04 - kerasukan

846 76 0
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.


"Kenapa dengan matamu?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kenapa dengan matamu?"

"Kamu pikir dengan merubah penampilanmu kami tidak akan mengenalimu? Nyonya Adyatma?" Tanya Kuswan penuh intimidasi, lelaki berjaket hitam itu terus menatap Elina buas, seperti menemukan mangsa yang sudah dinanti-nanti sejak lama. Lalu ia menyeringai, melanjutkan ucapannya. "Saya sudah lama memperhatikan gerak-gerikmu dan memastikan bahwa kamu memang mangsa kami."

Elina mengepal kuat, ia pikir setelah 20 tahun meninggalkan identitas aslinya ia tidak perlu lagi bersembunyi dari para pemburu seperti mereka ini. Tapi ternyata salah, mau sejauh apapun ia pergi mereka akan tetap mengenalinya.

"Kau berkhianat?" Elina bertanya pada seseorang yang berdiri paling belakang, manik mata berwarna cokelat terang itu sangat Elina kenali. 

Satu lagi lelaki yang memakai masker mendekat, Romi namanya. Ia mengendus tubuh Elina dengan penuh nafsu. "Wanginya bahkan sama," ucapnya lalu tertawa renyah.

"Kalian mau apa sekarang?" tanya Elina pelan, ia berdiri membelakangi mobil karena tak ingin Rezel menyadari raut ketakutannya yang pasti tercetak jelas.

"Pake nanya. Tentu saja kami butuh darahmu, dagingmu, tulangmu dan bagian berguna lainnya," jawab Romi ringan tanpa beban. 

"Tidak bisa. Suamiku bukan orang sembarangan, dia bisa nangkap kalian dan yang paling buruk dia bisa menghabisi kelompok mu!"

"Wow! Suami yang hebat tapi saya tidak peduli. Kami bisa menghabisimu tanpa jejak, jadi lebih baik ikut saja sekarang," sahut Kuswan tak peduli. Dengan kasar ia menarik lengan Elina untuk ikut dengannya tapi wanita itu malah menyentak dan lagi-lagi melayangkan ancaman.

"Saya serius. Kalian memang bisa bunuh saya hari ini juga tapi saya bisa pastikan kalau saya adalah korban terakhir kalian."

"Tolong, nyonya Adyatma! Kalau kamu tidak mau anakmu kami bawa juga--" Kuswan menjeda kalimatnya, lalu lelaki jangkung itu menunjuk ke arah mobil dan melanjutkan. "--Lebih baik menurut dan ikut kami sekarang!"

Elina tak berkutik saat orang-orang itu menyeretnya masuk ke dalam bangunan tua yang usang.

Namun baru selangkah kakinya menapak dilantai bangunan itu, ia memaksa berhenti. "Kasih saya waktu. Sebentar saja. Saya mau bicara dengan anak saya," pinta Elina. Ditatapnya ketiga lelaki itu penuh harap agar mereka merasa iba dan membiarkannya untuk sekedar berpamitan atau mungkin menemukan jalan lain setelah berbicara dengan Rezel.

Reze na paramWhere stories live. Discover now