28 - Tegaki

364 38 2
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

Langit jingga sudah nyaris sepenuhnya dipeluk oleh kegelapan saat rombongan yang membawa Rezel berhasil melewati Pue terluar

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Langit jingga sudah nyaris sepenuhnya dipeluk oleh kegelapan saat rombongan yang membawa Rezel berhasil melewati Pue terluar. Namun perjuangan mereka  masih belum sampai disitu, setelah lolos dari serangan Laeng, kini mereka masih harus berjuang menuju Pue ke dua yang melindungi desa.

Penerangan yang semakin minim tak bisa menjadi halangan untuk menghentikan langkah mereka. Dikawal oleh beberapa Tegaki yang datang dari dalam desa, Lapa, Tu Gora dan Elina terus berlari membelah tengah hutan yang terasa semakin mencekam.

Hingga seorang Tegaki yang menjadi penunjuk jalan memelankan langkahnya dan berhenti, awalnya mereka pikir Pue sudah di depan mata namun rupanya ada alasan lain yang membuatnya berhenti.

Di depan sana yang hanya berjarak beberapa meter sudah ada De Nahu dan putranya, Tagu. Sepertinya mereka sudah menunggu sejak tadi melihat betapa bosannya kedua wajah itu sekarang dan Nahu yang malah menguap lebar tanpa beban.

"Kenapa lama sekali?" De Nahu bersuara lebih dulu, senyum liciknya terpatri saat memandangi tubuh lemah yang Lapa bawa. "Dia masih hidup 'kan? Kalau sudah mati tidak ada gunanya kami di sini."

Lapa sempat dibuat tertegun saat bersitatap dengan sosok Tagu yang ia pikir tewas pada kecelakaan besar tempo hari. Rupanya teman masa kecilnya itu masih hidup walau telah kehilangan tangan kirinya.

"Siya' nagahati so manu ka Laeng. (Dia pasti memberikan tangannya untuk Laeng)." Seorang Tegaki yang berdiri di samping Lapa berujar sembari mempersiapkan anak panahnya.

Namun sebait kalimat dengan nada datar itu rupanya berhasil membuat Lapa membatu. Sedikit tak percaya namun saat melihat satu Laeng berjalan pelan menghampiri Tagu, ia meyakini bahwa ucapan Tegaki itu bukanlah omong kosong. Seumur hidupnya, Lapa tak pernah melihat Laeng bersikap setenang itu, biasanya mereka akan mengejar membabi buta dan menyerang siapa saja.

Tapi mengendalikan Laeng bukanlah hal mudah, bahkan nyaris mustahil untuk dilakukan. Hanya orang dari keluarga De dengan tingkatan ilmu yang paling tinggi yang bisa melakukannya, juga membutuhkan perantara. Mereka harus mengorbankan bagian anggota tubuhnya untuk dimakan oleh makhluk itu agar mereka bisa menanamkan energi mereka padanya.

Dan Lapa tidak pernah menyangka bahwa anak yang dulu selalu dikucilkan karena lemah, menjadi orang pertama yang berhasil mengendalikan Laeng.

"Kami tidak akan menyerang kalau kalian menyerahkan anak itu sekarang," suara De Nahu menginterupsi, membuyarkan lamunan Lapa.

Reze na paramOù les histoires vivent. Découvrez maintenant