25 - sekarat

469 36 1
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.

.

.

.

Rezel tak pernah tahu seperti apa rasanya sekarat, tapi bisa kah ia berpikir bahwa kini tubuhnya sedang berada difase itu?

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Rezel tak pernah tahu seperti apa rasanya sekarat, tapi bisa kah ia berpikir bahwa kini tubuhnya sedang berada difase itu?

Entah sudah berapa malam ia terjaga, tak bisa tidur karena sakit yang tidak memberi jeda untuknya. Bahkan kini remaja lelaki itu merasa fungsi paru-parunya sudah sangat menurun, tiap kali menarik napas ia merasa ada ribuan jarum yang menusuk dadanya dari segala sisi, ditambah setiap persendiannya terasa ngilu saat digerakkan dan juga punggung serta kepala yang rasanya seperti dihantam benda tumpul berkali-kali membuatnya ingin menangis. Sampai Rezel bingung harus mengeluhkan sakit yang mana dulu, semuanya sama, membuatnya kesusahan dan kini hanya bisa berbaring tanpa memakai baju.

Selain itu, sudah banyak tegukan yang melewati kerongkongan sampai perutnya kembung, tapi rasa haus abadi itu tak juga enyah dan semakin memperparah keadaannya. Terlalu merepotkan karena ia harus bolak-balik ke toilet, beruntung kini dia tidak lagi sendirian. Ayah, Bunda dan Lapa selalu bergantian menemaninya di kamar.

"Minum," sahut Rezel memandang sayu kearah Lapa. Padahal belum 10 menit yang lalu ia menghabiskaan segelas air, tapi kini tenggorokannya kembali kering seolah tak dialiri cairan apapun seharian. Rezel bahkan harus melewatkan sarapan dan makan siang karena tak ada lagi tempat untuk makanan di dalam perutnya.

Pala membantu Rezel minum dengan sedotan, sebab remaja itu tak mampu lagi untuk duduk. Sebagai gantinya ia telah menyusun bantal dan membuat Rezel berbaring dengan posisi setengah duduk agar saat minum seperti ini Rezel tidak tersedak.

Lagi-lagi Rezel menandaskan air dalam gelas. Mengundang rasa khawatir yang semakin besar di dalam hati Lapa. Diamatinya wajah Rezel yang semakin kehilangan rona, mengingatkannya pada mendiang istri yang telah menggoreskan luka batin dikehidupannya.

Go Lapa sedikit menyingkirkan rambut Rezel yang menutupi keningnya. Lalu ia menempelkan handuk basah untuk mengompres, berharap bisa menurunkan suhu tubuh Rezel. Sensasi panas begitu langsung saat telapak tangannya bersentuhan langsung dengan kulit Rezel, Lapa semakin merasa ini tidak wajar.

"Rezel, bisa kamu jujur sama Ujak?"

Rezel menggulirkan tatapannya pada Lapa. "Iya."

"Kamu pernah ngelakuin sesuatu tanpa Ujak tahu?" Lapa bertanya dengan hati-hati sembari tangannya mengelap keringat pada leher remaja itu.

"Enggak," jawab Rezel dengan suara yang terdengar semakin lemah. Matanya memejam rapat saat pandangannya terasa berputar.

Lapa menghela, walau sebenarnya tak puas dengan jawaban singkat itu ia akhirnya tetap memilih mengangguk.

Reze na paramWo Geschichten leben. Entdecke jetzt