Bagian 18 Lingkaran di Jari Manis Pirat

379 56 48
                                    

Assalamu'alaikum.

Buat temen ngabuburit sama buka puasa nih hehe.

Gimana puasa hari keduanya? Lancar ga?

Semoga lancar sampai hari terakhir ramadhan ya, aamiin.

Terima kasih yang sudah vote dan komen. Yang belum, aku tunggu 😊

Really, guys so much. Vote dan komen kalian sangat berarti buat penulis :D

Bantu share juga ceritanya ke teman, saudara, keluarga, suami, istri, dan lain-lain.

Happy reading!

Bagian 18 Lingkaran di Jari Manis Pirat

“Makasih, Janet. Biar aku lihat dulu.” Pirat bergegas ke dapur, takut Syaron membuat ulah. Dan begitu sampai di dapur, yang di dapatinya cukup membuat Pirtat mematung. Sahil sedang berhadapan dengan Syaron. Keduanya menampilkan wajah tak sedap dipandang.

“Syaron!” Pirat menghampiri laki-laki yang kini berstatus sebagai calon suaminya. “Kamu enggak bilang kalau mau datang?” perempuan itu sebisa mungkin tersenyum, karena kini banyak pasang mata memperhatikan mereka. Terutama para koki, karena jika di restoran, dapur adalah tempat yang lebih sering Pirat pijak.

“Kejutan,” jawabnya, juga disertai senyum. Kalau laki-laki itu jelas senyum asli, tidak seperti Pirat yang diyakininya hanya bersandiwara alias senyuman penuh dusta.

“Kita bicara di ruanganku,” ucapnya, lalu gadis itu beralih kepada orang-orang di dapur, “semuanya, aku tinggal dulu.” Semua orang mengangguk, “Sahil, aku titip restoran, mungkin aku bakal langsung pulang,” katanya kepada Sahil.

Pirat membawa Syaron ke ruangannya, wajahnya sudah tak sedap dipandang. Mood-nya kian melonjak menjadi begitu buruk karena kedatangan Syaron. Diembuskannya napas lelah ketika keduanya sampai di ruangan.

“Ada apa?” tanya gadis itu tanpa basa-basi.

“Aku bilang kejutan, Pirat,” kata Syaron, kakinya berjalan menuju sofa, lalu duduk di sana, dengan santai menyenderkan punggungnya, lalu melepas kancing jasnya.

Syaron tersenyum mendapati wajah masam Pirat yang kini masih berdiri, menatap laki-laki itu dengan tajam. “Kalau tidak ada urusan yang penting, lebih baik kamu pergi,” ujarnya datar, penuh usiran. Pirat tidak mau emosi, seharian ini dia sudah lelah wara-wiri kesana kemari untuk menyiapkan pernikahan yang tidak diinginkannya.

Syaron tidak menggubris, laki-laki itu merogoh saku jasnya, mengeluarkan kotak beludru, lalu membukanya. Diletakkannya di ata meja. “Ini untuk kamu.”

Pirat menatap sebuah cincin putih dengan berlian. “Untuk apa?” tanyanya.

“Anggaplah ini cincin lamaran dariku, biar lebih terlihat meyakinkan semua orang, termasuk koki tadi, siapa? Sihal? Sial?” Syaron menaikkan alisnya, bertanya kepada Pirat penuh ejekkan. Jelas dia tidak lupa, dia hanya sedang kesal saja kepada koki itu.

“Sahil.”

“Ah, Sahil. Dia jelas meragukan bahwa kita akan menikah.”

“Omong kosong!” Pirat berjalan menuju meja kerjanya, lalu duduk di bangku, “kamu baru saja bertemu Sahil, bagaimana kamu tahu dia tidak mempercayai rencana pernikahan kita?” Pirat membuka map di atas meja.

“Kamu pikir aku tidak tahu siapa laki-laki itu?”

Pirat mendongak, “Maksudnya?”

“Laki-laki yang menaruh rasa dan perhatian lebih sama kamu.”

Ketika Kita Bertemu Lagi [End]Where stories live. Discover now