Threat

969 136 19
                                    

Dulu, jantungnya akan berdebar ketika Nathan menatapnya lekat-lekat seperti sekarang. Memperhatikan bulu mata yang membingkai netra indahnya. Rasanya dia ingin semuanya berjalan dengan sangat lambat hingga dia bisa mendapatkan detail setiap gerakan pemuda itu. Dari kedipan mata, bibirnya yang tertarik ke atas hingga pelan-pelan membentuk senyuman serta surai cokelat hangatnya yang menempel di pelipis. Semua yang ada di dalam diri Nathan sangat indah hingga Skyla akan merelakan separuh otaknya untuk menyimpan semua hal tentang pemuda itu.

Skyla juga ingat kalau pipinya akan bersemu merah saat Nathan memegang tangannya untuk pertama kali setelah resmi berpacaran. Dia yang terlalu takut untuk melepaskan genggaman pemuda itu, padahal telapak tangannya berkeringat. Hal pertama yang terpikirkan saat itu adalah bukan soal dirinya yang tidak nyaman, tetapi jika Nathan sampai tahu kalau telapak tangannya basah maka pemuda itu akan jijik padanya.

Bersama Nathan membuat Skyla jadi tahu rasanya dicintai, diperhatikan dan diinginkan hingga tidak membutuhkan waktu lama sampai pemuda itu menjelma jadi dunianya. Semesta yang membuat Skyla akan dengan senang hati berotasi di sekitarnya. Ya, cukup Nathan dan dia akan bahagia. Namun, sekarang semuanya berbeda. Mata itu masih sama, tetapi Skyla tidak lagi nyaman ditatap. Tangan besar yang kini memegangi tepian pintu flat-nya itu lebih mengintimidasi ketimbang menenangkan. Skyla menarik napas berat, pada akhirnya semua hal tidak akan pernah sama jika perasaan yang menyertai itu hilang.

"Jadi, siapa dia, Skyla?" Nathan mengulang pertanyaannya, kali ini dia lebih terdengar menuntut.

Skyla mengembuskan napas berat lalu mendongak untuk menatap pemuda itu lekat-lekat. Jemarinya mengepal ketika Nathan menuntut penjelasan darinya, padahal baru baru bulan lalu pemuda itu melakukan hal buruk padanya dan membuatnya merasa tidak lebih dari sampah.

"Bukan urusanmu!" sahut Skyla ketus.

Nathan memiringkan kepala, keningnya berkerut. Ekspresi tidak percaya terpampang di wajahnya dan sudut bibirnya berkedut pelan. "Bukan urusanku?"

Mungkin Skyla hanya mengkhayal karena mengharapkan semua ini, tetapi Nathan bersikap seperti seorang pacar yang sakit karena diselingkuhi.

"Iya. Kita sudah putus—" Skyla mengangkat kedua alisnya. "Ah, kita enggak pernah jadian sejak awal. Jadi, semua hal yang kulakukan sama sekali bukan urusanmu, Johnson!"

Mata cokelat Nathan langsung membola. Dia membuka mulut dan terkekeh pelan. Entah mengejek atau apa, Skyla sendiri tidak tahu. Ketika tawa itu mereda, pemuda bersurai cokelat itu kembali menatapnya tanpa berkedip.

"Kamu sesombong ini karena sudah punya pacar kemarin itu, kan?" tanyanya.

Perkataannya itu membuat Skyla mengerti alasan Nathan mau repot-repot datang ke tempat ini. Ternyata pemuda itu masih terima soal kejadian kemarin. Melihat kelakuannya sekarang, Skyla benar-benar tidak percaya pernah jatuh cinta sampai mati pada pemuda menyebalkan ini.

"Sekarang aku tanya sama kamu, apa tujuanmu datang ke sini?" tanya Skyla sambil melipat tangan di depan dada. Dia benar-benar sudah kehabisan kesabaran menghadapi tingkah Nathan yang benar-benar tidak masuk akal.

"Aku cuma memastikan kalau kamu hanya membual. Pacar barumu itu tidak benar-benar ada, kan?" tandasnya.

"Oke, aku membual, puas? Jadi, lepaskan pintuku dan pergi dari hadapanku sekarang juga!"

"Ow, ow, santai, Sky. Kamu tidak perlu segalak itu!" Nathan masih belum menyerah rupanya. "Aku akan pergi kalau pacarmu itu datang."

Skyla menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Dia menurunkan tanganya "Dia akan datang jadi silakan pergi sekarang juga, Johnson!"

"Kamu ngusir?"

"Iya. Ada masalah?"

"Berani-beraninya kamu. Sudah bohong dan mengusirku juga!" ucap Nathan lagi dengan gelak tawanya.

Oh, ya Tuhan, kenapa harus begini sih?

