya hukuman, mungkin dia tidak akan membiarkan wanita itu berkutat di dapur.

Beberapa menit kemudian Alunada sudah selesai dengan pekerjaannya. Mengetahui hal tersebut, Kalingga buru-buru memperbaiki posisinya seperti sedia kala sampai dia merasakan aroma khas Alunada menghampirinya. Ternyata wanita itu menghampirinya kemudian menyodorkan segelas kopi hitam.

"Diminum, ya. Aku gak tau kamu suka kopi atau tidak tapi yang aku tau laki-laki kebanyakan suka minum kopi."

Kalingga yang mulai terusik, akhirnya menatap segelas kopi di samping laptopnya kemudian berganti menatap Alunada yang sedang menatapnya lugu. Tanpa kata Kalingga meraih kopi buatan Kalingga, sebentar kemudian alisnya menyerngit sedikit.

Gulanya tidak ada. Suara itu berasal dari dalam hati Kalingga. Meski begitu dia tetap menandaskan minuman kafein buatan Alunada.

Kalingga tidak suka kopi karena setiap habis meminumnya maka asam lambungnya akan naik. Tidak jarang juga Kalingga akan muntah-muntah. Tetapi, melihat Alunada beserta tatapan lugu bercampur harapannya, Kalingga mana tega menghancurkan suasana hati wanita kesayangannya.

Melihat Kalingga dengan cepat menghabiskan kopinya, Alunada refleks bertepuk tangan. "Tiap hari aku bakal buatan kamu kopi. Kan selama kita menikah aku gak pernah buatan apa-apa buat kamu. Kecuali ini."

Alunada menunjuk perut buncitnya menyebabkan aksinya itu membuat Kalingga tersedak kopi panas. Dia hanya kaget, karena biasanya Alunada tidak pernah se-frontal ini selama mereka menikah.

Mengetahui Kalingga baru saja tersedak, Alunada menepuk-nepuk halus punggungnya.

"Tidak perlu, aku masih bisa bikin sendiri." ujar Kalingga setelah berhenti batuk-batuk. Alunada meredupkan pandangannya, menganggap perkataan Kalingga beberapa saat lalu adalah penolakan yang menandakan Kalingga tidak ingin dilayani olehnya.

"Tidak usah berpikiran macam-macam, ini semua demi kebaikan kalian."

Seakan bisa membaca isi pikiran Alunada, Kalingga kembali berujar. Bedanya kali ini Alunada memberikan anggukan paham.

Setelah itu keduanya kembali larut dalam pikiran aktivitas masing-masing. Kalingga yang kembali melanjutkan pekerjaannya dan Alunada yang sesekali menatap Kalingga.

Mendadak Alunada merasakan kram di kakinya. Maka dari itu tangannya bergerak memijit pelan kakinya berharap bisa meredakan kram yang kadang menghampirinya. Tiba-tiba gerakan tangannya berhenti usai melihat sebuah jemari kekar menggantikan tugasnya.

Alunada mengangkat pandangannya, Kalingga tidak menatapnya, tapi meski begitu dia masih senantiasa memberikan pijatan lembut di sekitar betis serta telapak kaki Alunada, bahkan kedua kaki Alunada diangkat di atas paha pria itu. Bibirnya diam-diam mengulas senyum, mau se-abai apapun Kalingga kepadanya, tetap perhatian pria itu tidak pernah luntur.

Sedangkan ditempat lain, seorang pria nampak tengah melemparkan barang ke dinding hingga pecahan tidak terelakan lagi.

"Kazael, tenanglah. Semua tidak akan selesai bila kamu melampiaskan kemarahanmu."

Andari berusaha menenangkan Kazael yang tengah mengamuk di kamarnya. Begitu mengetahui Alunada berhasil keluar dari sini, Kazael tak mampu menahan luapan emosinya. Terhitung sudah beberapa hari ini Kazael melampiaskan kemarahannya melalui benda-benda sekitarnya.

"Apa bagusnya Kalingga itu, Yah? Aku sudah menjanjikan kebahagiaan untuk wanita itu, tapi dia lebih memilih pria gila itu." hardiknya ingin kembali membanting barang namun segera dihentikan Andari. Pria yang sudah tidak muda lagi itu dengan mudah menghalau kemarahan Kazael hanya melalui tatapan tajamnya.

"Bila wanita itu tidak menginginkannu, hentikan saja. Masih banyak gadis diluaran sana yang jauh lebih baik dan cantik darinya." ujar Andari kemudian keluar meninggalkan Kazael yang nampak masih mengatur emosinya.

Tatapannya berkilat tajam, api kemarahan begitu berkobar dalam manik hitam itu. "Memang banyak wanita di luaran sana, tapi hanya Alunada Geyzer yang bisa gue gunain sebagai ajang balas dendam."

Kazael tak akan melupakan bagaimana Kalingga berhasil memainkan pikirannya dan memasukannya ke RSJ. Momen yang tidak akan pernah Kazael melupakan, dan dia tidak akan berhenti sebelum dia menuntaskan rasa bencinya.

Perang antara dirinya juga Kalingga belumlah usai. Dan kelemahan adiknya itu adalah istrinya. Kalingga harus merasakan kegilaan sama sepertinya dulu, hanya Alunada yang bisa membuat Kalingga tidak berdaya ditambah ada calon anaknya yang belum lahir.

Sedangkan di sisi lain, ada Andari juga Inaza tengah terlibat obrolan serius di kamar mereka. Sejak Andari keluar dari kamar Kazael, Inaza tak berhenti melemparkan pertanyaan yang hanya dijawab singkat oleh sang suami.

"Pi, Mami khawatir Kazael bakal kambuh lagi kayak dulu." ungkapan kekhawatiran itu di keluarkan Inaza. Sejak kejadian beberapa beberapa bulan lalu, wanita yang telah melahirkan dua putra itu tak berhenti merasa cemas.

"Gimana, kalo kita bawa ke psikolog?" usulan Inaza tak semerta-merta mendapat jawaban dari Andari selain tatapan datar dari suaminya.

"Jangan gila kamu, gimana tanggapan orang-orang nanti kalo mereka tau kejiwaan Kazael." sela Andari di sela tangan kekarnya terangkat guna memijit pelipisnya.

"Ya, terus gimana? Mami gak sanggup liat Kazael ngamuk-ngamuk kek gitu."

Andari menghela napas pendek, otaknya cukup kacau memikirkan putranya yang kembali kambuh. Ditambah sang istri yang tak berhenti membombardirnya dengan perkataan.

"Tidak ada pilihan lain,"

Inaza yang sedang sibuk memikirkan kejiwaan Kazael, sedikit mengangkat kepalanya hingga tatapannya bersinggungan dengan sang suami.

"Papi akan memaksa mereka bercerai. Toh, dari yang Papi dengar, menantu kita itu tidak mencintai Lingga."

❄❄❄

Satu kata untuk part ini?

Ada yang raindu dengan cerita satu ini?

Maaf ya, lama up. Soalnya susah bagi waktu untuk cerita satu dan lainnya.

Tim mana nih ReLuvi?

Sad ending?

Happy ending?

Next cepat?

Beri dukungan penuh untuk cerita ini serta follow akun WP Arrinda.

Kalo gak ada halangan aku bakalan up koma sebelum titik besok.

Sampai jumpa di part selanjutnya.

Sayang ReLuvi banyak2😘😘

TRAP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang