18 - takdir sial?

371 35 7
                                    

Nama tokoh, tempat kejadian dan konflik cerita ini hanya fiktif belaka.

.
.
.
.

Hujan di ibu kota sore itu semakin deras, membawa angin yang menggoyangkan dahan pohon diluaran sana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hujan di ibu kota sore itu semakin deras, membawa angin yang menggoyangkan dahan pohon diluaran sana. Namun riuhnya gemuruh hujan juga tak cukup meredam segala kata-kata risau yang sejak tadi Rezel ucapkan berulang kali.

"Aku takut dipenjara."

Pelukan hangat Elina sudah menemani sejak beberapa menit yang lalu, rentetan kalimat penenang dari tiga orang di sana pun nyatanya tak bisa membawa ketenangan untuk remaja itu. Semua percuma, Rezel tetap ketakutan setelah tahu kasus yang melibatkan Pak Pandu yang saat ini masih dalam kondisi kritis akan segera diserahkan pada pihak polisi.

"Ayah bakal bicara sama keluarga Pak Pandu. Kamu nggak perlu mikirin itu." Ghali menghela napas. Lalu berjalan ke sisi brankar, lantas menarik Elina untuk mengurai pelukannya.

Kini bisa dilihat dengan jelas ada gurat kecemasan yang memenuhi wajah remaja itu. Kedua tangan yang sebelumnya memeluk sang Bunda kini beralih meremat selimut dengan kuat hingga buku-buku jari tangannya memutih.

"Zel, lihat Ayah." Ghali menundukkan diri, menopang tubuhnya pada tepi kasur yang Rezel tempati. "Ayah selalu nepatin janji 'kan sama kamu?"

Rezel mengangguk setuju. Namun segera alisnya menukik dalam sekejap. "Tapi yang ini beda sama yang sebelumnya Yah. Aku dorong Pak Pandu bukan karena dia mau nyelakain aku. Justru Pak Pandu ngelakuin tugasnya di sana, dia lagi kerja dan aku yang mau bolos. Gimana aku harus ngejelasin ini sama mereka nantinya?"

"Bukan kamu yang jelasin, tapi Ayah."

Sepasang Ayah dan anak itu hanya saling menatap untuk beberapa detik setelahnya. Kemudian berakhir saat Rezel lebih dulu berpaling.

"Ayah sebenarnya udah bosen ngomong ini. Tapi kamu beber-bener harus tenang, Zel. Nggak perlu khawatir dan mikirin masalah ini. Semuanya biar Ayah yang urus. Kamu fokus aja buat pemulihan kamu biar cepat sembuh terus pulang ke rumah."

Rezel mengusap wajahnya, ia lelah bahkan saat tidak melakukan apapun. Jika bisa ia juga tidak mau memikirkan masalah ini dan bersikap masa bodo membiarkan Ayah mengatur semuanya hingga selesai. Tapi rasa bersalahnya pada Pak Pandu terlalu besar untuk diabaikan.

Masalah penculikan itu juga sempat membuat heboh jagat maya. Membuat Ayahnya kewalahan, waktu istirahat Ghali yang tidak seberapa terus terkikis untuk membereskan masalah yang ia buat. Lalu harus seberapa jauh lagi ia merepotkan Ayahnya?

Namun Rezel juga tidak punya kuasa untuk melakukan apapun. Untuk duduk sendiri saja ia masih kesulitan, apalagi untuk bergerak sendiri mengurus semua keributan yang terjadi.

"Yang Ayahmu bilang udah bener. Lebih baik kamu istirahat sekarang. Udah dari tadi kamu mencak-mencak. Pasti capek 'kan?" Sahut Elina dengan senyum lembutnya.

Reze na paramWhere stories live. Discover now