Part 10

527 48 6
                                    

Akhir semester tinggal seminggu lagi. Tugas-tugas ujian akhir sudah mulai diberikan. Banyak mahasiswa yang semakin sering mengunjungi perpustakaan untuk menyelesaikan laporan. Ada juga yang belajar untuk ujian lisan maupun tertulis.

Di tengah kesibukan itu, aku malah menghabiskan banyak waktu di rumah. Para siswa punya akses online untuk hampir semua buku yang dibutuhkan, sehingga aku tidak perlu susah-susah ke kampus. Hanya saja, banyak mahasiswa lebih nyaman mengerjakan tugas ujian mereka di kampus kecuali beberapa mahasiswa sejenis denganku. Aku merasa lebih tenang mengerjakan laporan-laporan akhir di ruangan yang sepi.

Karena sudah lelah mengerjakan tugasku, aku menoleh ke arah langit barat yang kelam. Tidak ada matahari sama sekali. Kecewa dengan pemandangan itu, aku mengambil coat lalu keluar apartemen. Ryan masih di kampus mengerjakan projeknya sehingga aku sendirian di rumah. Kesendirian itu ternyata terasa menyedihkan. Pantas saja Ryan ingin aku lebih sering pulang.

Sesampainya di lantai dasar apartemen, aku sudah merasakan udara yang semakin dingin. Ketika membuka pintu, rasa dingin itu semakin menusuk. Meski tidak begitu nyaman, aku berjalan menuju taman terdekat untuk mencari udara segar. Setelah melewati taman, aku akan sampai di gedung fakultas tempat Ryan belajar. Dia mungkin masih sibuk, tetapi tidak ada salahnya jalan-jalan di sekitar situ. Kalau dia belum juga keluar ketika aku tidak lagi kuat menahan dingin, aku akan pulang.

Setelah melewati setengah perjalanan, aku bertemu Xavier yang sedang membagikan selebaran. Di sebelahnya, ada Alisha yang membantu. Mereka bersama dengan beberapa mahasiswa lain terlihat tidak dipengaruhi udara dingin, membuatku iri. Ujian sudah dekat tetapi Xavier dan Alisha sempat-sempatnya melaksanakan kerja sosial. Aku semakin iri.

"Hey, Lan. How are you doing?" sapa Xavier sambil melambaikan tangan.

"So so. It's too cold," jawabku.

Xavier tertawa kecil. "Pasti sulit untuk orang tropis sepertimu." Dia kemudian memberikan selembar selebaran tentang acara kebudayaan.

Aku menerimanya lalu membaca. Ternyata potluck party dan acara dansa seusai minggu ujian. Acara itu tidak cukup menarik untukku.

"Thanks," kataku meski aku tidak akan datang.

Setelah itu, aku menyusuri jalan sambil memperhatikan sekeliling. Meski ada banyak mahasiswa asing, tidak banyak yang akrab denganku. Orang Indonesia tidak suka bergaul dengan orang yang jelas-jelas gay, sementara orang barat lebih suka bergaul ketika minum alkohol bersama. Satu-satunya pergaulan yang bisa aku masuki adalah lingkar pertemanan Xavier yang tidak mempermasalahkan ketidakmampuanku meminum alkohol.

"Lan," panggil seseorang tiba-tiba. Suara rendah familier itu membuat seluruh tubuhku merinding. Dengan takut-takut aku menoleh ke belakang. Tidak jauh dariku, seorang laki-laki berdiri santai sambil menatapku dengan sepasang mata hazel. Rambut bergelombangnya tertata rapi sehingga dia terlihat lebih dewasa dibanding ingatanku tentangnya.

***

Satu jam sebelumnya...

Ryan baru saja keluar dari gedung fakultas ketika orang yang paling tidak ingin dia temui, muncul di hadapannya. Melihat Bian yang duduk santai di salah satu bangku taman, dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi kalut. Orang ini akhirnya datang juga.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Ryan ketus. Matanya melirik tangan kiri Bian dan melihat jam tangan yang identik dengan jam tangan Fadlan. Rasa cemasnya langsung meningkat.

"Aku cuma mau mengobrol. Kamu nggak perlu panik," ujar Bian.

Mereka kemudian mencari tempat yang lebih privat. Ryan sebenarnya bertanya-tanya kenapa Bian malah menemuinya dan bukannya langsung mendatangi Fadlan. Apa yang sebenarnya dia inginkan?

RYVAN 3 - The Past and The Future (Pembully Itu Ternyata Jatuh Cinta Padaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang