DUA PULUH : Terjebak Di Loteng

547 111 0
                                    

Lu pada punya fobiakagak? —Andira

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lu pada punya fobia
kagak? —Andira

⋇⋆✦⋆⋇ 

"Jondara. Jooo. Ooo, Jondara!" Sudah sekitar lima menit aku berdiri di pelataran rumah bercat kulit telur itik ini. Setahuku tidak mungkin isi rumahnya kosong, soalnya motor Jo masih ada di halaman dekat pohon mangga yang sangat ingin kupanjat saat melangkah ke sini.

"Tante Yohanaaaa." Sekarang aku memanggil ibunya, dan ternyata sama saja, rumah itu seperti kelompang tong air. Meski aku terbiasa main ke sini, tetap 'tak mungkin aku asal masuk dan membuat keributan tidak jelas. Cukup dengan teriak-teriak di depan rumah saja aku menguji ketahanan emosional orang-orang di keluarganya Jo.

Sebenarnya, tujuanku bukan untuk membuat gaduh. Itu hanya sembilan puluh persen saja, sementara niatku juga ada berkedok baik-baiknya ke sini. Yaitu, mengisi kehampaan yang menguasai rumah Jo dan Tante Yohana. Tapi kalau kedua makhluk Tuhan Yesus itu tidak ada, maka kuputuskan pulang saja.

Atau ... apakah aku cek rumah Anan juga? Meski tidak begitu dekat dengan Tante Ratna, setidaknya beliau selalu menunjukkan sisi bidadari idaman anak-anak jikalau melihatku main sana anaknya. Lagipula, beliau jarang di rumah, pasti Anan sepi karena sendirian. Daripada mubazir niat baikku menjadi penghidup suasana di hari sabtu sore yang indah ini, maka berbeloklah langkah kakiku ke rumah Anan.

"Anandra." Kupanggil untuk yang pertama, tidak ada sahutan.

"Anan." Yang kedua juga tidak ada respon.

Ini kenapa pada kompak tidak ada? Jangan bilang Anan dan Jo berangkat berduaan tanpa aku? Wah, konspirasi!

"WOI, ANANDRA!" Maka kali ini aku teriak dengan suara super yang pasti bisa saja tembus untuk dua dan tiga rumah sekitar kami, pasti Mama juga geleng-geleng di dapur karena anak gadisnya sebarbar ini.

Maaf, Ma. Lain kali aku akan menjadi anak gadis idamanmu yang anggun dan slay. Soalnya teriakkanku tadi berhasil menongolkan sosok yang kucari, yaitu Anandra. Dia timbul dari jendela loteng dan melempar sendal bekas yang berdebu.

"Adoh!" Itu yang kuteriakkan saat yang dilemparnya tepat sasaran, di puncak kepalaku.

"Berisik, Kampang!" tegurnya.

"Ya disahut ngapa sih?" Aku juga ngomel-ngomel. "Ngapain?" Kemudian tanya sambil memungut sendal berbulu yang warna merah mudanya sudah menyatu dengan dominasi kecoklat-coklatan.

"Ngepet." Anan membuatku tergelak.

"Ikut!"

"Jadi babi lu mau?"

"Oke, Beib. Mau banget!"

"Babi, Dir."

Aku tergelak lagi.

Sekoplak inilah Anandra yang mulai terbuka padaku, rasanya menyenangkan sekali. Aku meletakkan sendal lemparannya di sebelah sendal-sendal yang ada di ujung pelataran rumah ini, padahal mau saja kulempar balik ke atas sana. Tapi kalau kenanya ke jendela, bisa barabe uang Mama lindang buat ganti rugi. Untung otak sehatku masih berjalan dengan baik.

MAMPU✓ Where stories live. Discover now