Bagian 22 Adhisti dan Cintanya

407 46 12
                                    

Bismillah.

Assalamu'alaikum.....

Halo Pembaca Syapir ❤️

Maaf baru update, aku lupa 🥺

Sebelum baca, tekan bintang duluuuu dan jangan lupa masukkan cerita ini ke reading list yaaaa 🥰

Bantuin promosi ceritanya ke teman-teman, saudara, keluarga ya gays 🤗

Happy reading!

Bagian 22 Adhisti dan Cintanya

"Tidak ada yang salah. Setiap orang berhak menentukan orang yang ingin dicintainya. Cinta bukan perasaan hina, Pirat. Setiap manusia, punya hak untuk merasakannya, sekalipun ditunjukkan pada seseorang yang tidak seharusnya. Kesopanan hanya perilaku hina untuk menutupi kebejatan manusia. Banyak orang bersandiwara dengan kesopanan hanya untuk menjaga martabat."

-Syaron-

Pirat menggeleng, "Adhisti mencintai kamu ... dia tidak terima kita menikah ... dia tidak percaya dengan pernikahan kita ... dia mengancam bunuh diri karena tidak terima," Pirat mengeja setiap maksud dari kalimat yang tertulis di ponsel Syaron dengan napas tercekat. Seperti ada yang sedang mecekiknya dengan tangan berotot. "Adhisti mencoba bunuh diri karena pernikahan ini?"

Rasanya, Pirat masih sulit menerima kenyataan yang ada. kenyataan bahwa Adhisti begitu mencintai sepupunya sendiri, bahkan rela mati untuk Syaron. "Ini enggak masuk akal ...," Pirat menggumam. Perempuan itu mendudukkan dirinya di bangku taman, Syaron ikut duduk, menghadap serong, melihat Pirat.

Syaron hendak meraih tangan Pirat, tapi laki-laki itu mengurungkan niatnya, "Jangan sampai Eyang dan semua orang tahu masalah ini," katanya.

Pirat menoleh menatap Syaron dengan wajah skeptis dan terkejut, "Terus buat apa bilang masalah ini padaku?" Jika Syaron melarang semua orang untuk tahu, lalu yang Syaron lakukan sekarang memangnya lelucon macam apa? Pirat mengembuskan napasnya.

"Aku tidak mau kamu salah paham nantinya. Kita enggak tahu hal nekat apa lagi yang bakal Adhisti lakukan."

Pirat berdeham, menegakkan posisi duduknya, "Lalu, setelah kamu tahu perasaan Adhisti, tanggapanmu?" tanya perempuan itu dengan santai, pandangannya menatap ke depan.

Melihat respon santai Pirat, membuat laki-laki itu menyenderkan punggungnya, dan ikut menatap ke depan, mengembuskan napas dengan teratur.

Syaron mengharapkan Pirat cemburu, tapi itu mustahil terjadi.

Laki-laki itu tersenyum kecut, "Tidak ada yang salah. Setiap orang berhak menentukan orang yang ingin dicintainya. Cinta bukan perasaan hina, Pirat. Setiap manusia, punya hak untuk merasakannya, sekalipun ditunjukkan pada seseorang yang tidak seharusnya. Kesopanan hanya perilaku hina untuk menutupi kebejatan manusia. Banyak orang bersandiwara dengan kesopanan hanya untuk menjaga martabat."

"Bukannya memang itu tujuan seseorang berlaku baik?" Pirat tidak sampai dengan maksud Syaron.

Pirat tidak sadar bahwa dirinya sedang disindir. Syaron tersenyum geli, laki-laki itu kembali berdeham. "Aku akan kembali ke dalam, dan tetap di sini menemani Pakde Koeswan sama Bude Tya. Kamu pulang dengan yang lain." Setelah mengatakan itu, Syaron meninggalkan Pirat di taman dengan pikiran berkecamuk.

Perempuan itu tersenyum kecut, "Jadi dia tidak masalah dengan perasaan Adhisti?" matanya berair karena terlalu lama tidak berkedip, ditambah angin yang semakin kencang. Rintikan gerimis yang semakin besar turun dengan cepat. Suara gemuruh juga semakin keras. Dengan langkah pelan, Pirat kembali masuk ke rumah sakit, membiarkan bajunya sedikit basah.

Ketika Kita Bertemu Lagi [End]Where stories live. Discover now