Uninvited Guest

355 54 44
                                    

Sepulang dari Hampstead Heath, Skyla langsung menuju flat-nya. Dia tidak mampir untuk membeli makan dan memilih memesan saja dari rumah. Dia melakukannya karena ingin segera menyiram bunga anggrek dari Miles. Dia takut kalau bunga itu akan layu jika tidak segera disiram.

Sepanjang perjalanan, bibirnya terus mengulum senyuman dan matanya sesekali melirik kelopak bunga yang sebiru langit itu. Mungkin karena katanya bunga warna biru bisa memberikan ketenangan, Skyla jadi merasa lebih tenang hari ini.

Namun, ketenangan itu langsung menghilang dia sampai di deretan unit flat-nya. Seseorang tengah menunggu di depan pintu. Dia bisa paham kalau orang itu menunggunya di depan pintu, karena tidak ada lobi di gedung tua dan murahan ini. Akan tetapi, dia tidak bisa menerka alasan orang itu ada di sini karena orang ini adalah orang terakhir yang diharapkannya ada di sini—selain Nathan.

"Kamu baru pulang, Skyla?" Marlene kini tersenyum. Bukan benar-benar senyuman, karena perempuan itu hanya mengangkat sudut bibirnya. Bola matanya juga sedingin biasanya.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Skyla langsung. Lagi pula, pertanyaan yang diberikan Marlene tidak memerlukan jawaban.

"Memangnya salah kalau aku mengunjungi rumah baru putriku."

Putriku katanya. Sejak kapan wanita ini memperlakukannya sebagai anak?

"Tidak ada yang salah. Aku hanya tidak ada menemukan alasan kenapa kamu di sini?"

"Enggak perlu alasan, Sayang. Apa kamu enggak mau ngajak Ibu masuk ke dalam?" Marlene kini mengulaskan senyuman yang lebih manis.

Ada perasaan ganjil yang muncul ketika melihat senyuman itu. Dia juga bisa menolak permintaan perempuan itu, tetapi dia tahu kalau kemauan ibu tirinya ini sulit ditolak. Skyla bisa pergi, tetapi Marlene mungkin akan menunggunya pulang. Kalau hari ini Marlene gagal masuk ke flat-nya, maka perempuan itu akan mencobanya di lain kesempatan. Mungkin tabiat selalu ingin mendapatkan yang diinginkan milik Inez diturunkan dari ibunya. Jadi, rasanya akan lebih baik kalau menyelesaikan semuanya sekalian dan tidak lagi dihantui ketakutan.

"Masuklah!" katanya.

"Biar Ibu bawakan bunganya."

Skyla melirik sekilas lalu menggeleng. "Enggak usah, aku bisa kok."

Pada akhirnya, dia berhasil memasukkan kode pintu flat-nya dengan satu tangan. Bukannya dia tidak ingin dibantu, hanya saja rasanya dia tidak bisa percaya dengan bantuan perempuan itu. Apalagi kedatangannya tanpa undangan dan tidak jelas tujuannya.

"Mau minum apa?" tanya Skyla sambil berjalan masuk.

"Apa saja yang penting hangat."

"Kalau begitu, kamu bisa tunggu di sofa, aku akan buatkan."

"Baiklah, Sky. Makasih, ya," sahut Marlene sambil menyentuh pundak Skyla.

Sentuhan yang membuat Skyla bergidik. Mungkin dia berlebihan, tetapi rasanya jari-jemari perempuan itu menembus hingga tulang-tulang. Rasa tidak nyaman itu membuat Skyla buru-buru mengambil langkah panjang untuk menghindar. Anehnya lagi, senyuman Marlene tidak langsung pudar ketika Skyla menghindarinya. Perempuan itu lalu bergerak menjauh sementara suara heels stilletonya mengetuk lantai. Dia ingin mengingatkan Marlene agar tidak memakai sepatu saat masuk, tetapi memilih membiarkannya saja.

Skyla menaruh pot bunga anggrek pemberian Miles di meja, di dekat botol-botol larutan yag diberikan Canis. Setelah itu, dia melepas mantel dan menaruhnya di gantungan. Dia melirik Marlene yang kini duduk di sofa dengan senyuman yang tidak pernah lepas dari bibirnya. Setelah itu, Skyla ke dapur kecil yang ada di pojok ruangan. Dia mengisi teko dengan air dan menaruhnya di atas kompor.

"Flat kamu bersih, ya!" puji Marlene ketika Skyla membuka kemasan teh dan memasukkan ke dalam teko.

"Terima kasih, Marlene," katanya sambil mencoba tersenyum.

