❄11

18.6K 2.1K 149
                                    

"Kazael, kata Bu Indra lo remed ulangan Bahasa Inggris. Hari ini lo harus menghadap beliau di kantor." ujar Naiza memberikan secarik kertas berisi coretan nilai Kazael yang di bawah rata-rata.

Tetapi, bukannya menyambut uluran Naiza, Kazael malah menatapnya dengan satu alis terangkat.

"Lo berharap gue ke sana? Kenapa gak lo aja." tunjuknya menggunakan dagu membuat Naiza mengulum bibirnya ke dalam. Sebenarnya dia enggan berurusan dengan Kazael, terlebih kata gila tersemat di diri pria itu.

"Itu terserah lo. Terpenting gue udah kasih tau." Naiza menaruh kertas itu di atas meja Kazael lalu berlalu keluar dari kelas.

Kazael mendecih, otaknya yang memang agak miring mengambil kertas hasil ulangannya lalu menaruhnya di bawah kolong meja. Menelungsupkan kepalanya pada lipatan tangan, Kazael memejamkan mata.

Sedangkan di sisi lain, Naiza tak sengaja berpapasan dengan Kalingga yang sepertinya habis dari ruangan guru. Keduanya berbincang ringan sambil berjalan menuju kantin sebab mengingat jam istirahat sudah berlalu sejak 3 menit yang lalu.

"Intinya gitu. Kalo bisa, lo bujuk kakak lo. Kali aja dia mau dengerin lo." katanya menceritakan kejadian di kelasnya tadi.

"Iya, gue usahain." balas Kalingga singkat. Naiza tersenyum tipis, perbedaan Kalingga dan Kazael sangat jauh.

Kalingga yang baik hati serta suka menolong teman adalah salah satu sisi yang Naiza sukai darinya. Pria itu tidak pernah berkata tidak, selama dia rasa mampu maka Kalingga akan membantu. Pun peringainya yang ramah, lihat saja bagaimana pria itu menyapa beberapa siswi. Bahkan tak sungkan bertos ria seakan mereka adalah kawan.

Tidak heran Kalingga disukai oleh murid di sini. Sayangnya, keputusannya mengundurkan diri dari kandidat ketua OSIS masih disayangkan Naiza. Padahal Kalingga memiliki peluang cukup besar mengingat pengaruhnya di sekolah Jingga sangat baik.

"Lo duluan aja. Gue mau ke toilet dulu." ujar Kalingga yang dibalas Naiza dengan jempol.

Membelokkan tungkai kakinya pada toilet, Kalingga masuk kemudian mematut wajahnya pada cermin. Tangannya bergerak memutar kran air, sebelum itu Kalingga merogoh sesuatu dalam saku celananya. Sebuah botol kecil berisi cairan yang ternyata adalah sabun, kemudian membasuh tangannya.

Selang beberapa saat, Kalingga keluar namun sosok Alunada yang tengah merapikan rambutnya di depan pintu membuat dirinya menegur sang sahabat.

"Kenapa gak masuk?" tanyanya berhasil mengejutkan Alunada.

"Enggh~ gak pengen aja. Cuman mau betulin rambut kok. Tadi perasaan gue liat lo sama Naiza." tutur Alunada mengalihkan pembicaraan. Tidak mungkin dia memasuki toilet pria sedangkan gendernya adalah perempuan.

"Gue suruh duluan karena gue mau ke toilet bersihin kotoran." jawab Kalingga berjalan di sisi Alunada. Tak lupa juga ia merangkul bahu kecil sahabatnya sedangkan satu tangannya dimasukkan dalam saku celana.

Alunada ber oh ria, sebentar kemudian dirinya termenung melihat bagian pojok kantin yang terdapat Kazael dan Naiza. Menurut pengamatan Alunada, sejauh ini Kazael bertingkah cukup normal.

"Kasus kematian teman kita waktu itu belum ada titik terang, ya. Padahal udah mau sebulan." melupakan interaksi dua pemeran utama di sana, Alunada mengalikan pembicaraan dengan mengungkit peristiwa menggemparkan sekolah beberapa minggu yang lalu.

Kalingga menoleh lalu mengangguk. "Gue turut berduka. Pasti keluarganya amat terpukul."

Keduanya berdiri mengambil antrian untuk memesan. Alunada kembali menimpali.

"Tapi kan, gue denger dari yang lain. Pas di otopsi, jari tangan dari mendiang teman kita itu patah. Terus ditemukan ada jejak hekter. Ngeri banget gak sih. Udah sekelas psikopat. Hiih~" Alunada bergidik yang disambut Kalingga dengan tawa kecilnya.

TRAP!Where stories live. Discover now