❄34

13.9K 1.7K 652
                                    

Hari terus berlalu, tanpa terasa kandungan Alunada sudah memasuki bulan ke-5. Perutnya yang membesar dari ibu hamil kebanyakan membuat Alunada sulit melakukan aktivitas. Hal ini dikarenakan dirinya yang tengah hamil anak kembar.

"Mau keluar beli perlengkapan anak kita?"

Alunada yang sedang mencuci buah di halaman belakang sedikit terkejut lantaran Kalingga muncul secara tiba-tiba. Segera dia menyelesaikan kegiatannya kemudian berbalik menatap Kalingga.

"Emang boleh?" Alunada bertanya  gantung. Bukan tanpa sebab dia melakukannya, ini disebabkan sejak kepindahan mereka di rumah baru Kalingga tidak mengizinkannya keluar. Tapi beruntung ponsel sudah Kalingga bebaskan meski masih di bawah pengawasan pria itu.

"Boleh, aku kurang ngerti masalah gituan." akunya seraya mengamati tiap gerakan Alunada yang berjalan ke sana kemari membawa mangkuk berisi buah hasil panennya.

"Kapan?" Alunada bertanya sambil menekan rasa senangnya karena jujur saja Alunada sudah merindukan suasana luar.

"Besok pagi."

Sesuai apa yang Kalingga ucapkan, maka pagi ini keduanya keluat guna membeli perlengkapan anak-anak mereka. Sejauh mata memandang, hanya kemacetan serta kesibukan yang memang bukan hal baru lagi bagi Alunada.

Tapi Alunada tetap merasa puas, sebuah keajaiban melihat Kalingga mau mengajaknya keluar jadi Alunada harus memanfaatkan momen langka tersebut. Jika bukan hari ini entah hari apa Kalingga akan mengajaknya.

Hubungan mereka memang masih terkesan berjarak itu karena Alunada sudah tidak bisa bersikap seperti awal penikahan mereka dulu. Walau Kalingga tidak berubah, tetapi tetap saja hati Alunada tidak bisa dipaksa. Namun meski demikian, Alunada tidak akan mengabaikan kehadirannya karena Kalingga adalah ayah biologis anak-anaknya.

Mobil berhenti tepat di sebuah toko besar yang menyediakan segala perlengkapan anak-anak dari yang bayi hingga balita. Mata Alunada berbinar, bayangan baju-baju lucu langsung menyerbu dalam otaknya.

"Mau makan dulu?" Kalingga menyerahkan sebuah kotak bekal berisi makanan yang mereka bawa dari rumah. Tentulah Kalingga yang mencetuskan ide tersebut, dia terlampau protektif hingga untuk makanan saja Kalingga mengaturnya.

Alunada menggeleng, jujur saja dia cukup kenyang karena selama perjalanan yang memakan waktu sejam itu mulutnya tak berhenti mengunyah. Sejak hamil nafsu makannya memang meningkat hingga tubuhnya kian berisi. Namun bukan berarti perut Alunada tidak memiliki batas toleransi untuk menampung makanan.

"Nanti saja kalau sudah belanja." katanya yang Kalingga balas dengan anggukan paham.

Keduanya lalu turun, segera setelah itu Kalingga meggandengnya seakan takut Alunada bisa menghilang dari pandangannya.

Masuk ke dalam toko, jejeran etalase serta rak-rak berisi perlengkapan anak-anak menyambut. Alunada berdecak dalam hati usai melihat bagaimana lengkapnya toko ini menyediakan hal-hal seperti sekarang. Jiwanya meronta-ronta untuk membawa pulang semuanya sebab di mata Alunada terlihat menggemaskan. Namun dia cukup sadar diri, meski Kalingga mampu memenuhinya tapi Alunada cukup tau bahwa keinginan random yang sempat terbesit hanya akan membuang-buang duit.

Alhasil Alunada berjalan menuju tempat yang di khususkan untuk bayi. Kalingga berjalan di belakangnya mengawasi Alunada yang nampak riang melihat perlengkapan anak-anak. Kalingga mengulas senyum, jarang dirinya melihat jiwa semangat Alunada seperti sekarang. Ingatkan Kalingga untuk tidak terus menerus mengurung Alunada.

"Ini kebesaran gak sih?" tanya Alunada mengangsurkan dua pasang baju dengan dua warna berbeda di hadapan Kalingga. Terang saja pria itu menatapnya lamat-lamat lalu setelahnya kepalanya menggeleng.

TRAP!Where stories live. Discover now