Bagian 33 Bertemu Kama

Start from the beginning
                                    

Syaron menunggu Pirat, laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepalanya, matanya fokus kepada perempuan di depannya.

"Aku ..., em, kamu ..., eesst ...," dan Pirat sungguh mengalami kebuntuan dalam memilah kata dengan mata menyipit dan dahi berkerut. Syaron masih menunggu, laki-laki itu ikut kebingungan.

"Ck, eeem ..., mulai dari mana?"

Setelah mendengar ucapan Pirat, Syaron tersenyum senang. "Kita mendiskusikan hal-hal yang kita inginkan dari pernikahan ini, dengan catatan, jangan ada ego yang selangit. Musyawarah bersama dan menghargai perbedaan pendapat, bukankah itu terdengar bijaksana?"

"Pirat."

"Hei!"

Pirat tersadar dari lamunan ketika Syaron mengguncang bahunya.

"Apa?"

"Kamu melamun?"

"Tidak."

"Sedang memikirkanku?" ujar Syaron menggoda.

"Tidak." Padahal jelas-jelas Pirat memikirkan laki-laki yang kini duduk di sampingnya.

"Jangan bohong!" Syaron semakin menggoda.

"Maaf Mas, Mbak. Ini jadinya kita mau ke mana?" tanya Pak Munir menginterupsi.

Gusti, Pirat sampai lupa memberitahu, padahal mobil sudah berjalan jauh dan lama. "Ah, maaf Pak Munir." Pirat tersadar dan memberitahukan arah tujuan mereka.

Selang beberapa menit ditemani kemacetan yang sebenarnya tidak begitu padat kendaraan, mobil yang ditumpangi Syaron dan Pirat berhenti di depan sebuah rumah makan mewah. Keduanya masuk dan mencari Kama sesuai dengan yang laki-laki itu informasikan kepada sang kakak. Kama melambai kepada Pirat. Di samping laki-laki itu duduk seorang gadis tak berkerudung dengan wajah sedikit khas Tionghoa. Pirat dapat melihatnya dari kejauhan. Dengan senyuman, Pirat berjalan mendekati meja Kama diikuti Syaron yang mengekor di belakangnya.

"Aku kangen, Mbak." Kama memeluk Pirat setelah sang kakak sampai di dekatnya, laki-laki itu langsung berdiri dan menubruk Pirat. Kama melepaskan dekapannya, lalu beralih kepada laki-laki di dekat Pirat. Syaron tersenyum melihat kakak-beradik yang saling melepas rindu. "Ini mas iparku, kan?" Kama memberikan cengirannya, "Mas Syaron, betul!" tebaknya, Syaron mengangguk disertai senyuman, lalu mendekap sekejap sebagai salam ala pria.

"Dan kenalkan, Sarala, temanku." Kama memperkenalkan gadis yang datang dengannya.

Ketika Pirat merasa dunia terlalu main-main dengan memiliki nama yang sama. Syaron terjekut bukan main, ternyata dunia begitu sempit. Tak kalah terkejutnya ketika tadi Sarala melihat Syaron, ternyata laki-laki itu adalah suami dari kakak perempuan Kama.

Syaron tertawa sumbang melihat Sarala, "Haha-haha," telunjuknya terangkat mengarah kepada Sarala, "Sarala Wicaksana," ujarnya begitu saja.

***

"Jadi, Sarala temannya Kama?" tanya Pirat pada akhirnya, mereka berempat sudah duduk dan menunggu makanan datang.

"Iya, aku teman Kama, panggil saja Sarala," Sarala menjawab disertai senyuman kecil.

"Mbak Pirat juga kenal?" tanya Kama kepada sang kakak. Pirat menggeleng sebagai jawaban.

"Aku kenal sama kakak ipar kamu," ujar Sarala sembari melihat Syaron dengan tatapan tak sedap. Menurutnya, wajah culas dan menjengkelkan milik Syaron memang sangat tidak sedap dipandang. First impression-nya terhadap Syaron sungguh tidak baik. Jika mengingat lagi pertemuannya dengan Syaron, Sarala mendadak kesal lagi.

Kama melirik Syaron dan Pirat secara bergantian setelah melihat Sarala. Dia sendirian di sini yang tidak paham situasi. Tidak ada yang berniat menjelaskan kepadanya, lebih baik dia tanya nanti saja kepada Sarala.

"Mbak Pirat pernah keliling Indonesia buat menjajaki kuliner di negeri ini?" tanya Sarala kepada Pirat, gadis berwajah Tionghoa itu tahu hal tersebut dari Kama tentu saja.

Syaron sungguh terlongong mendengar Sarala memanggil Pirat dengan sebutan 'Mbak'. Laki-laki itu hampir menyemburkan minuman yang kebetulan baru datang dan langsung diminumnya. Untung saja minumannya tidak muncrat ke wajah menjengkelkan Sarala. Ekspresi terkejut Syaron membuat Sarala yang merasa sedang diolok-olok, melirik Syaron dengan tatapan menusuk Saralat permusuhan.

Pirat berdeham menyadari tatapan antara Sarala dengan Syaron yang tidak Pirat ketahui alasannya, namun perempuan itu merasa tidak nyaman. "Tidak sepenuhnya. Aku belum pergi sampai ke pelosok negeri. Hanya beberapa daerah dengan makanan terkenalnya."

Pirat bangkit dari tempat duduknya. "Mau ke mana?" tanya Syaron.

"Toilet," jawabnya singkat.

Pirat ingin meredakan gemuruh di dalam dada. Pirat tidak suka situasi saat ini. Perempuan itu mengembuskan napas berat, kemudian membasuh wajahnya dengan air keran di wastafel. Sementara Pirat di toilet, di meja pesanan, Kama terpaksa undur diri karena ada telepon penting dari tim creative-nya.

Sepertinya Kama dari sana, tersisa Sarala dan Syaron. Sarala langsung mengembuskan napas berat, rasanya sungguh tercekat di tenggorokan. Sedangkan Syaron menyemburkan tawanya.

"Jadi, Mbak Pirat yang akhirnya menikah denganmu. Semoga wanita baik itu tidak sakit kepala setiap hari karena menikah denganmu," celetuk Sarala.

"Piat memang wanita baik, tidak seperti kamu yang hobi mengumpat dan berkata kasar."

"Kamu jangan sok tahu, ya. Hanya kamu orang yang pernah aku umpati karena saking bikin kesal."

"Jadi, laki-laki yang kamu cintai itu adik iparku?" Syaron mengangkat sebelah alisnya, memicingkan mata.

"Jangan sok tahu kamu."

Syaron berdecak, "Kamu memang tidak sopan, memanggil istriku dengan sebutan 'Mbak', sementara memanggilku kamu-kamu."

Sarala mendelik, "Terserah padaku. Lagi pula aku tahu harus kepada siapa bersikap sopan."

"Kama ke mana?" Pirat kembali dan segera duduk. Membuat obrolan kedua orang di sana terhenti. Pirat merasa sedikit canggung, perempuan itu berpikir bahwa dia berlebihan karena tidak suka melihat Sarala dengan Syaron berdua. Ditambah lagi pembahasan di Kediaman Soeryoningrat kemarin malam juga menyinggung soal Sarala.

"Ada telepon," jawab Syaron.

"Kamu kenal Kama sudah lama?" tanya Pirat beralih kepada Sarala, mencoba bersikap biasa saja.

Dengan seyumannya, gadis itu menjawab, "Kama teman SMA-ku, Mbak. Sempat saling tak ada kabar, tapi sudah dua tahun ini kami berhubungan lagi. Kama endak sengaja datang ke studioku sama tim creative-nya. Tapi selama lost contact, aku tetap tahu kabar Kama dari sosial media, dia jadi vloger terkenal tenyata," jawab Sarala diakhiri tawa ringan, wajahnya berbinar ketika menceritkaan perihal Kama.

Pirat mengangguk, dia berusaha bersikap natural, meskipun merasa aneh mengobrol dengan mantan calon istri suaminya, akan tetapi hal itu seharusnya bukan masalah yang patut dikhawatirkan. Lagi, Pirat berusaha mengendalikan diri.

"Kamu punya studio?"

"Iya, studio galeri. Sering ada event, dan dari sana juga kali pertama Kama datang."

"Dia suka sama adik kamu."

Pirat menoleh kepada Syaron yang duduk di sampingnya, merasa terkejut. Sementara Sarala sudah ketar-ketir merasa malu, perempuan keturunan Tionghoa itu melotot dan memberikan tatapan setajam pisau yang baru diasah kepada Syaron.

"Siapa yang suka sama adiknya Mbak Pirat?" tanya Kama tiba-tiba datang.

Mampus!


***

Gimana gimana??? kasih komentar spesial Kama dan Sarala dooooong hehe

Jangan lupa spam nama Syaron dan Pirat buat lanjutttttttttt.

Ketika Kita Bertemu Lagi [End]Where stories live. Discover now