DUA PULUH DUA : Legenda Tanda Lahir

458 106 0
                                    

Lu pernah kebayang enggaksih, crush lu datang ke rumahdan minta izin ke Mama lubuat pacarin anaknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lu pernah kebayang enggak
sih, crush lu datang ke rumah
dan minta izin ke Mama lu
buat pacarin anaknya. —Andira

⋇⋆✦⋆⋇ 

Semenjak tahu kalau ayam adalah prioritas Mama dimulai jam empat sore sampai senja, aku menyumpahi diri agar tidak keluyuran di selepas waktu ashar. Mau semenarik apa pun buah mangga di pelataran rumah Jo buat dimalingi, atau begitu gatalnya kakiku mau ke rumah Anan --intinya BIAR SAJA SUDAH!

Dua tempat itu menjengkelkan. Pertama karena rumah Anan yang menjadi penyiar langsung kelakuanku di atas genteng, hingga membuat Renata tak berhenti membuka mulut saat menengadah ke langit-langit. Sumpah, kalau Pak RT yang lihat sih masih aman buatku. Tapi entah kenapa ketika harus di depan Renata, aku merasa seperti curut bau yang mau menandingi seekor kupu-kupu demi perhatian Anan.

Sebenarnya aku tidak cari perhatian, alias hanya klise. Tapi itu bisa dijadikan bahan kalau suatu saat (semoga saja tidak nih, jangan didoakan Aamin!) aku mau menjadi finalis gadis terbaik di dalam hidup Anan. Pemikiran tak berfaedah tersebut jadi seperti tugas kelas saja, berserabut dan memeningkan.

Kedua, tempat lain yang sangat menjengkelkan bagiku, yaitu rumah Jondara. Karena posisinya yang plek ketiplek agak serong kalau mau melihat ke rumah Anan, maka akan melintang begitu jelaslah tubuhku di atas gentengnya. Mudah saja kali, aku yakin Jo seperti melihat kuyang terbang saat tahu keberadaanku di sana.

Mau seberapa kuat aku melupakan kejadian tadi, jadi semakin kuat bayangan wajah Renata yang mirip emoji kuning dengan lelehan hijau di mulut pada papan ketik ponsel kita. Kepalaku jadi berat membebankannya, tapi juga tak mampu dibuang meski truk pengangkut sampah sedang terlihat bekerja di jalan depan rumahku sana.

Dari jendela kamar lantai dua, aku melihat Jo keluar dengan dua buah kantung hitam yang besar; menyumbangkan sampah. Ingin aku teriak dan bilang, "Pak! Angkut aja sekalian sama manusia-manusianya!" saking terlampau jengkel diriku pada lelaki itu. 

Akhir kisah, kututup jendela kamar dan gorden-gordenya. Bertepatan bagaimana kutemui Kak Novan nangkring depan pintu kamar dengan bahalai Gajah Duduk  terselempang di badan. "Apa?" Kutanya begitu sambil mengambil peralatan ibadah juga.

"Jamaahan, yuk."

"Lah tumben." Aku membelalak dengarnya, persis ketika melihat tai ayam ada di telapak sepatuku. 

"Ayok!" Tanpa neko aku ditarik oleh sang empunya keluar kamar, sampai menuju ruang tamu, di mana ada Mama dan juga ... Anan? 

Langkahku tak bertenggang lagi saat di anak tangga terakhir, tak perduli dengan tatapan Kak Novan yang memaknaiku sedang melihat hantu, atau bagaimana senyum Mama begitu mekar saat ini. Karena yang kutahu, seorang Anandra Yang Tampan Anak Dari Tante Ratna ada di rumah kami. Pakai sarung; pakai peci; pakai baju koko juga.

MAMPU✓ Where stories live. Discover now