28

1.1K 96 0
                                    

📍Amerika, 07:12 -

Mark dan Haechan tengah tidur dengan begitu lelap di dalam kamar hotel, mereka bahkan memeluk satu sama lain.

Suara panggilan telepon yang masuk pada ponsel Haechan berhasil membuat Mark terbangun dengan sedikit meringis.

"Chan, ada telepon," ucap Mark serak suara khas bangun tidurnya.

"..."

Tampaknya pemuda berkulit karamel itu tengah tertidur lelap, membuat Mark dengan terpaksa mengangkat panggilan masuk tersebut.

"Nak Haechan sekarang lagi ada di mana?"

"Siapa?"

"Eh? Harusnya saya yang bertanya sama kamu. Kamu siapanya Haechan? Kenapa ponsel anak didik saya ada sama kamu?"

"Saya dosen pembimbingnya selama di Amerika. Haechan baik-baik saja, kan?"

"Uhm ... Saya temannya. Dia baik-baik aja. Sekarang dia lagi tidur di samping saya."

"Syukurlah kalau ternyata dia baik-baik aja."

"Saya minta tolong bilang pada Haechan, penerbangan kita untuk kembali ke Swiss dipercepat."

"Barang-barangnya sudah di packing oleh Zarae. Jadi, tolong minta dia langsung saja ke bandara, ya?"

"Penerbangannya saat jam setengah sembilan nanti."

"Ya."

Mark langsung memutuskan panggilan telepon itu dengan malas, lalu dia membangunkan pemuda yang tengah memeluknya itu dengan begitu erat.

"Bangun, Chan."

"Uhm ... Echan masih ngantuk banget, Mark..."

Mark tersenyum gemas saat mendengarkan suara rengekan dan manja Haechan.

"Dosen lo nelpon dan bilang kalau lo bakalan ngambil penerbangan jam setengah sembilan nanti. Sekarang udah jam tujuh lewat. Lo lambat dua detik aja langsung ditinggalin pesawat," jelas Mark.

Haechan yang mendengar itu langsung membulatkan mata dengan lebar.

"Gimana bisa penerbangannya dipercepat?! Kamu bahkan tahu kalau dari sini ke bandara itu makan waktu hampir satu jam!" kesal Haechan.

Haechan dengan cepat terduduk dan berniat untuk mandi, tetapi pergelangan tangannya ditahan dengan cepat oleh Mark.

"Ke bandara bareng gue," ucap Mark.

"Hum ... Barang Echan?" tanya Haechan.

"Barangnya udah disiapin sama teman lo. Lo tinggal langsung ke bandara aja kata dosen lo," jelas Mark.

"Ya udah. Echan mandi dulu biar nggak telat banget," ucap Haechan.

"Bathup bareng."

Kalimat yang baru saja keluar dari mulut Mark berhasil membuat Haechan kaget dan menatap pemuda beralis camar itu dengan tatapan kaget tak percaya.

"Enak aja kamu main ngajak mandi bareng! Nanti yang ada kita nggak bakalan sampai bandara cepat. Yang ada nanti aku ketinggalan pesawat!" balas Haechan.

Mark tak mengindahkan penjelasan Haechan, dan memilih untuk menarik pemuda itu agar masuk ke kamar mandi bersamanya. Ya, langsung masuk tanpa membawa handuk sedikitpun.

Bagi Mark, itu akan membuang waktu bila mereka mencari letak handuk di hotel itu. Mengingat kalau mereka berdua punya kebiasaan menyimpan handuk sembarangan.

Usai mengisi bathup dengan air hangat, Mark langsung menurunkan Haechan dengan hati-hati di sana, setelah itu dia duduk di belakang Haechan.

Akhirnya mereka berdua mandi bersama. Benar-benar mandi bersama tanpa melakukan adegan intim seperti apa yang kalian bayangkan.

•••

📍Bandar Udara Internasional John F. Kennedy

Haechan dan Mark tengah berjalan di lobi bandara menuju pesawat yang akan digunakan oleh Haechan nantinya.

"Ingat apa kata gue. Langsung telepon gue kalau udah sampai di Swiss," peringat Mark.

Haechan menganggukkan kepalanya dengan cepat sebagai jawaban, lalu dengan penuh rasa sayang dia memeluk tubuh kekar milik Mark.

Mark tak berhenti mencium kening pemuda berkulit karamel itu. Dia menciumnya berkali-kali seakan-akan ciumannya itu merupakan sebuah energi untuk Haechan.

"Haechan!"

Mark dan Haechan refleks menoleh ke arah sumber suara.

Haechan melepaskan pelukannya pada tubuh Mark dan berniat untuk menghampiri Zarae yang memanggilnya.

"Biarin dia yang datang ke sini," ucap Mark.

Haechan mengangguk ragu sebagai jawaban, sedangkan Zarae langsung berlari kecil untuk menghampiri teman satu timnya itu.

"Siapa?" tanya Zarae.

"Ini Mark, Kakaknya Jeno. Dia-"

"Gue calon suaminya," potong Mark sebelum Haechan menyelesaikan ucapannya.

Wajah Haechan langsung merona saat mendengarkan ucapan Mark.

"O ... Oh. Kenalin, gue Zarae, teman Haechan," ucap Zarae sambil mengulurkan tangannya ke arah Mark.

"Dia mantannya Nana," ucap Haechan.

Mark tersenyum saat mendengarkan ucapan Haechan.

"Ayo ke pesawat sekarang sebelum lo telat penerbangannya," ajak Mark sambil menarik lembut pergelangan tangan Haechan.

Zarae yang melihat itu menghela nafas kesal karena merasa tidak suka dengan kakak Jeno itu. Bagi Zarae, Mark orangnya cuek dan juga tidak tahu sopan santun. Lihat saja, dia tadi berniat untuk berjabat tangan dengan Mark sekaligus berkenalan agar dia memiliki banyak teman di luar negeri. Tapi, pria itu bahkan tak perduli dengan tangannya yang dia ulurkan dan memilih untuk abai tanpa memperkenalkan dirinya juga.

Mark dan Haechan sekarang berjalan menuju pesawat sambil bergenggaman.

"Jangan terlalu akrab sama cowok lain selain gue sama Papa lo. Gue nggak suka dan gue cemburu," ucap Mark.

Haechan mengangguk malu sebagai jawaban untuk mengikuti apa yang dikatakan oleh pujaan hatinya itu.

Mark menghentikan langkah kakinya, sedangkan Haechan juga ikut berhenti sambil mengangkat tangannya untuk menatap Mark yang memang sedikit lebih tinggi darinya.

Mark menurunkan pandangannya sambil menatap pemuda berkulit karamel yang berhasil membuat dirinya bimbang akan perasaannya sendiri.

"Gue nggak tahu pasti sama perasaan gue. Tapi, gue janji kalau gue bakalan berusaha buat balas perasaan lo."

Mark mencium lembut kedua belah bibir berbentuk hati itu, begitupun dengan sang submisif yang dengan lembut membalas ciuman memabukkan itu.

Mereka berdua berciuman tanpa peduli dengan orang-orang yang menatap ke arah mereka. Mereka hanya ingin melakukan sesuatu yang bisa melepaskan rindu mereka.

Mark menyudahi ciuman mereka secara sepihak, lalu dia menarik tubuh Haechan dengan lembut untuk masuk ke pelukannya.

"Baik-baik di sana," ucap Mark sedikit berbisik lalu mencium Haechan dengan penuh kasih.

- 🏛️🏛️🏛️ -

Lost Contact | MarkHyuckWhere stories live. Discover now