A Glimpse of the Shadow (1)

324 34 5
                                    

"Itu tidak mungkin," gumam Skyla sambil menahan napas.

Meski hanya bertemu sekali. Namun, pertemuan terjadi beberapa hari yang lalu hingga mustahil baginya untuk lupa juga. Postur tubuhnya yang tinggi dengan rambut pirang sedikit bergelombang serta mata birunya. Selain itu pemuda itu juga mengendong selempang kamera. Pemuda asing yang kini bersamanya saat masih kecil itu adalah Arran Spencer.

Masalahnya adalah Arran yang ditemuinya beberapa hari lalu persis sama dengan Arran yang dilihatnya saat ini. Kemiripannya terlalu mustahil untuk disebut Kakaknya atau ayahnya. Meski bisa jadi orang itu saudara kembarnya. Namun, kalaupun saudara kembar atau semacamnya seharusnya sosoknya tidak sama lagi. Arran tidak mungkin berubah padahal sudah bertahun-tahun berlalu.

Skyla menggigit bibir. Dia akan menemui pemuda itu dan bertanya padanya saat bianglala ini sampai di bawah. Untuk turun hanya perlu beberapa menit lagi, jadi harus bersabar. Selama itu, dia meliat sosok pemuda itu berbicara dengan dirinya saat masih kecil dan memberikan tiket untuk naik wahana. Tapi, kalau dulu ada orang yang sempat memberikan tiket padanya, kenapa dia tidak ingat sama sekali?

Dia benar-benar harus memastikannya saat turun nanti. Tidak masalah kalau dirinya terjebak di masa lalu atau semacamnya. Toh, masa depan juga tidak lebih baik.

Debaran jantungnya menanjak naik ketika akhirnya bianglala sampai di bawah. Namun, saat Skyla membuka pintu dan bergerak turun, semua hal yang dilihatnya di atas tadi tidak ada lagi. Semuanya kembali seperti semula. Komidi putar lawas yang tadi dilihatnya sudah menghilang berganti dengan tipe baru. Sosok-sosok orangnya juga berbeda. Skyla mengucek mata berulang kali, tetapi pemandangannya tetap sama. Sosok dirinya saat masih kecil serta seseorang mirip Arran yang berdiri di dekatnya juga menghilang. Seolah-olah dia hanya diizinkan melihat dari kejauhan tetapi tidak diperkenankan untuk mendekat atau menyentuh.

Tapi, bagaimana kalau bianglala itu adalah metode untuk melihat ke masa lalu? Bagaimana kalau dia diizinkan untuk melihatnya lagi saat menaiki bianglala lagi?

"Oke, aku akan pastikan sekali lagi," katanya sambil bergerak ke arah tiket.

Berbekal keyakinannya soal bianglala dia membeli satu tiket untuk naik lagi. Jantungnya berdebar-debar ketika bianglala yang dia tumpangi kembali bergerak naik. Saat benda itu makin ke atas, pemandangannya tetap sama.

"Please, semoga yang tadi kulihat memang benar ada" bisiknya.

Skyla meneguk ludah ketika mesin permainan itu kini mulai meluncur turun. Dia mencoba menatap area komidi putar itu lekat-lekat karena tidak ingin melewatkan hal sekecil apa pun. Skyla juga ingin memastikan kalau yang dilihatnya bisa diulang kembali meski hanya halusinasi.

Namun, sampai komidi putar itu bergerak ke bawah, hal yang dilihatnya tadi tidak muncul lagi. Skyla mengucek mata, mengerjap bahkan sampai menepelkan wajahnya di kaca pembatas untuk menatap lebih dekat. Hanya saja, semua usahanya sia-sia. Komidi putar model lama serta bayangan dirinya bersama seorang pemuda yang tidak asing itu tidak pernah muncul lagi bahkan sampai bianglala itu akhirnya berhenti.

Skyla kecewa, tetapi dia menolak untuk menyerah. Dia membeli tiket lagi untuk naik bianglala. Dia terus naik dan naik hingga langit yang semula terang berubah menghitam. Namun, ternyata dia tidak melihat lagi hal yang dicarinya. Bayangan yang tadi dilihatnya hanya seperti halusinasi yang hanya muncul sekelebat.

Skyla memutuskan untuk naik sekali lagi sebelum harus pulang. Setidaknya dia tidak akan menyesal kalau pulang nanti. Bianglala baru bergerak naik ketika rasa nyeri di dadanya kembali muncul. Rasa sakit yang pasti muncul setelah berkencan. Rasa sakit yang tidak tertahankan hingga rasanya nyaris mati. Dia merasakannya selama enam hari terakhir, tetapi tidak membuatnya merasa lebih terbiasa.