Skyla memijat pelipisnya yang berdenyut, benar-benar pusing memikirkan jawaban yang paling tepat untuk mengusir pemuda itu secepatnya. Sikap Nathan yang benar-benar menyebalkan. Tabiat itu juga tidak pernah ditunjukkan olehnya selama ini. Nathan dalam ingatannya manis, baik dan menyenangkan, bukannya seperti ini.

"Lalu apa yang kamu inginkan dari, Johnson?"

"Aku ingin kamu membayar semuanya."

"Bayar apalagi?" Skyla bergerak mundur ketika Nathan mencondongkan tubuhnya mendekat ke arahnya.

"Semuanya. Kamu pikir semua yang kamu lakukan pada Ines itu adil? Kamu bersenang-senang di sini sementara Ines masih di rumah sakit, bukankah kamu harus melakukan sesuatu?"

"Memangnya apalagi yang harus kulakukan?" tanya Skyla putus asa.

"Bukankah sekarang seharusnya kamu sudah dipenjara. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kalau kau mendorong Ines dari balkon malam itu."

Tangan Skyla mengepal. Nathan tidak pernah tahu kejadian yang sebenarnya dan seenaknya menilai lalu meminta pertanggungjawaban. Nathan juga menganggap kalau dirinya patut dihukum karena hal yang tidak dilakukannya. Tetapi, kalau semua orang menudingnya suatu saat nanti, maka apa yang harus dilakukannya?

"Kalau memang kamu seyakin itu kenapa tidak lapor polisi?" Sebuah suara maskulin tiba-tiba terdengar.

Suara itu terdengar tidak jauh dari lokasi mereka berdiri. Seorang pemuda jenjang berpakaian serba hitam ada di sana. Surai merahnya dipotong pendek dan mata abu-abunya tidak terbaca hingga terkesan mengintimidasi. Karena membawa tas kertas dalam pelukan, Skyla tidak yakin kalau pemuda itu sedang berbicara padanya. Mungkin hanya sekedar menyela karena melihat seorang gadis dalam masalah. Dia hanya perlu memanfaatkan situasi ini dengan melarikan diri secepatnya. Dia sudah bersiap menarik pintu flat-nya dan meninggalkan mereka berdua di koridor ketika pemuda itu bergerak mendekat.

"Kantor polisi ada di dekat sini, kamu bisa segera lapor, Dude!" katanya sambil berjalan mendekat dan berdiri di samping Skyla yang masih kesulitan mencerna yang terjadi.

"Siapa dia, Sky?" tanya Nathan terdengar sama bingungnya. Matanya beralih beberapa kali dari wajah Skyla ke wajah pemuda asing yang mendadak ikut campur.

"Kenalin, aku pacarnya Skyla, Cael Price," ucap pemuda itu sambil menaruh tangannya di lengan atas Skyla dan menariknya mendekat. "Mungkin kamu mau laporin aku juga ke polisi."

Nathan terdiam. Mata cokelatnya tidak terbaca, tetapi sepertinya pemuda itu cukup gentar dengan gertakan yang dilancarkan pemuda asing yang baru saja datang itu. Sementara Skyla hanya bisa membeku di posisinya sambil mencoba menenangkan jantungnya yang berdebar kencang.

"Jadi, kapan kamu mau lapor?" tanya Cael lagi.

Nathan memutar bola mata, bibirnya menipis dan tangannya terkepal. Alisnya juga bertaut, jelas sekali kalau sedang marah. Namun, pemuda itu membisu dan langsung berjalan mundur dengan tatapan masih tertuju pada Cael. Nathan hanya mendengus lalu berbalik.

"Titip salamku juga untuk Kepala Polisi!" seru Cael ketika Nathan bergegas pergi menyusuri koridor.

Setelah mendengar perkataan Cael, Nathan langsung berbalik. Pemuda itu kemudian mengangkat jari tengahnya sambil melontarkan makian. Melihat kelakuannya membuat Skyla ingin mematahkan jari tangan Nathan sesegera mungkin. Namun, Cael sendiri hanya terkekeh pelan sambil menggeleng. Sepertinya tidak terganggu dengan kelakuan Nathan yang benar-benar tidak sopan.


Note: Draft pertama seperti biasa. Selamat membaca, semoga suka. Kalau bingung, jangan sungkan buat tanya^^

Btw, baru bikin grup wa khusus buat pembaca nih, buat ngobrol santuy saja sih atau nanti bisa deh kalau mau ada topik soal mental health atau topik yang seru.

Nama grupnya Jaspiner, kalau mau gabung boleh banget ya. Buat yang mau gabung, feel free to join us, di link ini ya: bit.ly/Jaspiner

atau klik link di bio aja ya.

My Boyfriend For TodayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang