TUJUH : Ugal-ugalan

649 117 0
                                    

Sudah pernah merasakan beberapa jenis jatuh, mulai jatuh dari sepeda sampaijatuh dari motor

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sudah pernah merasakan
beberapa jenis jatuh, mulai
jatuh dari sepeda sampai
jatuh dari motor. —Andira

⋇⋆✦⋆⋇ 

Semula kuyakin kalau Kak Novan bakal bawa pergi motorku lagi, tapi melihat bagaimana ia terdampar di depan televisi, sepertinya pria itu dapat jadwal kuliah siang. Iya, yang kemarin-kemarin merupakan salah satu contoh di mana dia punya jadwal terlalu pagi, jadi berangkat buru-buru dan memakai motor apa saja yang terlihat. Misal itu punya Bapak Usep pimpinan RT kami, bisa saja dia angkut untuk berangkat.

Melihat jam masih menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit, akhirnya aku berangkat sekolah tidak dalam keadaan tergesa. Biasanya kalau motor-motoran sendiri, aku akan jauh lebih haha-hihi ketimbang menumpang sama yang lain, dan hal itu akan kulakukan sebentar lagi.

Setelah pamit sama Mama, segera aku keluar sambil joget ala Bang Jali, lalu menunggangi kendaraan yang terpakir di halaman rumah.  "Aku bete sama kamu, aku sebel sama kamu, aku keki sama kamu. Aku bete bete bete, engkol sanak kasih inpo massszehhh!" Sambil memasang helm usai motor aktif, sempat aku goyang-goyang sebentar lagi, lalu mulai menarik gas untuk berangkat. "Loh?" Namun motorku berhenti di pinggir jalan karena melihat Jo masih menongkrong, pun Anan melakukan hal serupa di pinggir jalan depan rumah masing-masing.

Kami bertiga diam, bahkan serupa melakukan aksi lempar tatap. "Kenapa lu berdua belum berangkat?" Kutanya begitu sebab biasanya antara aku dan Jo terbilang jarang berangkat sama-sama —kalau punya motor masing-masing. Kemarin-kemarin jadi berbarengan 'kan karena tidak ada motor saja.

"Gue kira Bang Novan pake motor lu lagi." Jo merupakan orang pertama yang berangkat lebih dulu, menyisakan tatapan antara aku dan Anan, tapi ia tidak bilang apa-apa dan ikut menjalankan motor juga. Sepertinya Anan punya pemikiran yang sama dengan Jo, tapi bagus sih, tandanya mereka dapat menangkap permasalahan yang sering kuterima akhir-akhir ini.

Kecepatan normal hanya membuat jarak motor kami berjalan disiplin, pasti dua orang di depanku merasakan sensasi yang sama di mana tidak begitu buru-buru ke sekolah. Namun, entah kenapa kalau damai-damai saja terasa kurang bagiku. Makanya, dengan membalap mereka berdua, aku seakan menantang untuk melakukan aksi balap liar hingga Jo tidak mau kalah.

Dia menyelipku, bahkan sempat menjulurkan lidah untuk mengejek. Kupikir Jo saja yang akan melakukan itu dalam kecepatan tinggi, tapi nyatanya Anan juga. Dia pikir ini pasti hal yang seru, dan aku juga senang karena Anan mau berbaur dengan kami semudah ini. Meski permainan seperti menantang maut.

Tin! Tin!

Balapan semakin sengit di mana itu menyisakan bagian Jo dan aku, kami laju sekali, aku yakin Anan yang melihat dari belakang akan merasa tidak wajar dengan kelakuan barbar kami berdua. Sekarang aku katakan, sepertinya kami memang terlalu laju, iya, berlebihan. Kami tampak disebut sedang berada di arena balap. Sebenarnya aku juga berpikir kalau hal ini bahaya, padahal niat awal cuma mau menyelip saja, bukan untuk ugal-ugalan loh.

MAMPU✓ Where stories live. Discover now