LIMA BELAS : Masih Pada Hari yang Sama

598 107 0
                                    

Sopan dikit kaloumur masih lebih muda

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

Sopan dikit kalo
umur masih lebih muda.
Kagak mau dibilang tua, 'kan?
—Andira 

⋇⋆✦⋆⋇ 

Pada akhirnya, sepanjangan arteri yang menyuguhkan perpindahan suasana ke arah meredup berhasil mengurung keberadaanku bersama Anan dan juga motornya. Kami membantu benda itu terus berjalan untuk menuju bengkel terdekat. Tapi masalahnya, bengkel terdekat berada pada jarak kisaran dua kilo meter terhitung sejak Anan kehabisan bensin.

Karena Jo menyarankan agar 'tak menunggunya, maka Anan jauh lebih menyarankan agar motornya tidak berjalan pada aspal, melainkan di arteri. Jadi, di saat kemacetan terjadi karena tabrakan dengan waktu kepulangan orang bekerja, kami masih bisa melanjutkan perjalanan.

"WOI PAK! BURUANNNN MAJUUU!"

Tidak lama ada suara teriakan yang semakin dekat mencapai pendengaranku, padahal tadi kupikir hanya samar-samar imajinasi semata karena banyak melamun ketimbang diajak bicara sama Anan. Tapi melihat bagaimana suara gas motor yang berisik tepat berada di belakang kami, aku dapat mengambil kesimpulan jikalau seorang Pak Tua penjual balon yang menjadi penyebabnya.

"BOSAN HIDUPKAH, PAK?! MAU DITABRAK?" Lagi. Remaja itu membuatku dan Anan menoleh bersamaan. Dia seperti pemalak yang kasarnya sedang menagih hutang ratusan juta.

"HADOOHH LAMBATNYA .... WOEY!"

"Eh, eh! Dir!" Hampir Anan membiarkan motor kami jatuh kalau dia memilih untuk menahanku, dan jika sampai terjadi, pasti keadaan jadi lebih rumit. Anan pasti tak ingin terlibat dalam kerumitan itu, toh menghadapi akuyang asal nyelonong ke jalanan saja sudah cukup rumit.

"BAPAK BOSAN HIDUP ...."

"OI, BANG!" Aku menggeplak kepala motor Dual-Sport milik Abang yang teriak itu. Dia pun terkesiap, antara tega dan tak tega mau menabrakku. "Kagak lihat lagi macet gini, Bang?! Picek ya?" tanyaku yang membuatnya sentimen.

"Apa lo di situ? Minggir!" Dia membunyikan klakson panjang-panjang, serta bagiku rasanya mirip alarm pukul dua dini hari alias tidak menganggetkan. "MINGGIR!" Dia membunyikannya lagi setelah sempat terjeda sedetik.

"Pakyu, Bang!" Aku menyodorkan jari tengah.

Orang-orang yang berada di belakang jadi penonton penasaran, sedangkan yang mampu melewati kami hanya bisa ber-astagfirullah atau bisa saja melantunkan doa yang mungkin bunyinya, semoga orang tuanya sehat selalu --karena lihat kelakuanku ini. "Dir!" Sampai akhirnya Anan turun tangan juga, merampas lenganku dengan kekuatan ekstra dan membuat sentimensi antaraku dan abang itu selesai tanpa pemenang.

MAMPU✓ Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum