Bagian 32 Cemburu Itu Ada Seninya

338 42 34
                                    

Assalamu'alaikum.

Dilihat dari judul babnya, siapa yang cemburu kira-kira?

Jangan lupa bantu vote dan berikan komentar sebanyak-banyaknya ya wankawan Syapir😍

Aku selalu baca komen-komen kalian, senaaaaang banget rasanya masih ada yang setia baca cerita KKBL ini. Terima kasih Pembaca Syapir tercinta 🐝

Sori for typo. Happy reading!











Bagian 32 Cemburu Itu Ada Seninya

Kehidupan setelah menikah memang sangat berbeda dengan sebelum Pirat menikah. Ketika dulu dia sebelum menikah, jika sepulang dari restoran nyaris tengah malam, dilanjut dengan bersih diri dan istirahat, kini hal itu sudah tidak bisa lagi Pirat jadikan sebagai kebiasaan. Kini, dia tinggal di rumah suaminya, dimana makan malam dan sarapan sudah menjadi adat di kediaman ini. Maka, mau tidak mau, Pirat setidaknya harus pulang sebelum makan malam. Dengan dalih, menghargai dan menghormati adat dan pemilik rumah, dan demi menjunjung tinggi martabat kedua orang tuanya.

Ketika seorang anak perempuan bertingkah laku baik atau buruk, hal pertama yang muncul di pikiran orang-orang adalah stigma mengenai didikan orang tua. Orang-orang akan bertanya-tanya, apakah orang tuanya tidak bisa mendidiknya? Atau, seberapa benar orang tua mendidik anak-anaknya?

Yang Pirat lakukan ketika sudah tidak bisa sepenuhnya lagi berbakti kepada orang tuanya, adalah dengan menjunjung tinggi martabat dan harga diri orang tuanya. Dia ingin menunjukkan kepada orang-orang––terutama keluarga terpandang Soeryoningrat––bahwa orang tuanya mendidik dia dengan benar. Pirat ingin menunjukkan bahwa orang tuanya tidak gagal dalam mendidik.

“Ayo.”

Suara Syaron menginterupsi atensi Pirat. Saat ini, mereka ada di kamar dan bersiap untuk makan malam. Pirat melirik Syaron yang memegangi lengannya dengan elusan ringan.

“Kamu benar-benar salat?” tanya Pirat. Dia belum bisa percaya jika Syaron benar-benar salat. Selain karena keyakinan laki-laki itu, lengannya juga belum sembuh karena masih harus memakai gips.

“Menurut kamu?”

Sudah sembilan kali Pirat bertanya mengenai topik yang sama, dan jawaban Syaron adalah memberikan pertanyaan balik. Hal itu benar-benar membuat Pirat kesal.

“Aku bertanya untuk yang kesepuluh. Kamu benar-benar salat asar tadi? Kalau iya, kenapa tidak salat magrib dan isya sekalian?”

“Kamu hanya menyuruhku untuk salat asar,” jawab Syaron dengan enteng.

Pirat bertambah kesal, tetapi sebuah tarikan membawa pikiran Pirat untuk kembali pada perkataan Syaron. Jadi benar laki-laki itu salat? Meskipun atas dasar permintaan Pirat.

Otak perempuan itu mendadak linglung.

“Sudah ayo, jangan sampai eyang mertuamu bikin geger karena cucu dan cucu menantunya telat datang buat makan malam.”

Syaron menarik Pirat, dan seolah segala pikirannya entah di mana, Pirat tidak sadar bahwa dirinya digandeng oleh Syaron menuju ruang makan.

Kedatangan mereka berdua mengalihkan atensi semua orang. Minus Eyang Hardian yang masih siap-siap untuk makan malam. Adhisti memandang keduanya dengan tatapan datar. Wanita itu tidak menyukai Pirat, sungguh.

Melihat Syaron dan Pirat duduk, untuk menghilangkan ketegangan yang masih menyelimuti––karena perkara pengakuan Adhisti yang mencintai Syaron––Pakde Koeswan tersenyum hangat kepada sepasang suami istri itu. “Pakde mau kasih tiket liburan buat kalian, luangkanlah waktu kalian berdua. Pakde mau lihat Syaron gendong bayi. Ibukmu juga pasti senang kalau punya cucu.” Pakde Koeswan mengangsurkan dua tiket liburan untuk Syaron dan Pirat.

Ketika Kita Bertemu Lagi [End]Where stories live. Discover now