DUA PULUH DELAPAN : Jangan Gaduh

503 101 0
                                    

Tim mudah tidurkalau lagi hujan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tim mudah tidur
kalau lagi hujan.
—Andira

⋇⋆✦⋆⋇ 

Kabarnya, ruang tengah rumah kami menjadi pilihan yang membuat tubuh Anan, Jo dan Kak Novan tidur di sana. Saat aku mengecek dari lantai dua, kulihat mereka sangat berantakan. Mama menyangui mereka dengan dua selimut, satu yang cukup untuk satu orang, dan satunya lagi punya ukuran besar buat dua orang. 

Namun, kulihat bagian Jo dan Anan tidak dibagi secara adil. Alias Anan mungkin ketiduran di atas sofa, tidak seperti Jo dan Kak Novan yang berada di atas kasur kecil yang sudah dijejerkan dengan rapi di lantai. 

Aku geleng-geleng melihatnya, dia cuma pakai sarung punya Kak Novan. Jadi aku mengambil selimut yang ada di kamarku dan berniat menyelimuti tubuh laki-laki itu. 

Pelan-pelan aku mendekatinya, lalu mulai menutupi bagian tubuh yang terbaring miring. Aku kemudian berjongkok di depan wajahnya, orang yang paling tampan sampai kapan pun ini sekarang milikku, wajahnya adem sekali. Enak dipandang bahkan secara awet-awet. 

Sampai suatu ketika, matanya terbuka memandangiku. Hampir aku terjungkal ke belakang kalau tangannya tak segera meraih tanganku. 

"Kenapa?" tanyanya dengan suara yang berat dan berbisik. 

Aku menggeleng. "Ganteng," kataku. 

Dia tersenyum. "Tidur sini," ajaknya seraya menarik tanganku. 

"Heh!" Aku berdiri dan menarik tangan, dan entah karena tersandung apa, aku jatuh ke lantai. 

Dengan hempasan yang kuat, juga mampu membuatku kebingungan kenapa jadi sesakit ini. Tapi semua hilang begitu saja saat aku melihat sekeliling. 

Di ruang tamu, tapi tanpa Anan dan juga Jo. Tubuhku juga ditutupi selimut, bahkan tanda-tanda makan seblak juga tidak ada. Aku melihat Kak Novan menertawaiku sambil main ponsel. 

"Mimpi apa lu?" tanyanya. 

"Hah?" Aku bangkit dan duduk di sofa. "Anan sama Jo mana?" tanyaku. 

"Beli seblaklah, masa lupa," jawab Kak Novan. 

"Lho? Bukannya sudah?"

Kak Novan memandangi sebentar, lalu dia tertawa lagi. "Sampai kebawa mimpi ya  saking pengennya makan seblak?" tanya. 

Aku menggeleng. "Enggak, enggak! Kita sudah makan, 'kan? Terus Kak Novan sama  ...."

"AHAHAHAHHA!" Kurang ajar, dia semakin menertawaiku. Hampir aku mau melemparinya pakai gelas yang ada di atas meja, gelas yang kurasa masih hangat dan baru kuminum seperempat saja. 

Sebentar, apa benar aku tertidur? 

Kak Novan masih betah menertawaiku, artinya hal itu memanglah benar. Kecuali saat Mama datang dari kamarnya sambil memegang ponsel, bahkan dia sudah pakai jaket. "Antar Mama ke rumah sakit, Bang!" katanya.

MAMPU✓ Where stories live. Discover now