24 - akibatnya

360 33 1
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.
.
.
.

Setelah pagi ini Rezel membuka mata dengan tubuh yang terasa remuk disetiap sisi, ia akhirnya menyadari satu hal, bahwa bangun dipagi hari dengan tubuh segar adalah kenikmatan yang patut selalu disyukuri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah pagi ini Rezel membuka mata dengan tubuh yang terasa remuk disetiap sisi, ia akhirnya menyadari satu hal, bahwa bangun dipagi hari dengan tubuh segar adalah kenikmatan yang patut selalu disyukuri.

Sekarang sudah jam 7 pagi, terik matahari pun sudah mulai memenuhi kamarnya dari jendela yang terbuka. Tapi remaja itu sama sekali tak berniat untuk bangkit dan bergegas bersiap untuk ke sekolah. Ia hanya duduk, mengusap wajah kemudian mengusap dadanya saat merasakan denyut menyakitkan di dalam sana.

Perlahan, meski terasa berat Rezel tetap memaksakan dirinya untuk bangkit dari tempat tidur. Ada hasrat ingin buang air kecil yang harus segera dituntaskan, namun saat tubuh itu sudah berdiri sempurna sebuah sengatan menyakitkan dari kaki menjalar ke pinggang membuatnya limbung hingga nyaris meluruh jika saja kurang sigap meraih nakas sebagai tumpuan.

Rezel memejam kuat, menikmati kesakitannya seorang diri. Lalu saat merasa sedikit lebih baik, ia kembali melanjutkan langkahnya. Pelan dan hati-hati, ia meraih apa saja yang bisa menjadi pegangannya untuk segera sampai ke toilet atau dia akan membiarkan celananya basah seperti anak kecil.

Tak lama setelah Rezel menutup pintu kamar mandi, Elina datang. membawa sarapan untuk Rezel yang langsung ia letakkan di atas nakas. "Zel, kamu di toilet?"

"Iya."

Awalnya Elina ingin diam saja menunggu anak itu kembali, namun suara gaduh dari barang-barang yang jatuh di dalam toilet membuatnya khawatir. "Zel, kamu nggak apa-apa?"

Tidak ada sahutan, hal itu membuat Elina mulai gusar. Dengan cepat ia beranjak, namun saat langkahnya sudah tiba di depan kamar mandi, pintu itu juga terbuka dan Rezel keluar dengan tertatih-tatih. Melihat putranya yang kesusahan Elina tentu saja tak tinggal diam, ia segera memapah Rezel hingga kembali ke tempat tidur.

"Mau minum dulu?" tawar Elina yang langsung diangguki oleh Rezel. Kemudian satu gelas air langsung tandas dalam beberapa tegukan.

Rezel meletakkan gelas kosongnya di atas nakas setelah selesai membasahi kerongkongannya yang semula kering, lalu kembali mengatur napasnya yang memburu setelah menghabiskan banyak tenaga hanya untuk berjalan dari toilet ke tempat tidur. Sungguh, jaraknya memang dekat tapi Rezel merasa baru saja melewati hamparan duri tajam yang menusuk kedua kaki yang perihnya menyebar naik sampai ke ubun-ubun.

"Kenapa nggak minta tolong Bunda tadi? Panggil aja, Bunda pasti denger kok."

"Aku bisa sendiri," balas Rezel singkat lalu pandnagannya mengedar, menangkap sepiring nasi goreng yang wanginya cukup mengugah selera. "Bunda, tolong ambilin."

"Mau disuapin nggak?"

Rezel menolak. Kedua tangannya masih kuat untuk sekedar menyuap, kalau terlalu dimanja bisa-bisa tambah sakit. "Bunda masih ada kerjaan 'kan? Aku nggak apa-apa kok. Nanti piringnya aku bawa ke dapur."

Reze na paramWhere stories live. Discover now