- 24

33 28 0
                                    

"yang ini bukan?" tanya Nala dengan mata penasaran.

Ibunya kemudian tampak fokus memandang layar handphone Nala, memperhatikan foto yang ditunjukkan oleh anaknya itu.

Hening sejenak.

"Iya, itu Ivan" ucap ibunya,

Benar ternyata dugaan Nala, bahwa ini adalah Ivan yang sama dengan Ivan yang me ngajar di sekolah adiknya.

"Anjir lah plot twist macam apa ini, masa iya selama ini sering liat di sekolah cuma ga pernah nggeuh itu Ivan yang sama sih" keluh Nala sembari mematikan layar handphone nya itu.

Sementara ibunya hanya tertawa "gimana lho Na, wong sering ketemu masih ga tau yang mana Ivan. Dia itu juga keluarga kita lho Na, walaupun silsilahnya lumayan jauh" jelas ibunya.

Mendengar hal itu, Nala langsung menepuk jidatnya.

Iya lagi jancuk, pantesan dia tahu nama gue - ucap Nala membatin.

✦ ✦ ✦

Usai dengan percakapan penuh plot twist itu, Nala kemudian masuk ke kamarnya, tentu saja untuk mengabari Karin temannya.

"RIN RIN, LU TAU GA SIH" teriak Nala tepat satu detik setelah Karin mengangkat telponnya.

"Apa weh apa, bentar Na, gue ambil cemilan dulu" teriak Karin dari ujung telpon itu.

Inilah yang dinamakan teman bangke, tiap gue mau cerita, dia selalu siap siap mengambil cemilan, coba dengerin dulu apa yang mau gue omong - umpat Nala dalam batinnya.

"Sudah Naa, sekarang apa, apa yang mau lu ceritain" ujar Karin sembari menghampirinya telponnya dengan membawa satu cup popcorn.

"Jadi gini, lu tau kan Ade gue yang namanya Putra itu. Yang masih SD, nah dia kan SD swasta, terus gue dulu emang inget kalo ada guru yang namanya Ivan ngajar disana sebatas nyari pengalaman sih keknya, dan sekarang emang berhenti karna dia siap siap buat kuliahnya semester akhir." ucap Nala.

"He'em, lalu?" balas Karin sambil mengunyah popcorn, juga menyimak suara Nala dari salam telpon.

"Lalu, ternyata itu Ivan yang smaa dengan guru PPL yang ngajar olahraga kita, Rinn"

"ANJIER , MANA BISA GITU ANJIR, SUMPAH PLOT TWIST BENER" teriak Karin sama kagetnya dengan Nala.

Untung dia sudah menelan popcorn nya sebelum Nala mengucapkan kalimat itu, jadi Karin tidak perlu menghadapi badai tersedak.

"Iya anjui, terus gataunya, masih keluarga gue juga"

"Bejirrr cok, terus gimana lu setelah tau hal ini?" tanya Karin penasaran dengan respon Nala dan apa yang akan temannya itu lakukan selanjutnya.

"Ya gatau sih, gue masih shock aja untuk sekarang. Cuma kedepannya, ntahlah, apa gue titip aja ya ucapan perpisahan gue ke kak Ivan?" tanya Nala.

"Ya boleh boleh aja sih Na, gue rasa kak Ivan juga ga bakalan keberatan atas itu." ucap Karin.

"Tapi apa lu ga mau gunain kesempatan ini buat nanya ke kak Ivan, tentang si Elzan?, bukan ngedeketin, cuma lebih ke tanya tanya aja, dia orangnya gimana, gitulah. Ya lu pasti paham apa yang gue maksud, Na. Lumayan di backing orang dalem" sambung gadis itu dari balik telpon.

"Gatau sih Rin, ntahlah. Gue juga masih bingung, apa gue harus se-berjuang itu dengan perasaan gue, sementara udah jelas jelas, kalo gue dan dia gabakal bisa sama sama." ucap Nala yang memang sudah sadar diri dari awal bertemu,

Jujur saja, gadis itu sudah menjaga perasaannya sekuat mungkin untuk tidak jatuh terlalu dalam. Tapi yang namanya perasaan, tidak pernah bisa dicegah.

Meskipun sudah sudah berusaha untuk tidak jatuh cinta terlalu jauh, nyatanya Nala tidak bisa. Tiap kali tatapan mereka bertemu, detik itu juga Nala jatuh cinta semakin dalam.