Sepertinya Marlene belum puas dengan hanya memuji Skyla saja, perempuan itu kini menatap sekeliling. Skyla diam saja, tetapi matanya tidak lepas dari sosok perempuan mencurigakan itu. Dia buru-buru memperbesar api kompornya agar air di teko mendidih lebih cepat. Rasanya dia tidak ingin membiarkan Marlene berlama-lama lepas dari pandangan.

Ketika akhirnya teh itu mendidih, Skyla mendesah lega. Dia langsung menuangkannya ke cangkir dan menaruhnya di atas nampan. Setelahnya, Skyla membawa nampan itu ke meja untuk diberikan pada ibu tirinya tersebut.

"Aku tidak punya camilan apa pun," katanya sambil mengangkat cangkir dan hendak mengulurkannya pada Marlene.

"Enggak apa-apa, Sky. Teh hangat saja sudah cukup kok," ucap Marlene masih setenang sebelumnya. Perempuan itu kemudian mengulurkan tangan untuk menerima cangkir pemberian Skyla.

"Sebenarnya kamu ada—arrgghh!!!"

Pertanyaan Skyla terputus ketika cangkir yang diberikan ke Marlene terlepas begitu saja dari tangan perempuan itu. Akibatnya, cairan yang mendidih itu mengenai tangan Skyla. Sensasi terbakar langsung membuatnya memekik.

"Aduh, maaf, maaf, Ibu enggak sengaja."

Skyla mengabaikan permintaan maaf dari Marlene dan memilih berlari ke dapur. Dia kemudian menaruh tangannya di bawah air yang mengalir untuk meredakan panas yang membakar kulitnya.

"Kamu punya kotak obat?" tanya Marlene tiba-tiba.

"Ada di meja."

"Oke, Ibu akan ambilkan."

Skyla belum sempat memberikan jawaban ketika Marlene bergerak ke arah meja—tempatnya menaruh pot bunga tadi. Tidak lama setelahnya, terdengar suara barang pecah. Mendengar suara itu membuat jantungnya berdebar lebih kencang. Kelopak matanya melebar seketika saat menyadari kalau Marlene menjatuhkan pot bunga anggrek pembelian Miles.

"Ya, ampun maaf, Sky. Ibu enggak sengaja, Ibu akan bersihkan."

"Enggak, biar aku saja."

Dia buru-buru mematikan kran air dan bergerak mendekati Marlene. Kali ini buka lagi firasat, Marlene jelas bukan membawa hal baik ke tempat ini dan Skyla tidak bisa membiarkan perempuan itu merusak bunga pemberian Miles. Dia langsung berjongkok untuk memungut bunga yang kini tergeletak di lantai.

"Bunganya enggak apa-apa, kan?"

"Iya, sepertinya tidak apa-apa, dia baik-baik saja," kata Skyla sambil mencoba meraih bunga yang kini terkulai begitu saja.

"Kalau begitu, baguslah."

Skyla lagi-lagi belum mengirimkan jawaban ketika pekikan lain terlontar dari mulutnya. Marlene kini menginjak punggung tangannya. Sol stilleto yang lancip itu kini menembus kulitnya dan memberikan sensasi nyeri yang membuatnya mengertakkan gigi. Keputusannya membiarkan perempuan itu memakai sepatu ternyata adalah keputusan yang salah.

"Ke—napa?" tanya Skyla sambil mendongak, matanya juga mulai berair.

"Kamu mau tahu kenapa?" Marlene menekan sepatunya lebih keras hingga Skyla kembali memekik pelan. "Kamu segitu gak tahunya dan segitu tidak pedulinya soal kondisi saudara kamu sendiri."

"Apa maksudnya? Apa hubungannya kepedulianku sama semua ini?" ucap Skyla sambil terus mencoba melepaskan tangannya.

"Gara-gara kamu Ines kehilangan mimpinya."

"Apa maksud kamu?"

Alis Marlene kini terangkat sedikit. Perempuan itu mengangkat sepatunya dari tangan Skyla. Namun, Skyla tidak bisa sepenuhnya mendesah lega karena Marlene kini ada di depannya.

"Gara-gara kamu, Ines lumpuh."

Lumpuh katanya. Itu enggak mungkin. Bagaimana bisa? Saudari tirinya yang super cantik dengan tubuh sempurna itu tidak mungkin kehilangan sebagian tubuhnya. Rasanya sulit membayangkan Ines yang selama ini aktif jadi anggota cheersleader dan bercita-cita menjadi penari itu mendadak lumpuh.



Note:

1. Draft pertama, jadi akan diedit nanti ya.

2. Selamat membaca

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang