26 - jalan buntu

354 30 9
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

Ghali langsung pulang saat mendapat telpon dari Lapa bahwa kondisi Rezel semakin memburuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Ghali langsung pulang saat mendapat telpon dari Lapa bahwa kondisi Rezel semakin memburuk. Rangkaian pekerjaan dan meeting yang harusnya dilakukan ia tinggalkan begitu saja. Mengendarai mobil secepat mungkin hingga akhirnya sampai dikamar Rezel dengan napas memburu.

"Rezel sudah tidur, sudah baikan juga," sahut Lapa saat melihat Ghali berjalan masuk.

Seolah tak mendengar apa yang Lapa ungkapkan, Ghali masih tetap ingin memastikannya sendiri. Mulai mengecek suhu tubuh hingga memeriksa deru napas putranya yang kali ini terasa normal. Di detik itu akhirnya Ghali bisa merasa lega, sepanjang perjalanannya untuk pulang ia tak bisa bernapas dengan baik, dadanya sesak seolah-olah oksigen disekitar menghindarinya.

Lalu pandangannya yang mengedar menangkap bercak darah pada seprei, seketika Ghali mencelos. Membayangkan betapa menderitanya Rezel merasakan sakit seorang diri membuatnya merasa tidak berguna.

Sembari menggenggam tangan putranya, Ghali terus saja menatap wajah terlelap itu yang beberapa hari ini tak ia temukan. Sebelumnya ia selalu mendapati Rezel mengeluh sakit dalam tidurnya, ditambah desisan tak nyaman yang selalu anak itu keluarkan membuat siapapun merasa iba. Tapi kini, wajah damai itu bisa kembali Ghali saksikan walau nyatanya hal itu tak juga membawa ketenangan yang utuh. Masih banyak kekhawatiran lain yang merayap masuk ke dalam hatinya.

"Ada yang mau Dawi' bicarakan. Lebih baik Pak Ghali pergi dulu, biar saya yang menemani Rezel di sini." Lapa berujar pelan setelah mengingat perintah Elina untuk memberitahu Ghali jika lelaki itu pulang.

Mendengar hal itu, Ghali sontak mendongak menatap pada Lapa. "Dimana Elina?"

Lapa berpikir sejenak. "Sepertinya di kamar."

Dengan itu Ghali beranjak, keluar dari kamar Rezel dan berjalan menuju kamarnya yang tertutup rapat. Saat membuka pintu, sayup-sayup terdengar tangisan Elina yang kini duduk membelakanginya. Dari tempatnya berpijak bisa ia lihat jelas bagaimana bahu wanita itu nampak gemetar membuat nyali Ghali menciut, rasanya ia ingin tetap berdiri di ambang pintu sebab merasakan ada hal buruk yang akan telinganya dengar jika langkahnya terus berlanjut.

Namun tangis pilu Elina di sana sepertinya butuh peredam, wanita itu butuh kekuatan darinya maka dari itu ia segera menghampiri, duduk bersama kemudian mengusap pundak wanitanya dengan lembut. "El, aku udah di sini."

"Aku salah. Aku hampir aja bunuh Rezel."

Ghali mengernyit dalam. Tangannya turun, berganti menggenggam satu tangan Elina dengan erat. Ia memilih untuk tidak bertanya, Ghali akan menunggu wanitanya siap untuk menjelaskan. Melihat wajah sembabnya saja Ghali tak tega, ia tak mungkin tega memaksa jika sekiranya Elina masih belum siap untuk membagi keresahannya.

Reze na paramWhere stories live. Discover now