Nyeri yang muncul seperti membelah kepalanya dan memecah jantungnya. Skyla meremas dadanya. Napasnya tersengal sementara keringat dingin mengucur deras. Seharusnya tubuhnya sudah beradaptasi hingga dia bisa menahan rasa sakitnya. Namun, ternyata tidak ada manusia yang terbiasa dengan rasa sakit. Rasa sakit itu tetap menyakitkan.

Skyla bersandar ketika pandangannya memburam. Air mata meleleh di pipinya. Mungkin dia tidak akan mati dan rasa sakit itu akan mereda seperti biasa. Namun, matanya mulai menggelap. Skyla hanya bisa pasrah ketika suara bising berdengung di telinganya. Suara jeritan kini menggema. Ah, mungkin bianglala yang ditumpanginya bermasalah seperti waktu itu.

Eh, waktu itu?

Skyla menarik napas ketika menatap sekeliling. Taman bermain ini begitu cerah dan penuh keriangan. Anak-anak berlarian ke sana ke mari, tertawa dan berteriak dengan gembira. Suasana yang riuh rendah terisi dengan aroma popcorn dan gula-gula kapas dari kios-kios di sekitar.

Tepat di tengah-tengah taman bermain, terdapat rollercoaster yang menjulang tinggi. Banyak anak yang berteriak kencang saat menaikinya. Sementara itu, Skyla naik komidi putar yang berputar perlahan. Dia tertawa cekikikan saat berbicara dengan anak lelaki kecil yang duduk di sebelahnya. Anak lelaki berambut cokelat denga mata kucing cerah itu dengan semangat menceritakan soal boneka-bonekanya di rumah. Sementara Skyla tertawa pelan sambik melirik ke arah pemuda berkamera yang tadi membelikan tiket untuknya. Orang tuanya masih belum terlihat, tetapi Skyla tidak lagi memikirka mereka.

Saat dia dan anak lelaki itu mengobrol. Tiba-tiba suara bisik terdengar. Skyla dan anak lelaki kecil itu mendongak, bingung mencari sumber suara tersebut. Ketika mereka menoleh ke arah rollercoaster, mereka melihat bagaimana rollercoaster tersebut bergoyang-goyang dengan ganas. Teriakan panik dari para penumpang di atas semakin memperparah situasi. Kereta yang bergerak cepat itu bergoyang dan meluncur dengan tak terkendali.

Semua orang di taman bermain mulai berhamburan, panik dan mencoba mencari tempat berlindung. Namun, komidi putar yang ditumpangi Skyla dan anak itu masih berputar. Skyla juga tidak bisa turun. Tempatnya terlalu tinggi, dia bisa jatuh. Dia takut.

"Sky!" ucap anak lelaki di sampingnya. Wajahnya sudah pucat pasi.

"Aku takut," kata Skyla. "Apa kamu tidak takut?"

Anak lelaki itu meraih tangan anak lelaki itu dengan lembut dan mencoba memberinya senyuman berani. "Aku juga takut. Tapi kita akan baik-baik saja. Kita harus tetap tenang."

Jantungnya berdebar kencang, dan rasa takut mulai menghampiri. Dia melihat ke bawah dan menyadari bahwa mereka masih terjebak di atas komidi putar yang terus berputar. Skyla tidak bisa turun tanpa risiko jatuh, dan tempatnya terlalu tinggi untuk melompat.

Ketika suara bising itu terdengar makin keras, seorang pemuda nekat menaiki pagar dan segera memanjat ke komidi putar.

"Pergi! Pergi dari sini!" teriak pemuda tersebut kepada Skyla dan mengulurkan tangannya untuk menariknya turun dari komidi putar.

Skyla baru meraih gtangan pemuda itu ketika dentuman keras dari rollercoaster yang semakin mendekat. Tepat ketika tangan mereka bersentuhan, dentuman tersebut begitu kuat. Skyla menjerit ketika mereka semua terhuyung.

Namun, kejutan berikutnya tiba begitu cepat. Komidi putar yang sebelumnya dinaiki Skyla dan anak lelaki itu tiba-tiba roboh dengan suara gemuruh yang keras. Skyla, anak lelaki itu dan pemuda itu terpental ke tanah. Skyla terhimpit tubuh pemuda yang memeluknya. Asap memenuhi udara membuat matanya memburam. Kepalanya juga sakit.

"Ken..." bisiknya sebelum semuanya menggelap.




Note:

First draft, jadi typo-typo diberesin nanti ya.

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang