02 - Perdebatan kecil

1K 84 7
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.
.
.
.

Setelah kejadian yang menghebohkan kemarin, kini Razel harus mendekam di rumah karena luka-luka dari kecelakaan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah kejadian yang menghebohkan kemarin, kini Razel harus mendekam di rumah karena luka-luka dari kecelakaan itu. Bukan sikut atau lututnya yang perih, ternyata pinggangnya jauh lebih sakit dan baru ia rasakan semalam. Padahal kemarin ia hampir tidak merasakan apa-apa.

Rezel duduk di atas tempat tidur, bersandarkan bantal yang Elina susun sedemikian rupa agar pinggangnya merasa nyaman. Bosan bermain dengan ponsel, kini ia mulai melirik seonggok manusia yang juga berbaring dikasurnya. Masih tertidur lelap padahal ini sudah hampir siang.

Awalnya Ghali tidur membelakangi Rezel, lalu tiba-tiba dia membalik tubuhnya dengan gerakan yang terbilang cukup rusuh hingga tangannya tanpa sengaja mendarat di lutut Rezel yang terluka.

"Ayah!!" 

Pekikan Rezel memenuhi kamar saat itu juga. Membuat Ghali tersadar dalam hitungan detik.

"Kenapa? Hah?"

Jika memukul orang tua tidak berdosa, ingin sekali Rezel memukul wajah Ayahnya sekali saja.

"Tangan Ayah kena luka aku!" Geram pemuda 17 tahun itu pada Ayahnya. Sialnya Ghali terlihat tidak merasa bersalah, bahkan kini ia menguap lebar di depan wajah Rezel.

"Kamu tuh bikin kaget aja. Masa begitu doang udah jerit-jerit, kayak anak perawan kamu Zel." Ghali berujar santai sembari menarik selimut dan merapatkan gulingnya untuk kenyamanan sempurna.

Saat ini seharusnya Ghali sedang berada ditempat kerja, tapi lelaki yang notabenenya pemalas itu menjadikan Rezel alasan agar Elina tak mengoceh panjang lebar untuk menyuruhnya bekerja.

Padahal yang ia lakukan hanya tidur, Rezel sampai harus ke kamar mandi sendirian karena tidak bisa membangunkan Ghali yang tidurnya sampai mendengkur.

"Ayah harusnya ke kantor, bukan malah enak-enakan di sini." Rezel bergumam setelah hening cukup lama di dalam ruangan bernuansa abu-abu miliknya.

"Ayah 'kan bosnya. Suka-suka Ayah dong. Kerja di rumah juga bisa kok, nggak melulu harus ke kantor."

Rezel melirik Ayahnya yang masih terpejam. Ghali dan guling sudah sudah seperti magnet, menempelnya awet.

"Kalo niatnya tidur di sini buat nemenin aku, ya seenggaknya bisa kali bantuin aku kalo ke toilet," cibir Rezel. Perlahan ia beringsut, berniat turun dari tempat tidur karena hasrat untuk buang air kecil sudah tidak tertahan.

"Kamu takut ke toilet sendiri?" Ghali bertanya dengan satu mata terbuka paksa. Yang bisa ia lihat sekarang hanya punggung Rezel yang duduk membelakanginya.

"Bukan takut ke toilet, tapi susah! Ngerti nggak sih? Ini aku lagi sakit, mau jalan tuh susah! dan Ayah di sini tapi nggak bantuin sama sekali."

Mendengar amukan kecil putranya, Ghali langsung terbangun. Bisa gawat jika Rezel mengadu pada Elina. "Ya udah, tunggu Ayah bantuin."

Reze na paramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang