❄21

19.6K 2.5K 252
                                    

"Kakak sejak kapan kenal Lingga?" pertanyaan itu terlontar dari Alunada setelah sekian lama diam selama perjalanan.

Mengalihkan fokusnya dari jalanan, Reana menatap Alunada. "Belum lama sih. Semingguan lah, waktu itu Kakak gak sengaja ketemu Lingga di mall. Dari sana Kakak tau dia satu sekolah sama kamu,"

Reana berhenti saat tiba di lampu merah, kembali dia melanjutkan ceritanya.

"Lama-lama kami ketemuannya secara tidak sengaja terus. Entah takdir atau memang hanya kebetulan, tapi dari pertemuan-pertemuan ini, serta cerita setiap kali bertemu akhirnya Kakak merasakan nyaman. Meski beda 3 tahun, tapi pemikiran dia dewasa banget, loh. Kakak sangat kagum, sifatnya yang ramah, humble, dan pastinya baik."

Segala apa yang Reana tuturkan nyatanya sudah Alunada keluarkan dari list penilaian untuk Kalingga.

"Kamu pasti banyak dibantu Lingga selama sekamar kan." mobil kembali berjalan, Reana terlalu fokus pada jalanan tanpa menyadari perubahan wajah Alunada yang menjadi kecut.

"Iya." jawabnya singkat. Sebenarnya, Kalingga sudah banyak membantunya. Mulai dari mengajarkan Alunada mata pelajaran yang tidak ia pahami, memasakan Alunada, merawatnya ketika Alunada sakit.

Rasanya semua itu bagai nyata, sebelum malam itu meleburkan segalanya tentang bagaimana sejatinya Kalingga.

"Tapi Kakak sempat merasa heran. Gini loh maksudnya, Lingga kan ganteng udah gitu good attitude. Tapi kok mau sih sama Kakak? Di Jingga pasti banyak cewek cakep." kembali Reana berujar bersamaan mereka tiba di rumah.

"Yaa hati mana ada yang tau. Kalo ditakdirin jatuh cinta sama nenek-nenek kenapa enggak." sahut Alunada turun dari mobil kemudian berjalan ke bagasi guna mengeluarkan kopernya.

Sebenarnya jawaban tadi bukanlah melalui dari kata hatinya. Jangankan Reana, Alunada saja bingung. Bertemu seminggu lalu dijadiin kekasih.

Apa iya cinta pandangan pertama?

❄❄❄

"Loh, kan Papa bilang di kota ini. Kok sekarang malah di luar kota?" Reana bertanya bercampur kesal lantaran apa yang ia dengar.

Sedangkan Alunada menatap kedua orang itu secara bergantian. Bila Sergio berbicara, maka Alunada akan melihatnya dan apabila Reana yang berbicara Alunada akan menatapnya.

Begitu seterusnya hingga Alunada cukup pusing dibuatnya.

"Nenek kamu yang minta. Ala pengen di sana, kasian nenek sendiri. Tapi kalo Ala mau, kalo gak, Papa akan minta pengertian nenekmu. Tapi Papa pengen Ala ada di sana." ungkap Sergio yang lelah menjelaskan kalimat sama sejak beberap saat lalu.

Kali ini kedua orang itu menatap Alunada bersamaan, sedang yang mendapat tatapan demikian hanya mengaruk tengkuknya.

"Aku sih fine-fine aja."

Reana melotot, tangannya bersedekap menatap Alunada sengit.

"Kakak baru tiba loh, kamu malah pergi sama nenek."

"Ya udah kita sama-sama aja ke sana" usul Alunada yang segera mendapat penolakan cepat Sergio.

"Nenek hanya minta kamu, kalo Reana ikutan itu berarti Papa sama mama tinggal berdua." ungkapnya merangkul bahu Reana seakan menahan gadis itu agar tetap di rumah. Alunada yang melihatnya sepintas merasa iri, dia juga ingin dirangkul seperti Reana.

"Bukan tinggal, Pa. Tapi sekali-kali jalan-jalan. Atau kenapa gak suruh aja nenek ke sini. Kan lumayan tuh, dibanding nenek di kampung." Alunada memperjelas maksud kalimatnya tadi agar Sergio tidak semakin salah paham.

TRAP!Where stories live. Discover now