DUA BELAS : Dua Ajakan

612 113 0
                                    

Kenapa dunia terlihat gelap? Ternyata kacamataku belumdilepas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kenapa dunia terlihat gelap?
Ternyata kacamataku belum
dilepas. —Andira

⋇⋆✦⋆⋇ 

Pernah saat kelas lima SD, aku dan Jo berjalan-jalan menggunakan sepeda untuk mencari kecebong. Orang-orang mungkin akan menggelengkan kepala karena besar sepeda daripada yang mengendarai, lagian yang kami pakai adalah punya Bundanya Jo, dan itu memang terlihat seperti memaksakan keadaan.

Namun, kami berdua menikmatinya. Aku yang hanya haha-hihi di belakang, dan Jo yang memintaku berhenti banyak bergerak karena keseimbangan kami tergantung pada dua manusia yang menungganginya. Kalian tahu saja 'kan, sejauh ini terlihat siapa yang suka menguji kesabaran dan siapa yang harus selalu menahan emosi. Sebenarnya saat itu aku juga tidak sengaja, botol aqua yang berisi kecebong jatuh dari genggamanku, demi berusaha mempertahankannya, aku memiringkan badan ke kanan hingga buyarlah sudah keseimbangan Jo.

Tanaman kaca piring milik Pak RT, adalah saksi bisu bagaimana tragisnya tubuh kami mendarat di atas situ. Tidak cuma Jo yang lecet, sebab aku juga harus menahan perih karena siku yang berdarah. Tapi tetap saja Jo yang paling parah. "Sakit?" Dan ia justru lebih mengkhawatirkan diriku yang mulai menangis, padahal nyata-nyata lututnya tengah berceceran darah.

"Kaki Jo luka." Itu kataku, dan saat mendengarnya, Jo justru tergelak.

"Jo enggak apa-apa," katanya.

Saat itu kami pulang jalan kaki saja, sebab sebelumnya Jo mencoba memakai sepedanya lagi tapi terlihat tidak bisa. Padahal ban masih aman, rantai juga tidak putus, bahkan stang pengendali tidak copot. Aku memang tidak mengerti kenapa kami hanya menyeret benda itu, tapi setelah apa yang terjadi kepada kami, Jo tidak pernah mau naik sepeda lagi.

"Lu yang di depan." Jo mendorongku mendekati motor saat sampai di parkiran, dan aku cukup heran karena perlakuan ini. "Gue nebeng," ujarnya lagi.

"Lu gak bawa motor, Jo?" tanyaku. Dia hanya menggeleng, dan penolakan itu membuatku jadi semakin iseng padanya. "Enggak mau, lu aja kali yang di depan."

"Ini 'kan motor lu," tolaknya.

"Jo, pala gue habis kebentur bola tadi. Gimana kalo gue tiba-tiba pusing dan kita oleng?" tanyaku, "Nih perut gue juga nyeri gara-gara lagi datang bulan."

Jo tampak berpikir, tidak lama sih, sebab setelahnya ia menghela napas, dua tas yang ada padanya diberikan kepadaku. Jo tampak setuju. Namun sebelum kami meninggalkan tempat parkir, kehadiran Anan membuat suasana berubah sekejap. Mereka berdua masih punya tatapan sama seperti kemarin, tentang bagaimana tidak sukanya aku melihat hal seperti ini.

"Anan ...." Sebelum aku berhasil menyampaikan sesuatu, motornya melaju lebih dulu meninggalkan kami. "Pulang bareng yuk," cicitku pelan.

"Naik." Aku tahu kalau Jo mendengar saja ucapan kecil itu. "Anandra bukan sahabat kecil lu lagi, Dir. Dia udah berubah, bukan lagi sosok anak kecil yang bakal nurutin semua mau lu," ujarnya.

MAMPU✓ Where stories live. Discover now