"Ya ga ada salahnya berusaha, Na" balas Karin yang terdengar prihatin dengan kalimat yang pesimis dari Nala.

Mereka berdua pun larut dalam pikirannya masing masing, terutama Nala, yang masih bingung harus berbuat apa dengan plot twist ini, apakah harus berjuang atau menjauh. Ntahlah.

Nala kemudian membuka percakapan lagi, dengan topik yang berbeda. Gadis itu nampak sudah tidak ingin membahas hal ini lagi.

Alhasil dia dan Karin membahas hal lain, hingga beberapa menit berlalu, dan Karin menutup telpon karna ada urusan lain di luar.

Setelah mematikan handphonenya, kini Nala merebahkan diri di atas kasurnya. Sambil menatap langit langit kamar.

Nala tidak tahu, yang ada dipikirannya sekarang adalah kenyataan bahwa besok sekolahnya diliburkan meskipun masih hari Sabtu.

Karna Senin akan diadakan acara hari santri, jadi semua murid akan libur dua hari menjelang hari itu.

Apapun yang terjadi hari ini, yang penting Nala libur dua hari kedepan.

Hanya itu yang berusaha Nala pikirkan untuk sedikit mengecohkan pikirannya yang cukup berantakan dengan berbagai plot twist hari ini.

✦ ✦ ✦

Dua hari berlalu, hari libur memang terasa begitu cepat.

Nala kini kembali bersiap untuk menghadap hari Senin, dimana mereka akan mengadakan evvent hari santri.

Kalo tidak salah akan ada lomba hari santri nanti, ya begitu seingat Nala. Tapi gadis itu sama sekali tidak tertarik dengan semua bidang perlombaannya.

Jujur saja, Nala hanya bersemangat dengan evvent ini karna semua siswa fokus mengikuti dan menonton lomba saja, tidak perlu belajar.

Garis bawahi kata kata tidak perlu belajar, itu yang dicari Nala. Kapan lagi dia bisa bebas dengan tugas tugas berat di sekolah ini.

Senin pagi, upacara penyambutan festival hari santri akan segera dilaksanakan.

Seperti biasa, Nala kini berada di bari depan. Ntah sejak kapan dia menyukai baris depan, tapi bisa dipastikan sejak dia menyukai Elzan, dia selalu mengincar baris depan agar bisa melihat wajah Elzan dengan jelas.

Ya, setidaknya jika tidak diajar, dan tidak bertegur sapa, masih bisa melihat dari jauh setiap hari Senin.

Nampak disana semua murid sudah siap dengan barisannya masing masing. Sementara guru guru masih menyiapkan barisan, ada juga beberapa guru yang baru keluar berjalan dari ruang guru menuju ke arah lapangan. Semua guru nampak memakai setelan sarung untuk laki laki dan gamis untuk perempuan. Sangat nyantri sekali.

Sembari menunggu barisan guru siap, para murid sibuk mengobrol sendiri di barisannya, termasuk Nala yang menghadap ke belakang karna sibuk bergosip dengan Karin.

Tiba tiba saja Karin mengguncangkan bahu Nala dan mengisyaratkan kepada gadis itu agar segera menghadap ke arah depan.

Spontan Nala langsung berbalik badan, dan disana dia melihat seorang Elzan ikut memakai setelan sarung di hari itu, dengan peci hitam juga almet biru tua khas universitasnya itu.

Badan Elzan yang tinggi tegap, dia tampak mempunyai pesona tersendiri pada hari itu.

Hal itu benar benar membuat Nala rasanya ingin menjerit hari itu juga.

Saat laki laki itu keluar dari ruang guru, kemudian melintasi koridor untuk menuju ke barisan guru guru yang lain. Spontan Nala langsung menghadap kan dirinya ke arah belakang lagi. Karna dia tidak akan kuat jika harus melihat laki laki itu dari selurusan barisannya.

"Na, keknya dia sadar lu dibarisan ini, soalnya dia sempat liat ke arah sini tadi" ujar Karin yang tetap memperhatikan laki laki itu dari jauh.

"Diem, dia kan punya mata, jadi wajar aja dia liat ke arah manapun yang dia mau" ucap Nala menepis ucapan Karin, karna Nala gadis yang tidak suka memakan harapan dengan mengira ngira.

Emang boleh seganteng itu?? - jerit Nala dalam batinnya.

✦ ✦ ✦

Perasaan Nala [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora