Panjat Cinta ❤️

6.9K 572 30
                                    

Dibalik setiap kesusahan, ada sebuah kemudahan.

Dulu Erina menyumpahi pribahasa itu.

Rasanya setiap dia berada di kesusahan, dia hanya selalu kembali ke kesusahan lainnya. Tak hanya satu hingga dua kali, bertahun-tahun dia terjebak di siklus yang sama.

Tak peduli semua temannya mengatakan betapa beruntungnya ia. Rasanya selalu saja kurang.

Yah, ternyata itu lah yang terjadi ketika seseorang tidak mengerti cara menikmati hidup.

Saat ini Erina bisa dengan gamblang menuliskan apa saja yang harus dia syukuri. Dan daftarnya takkan cukup walau dia punya satu buku kosong.

Semua ini tentunya takkan ia sadari tanpa satu titik dimana harga dirinya terombang-ambing karena sesosok bernama Akmal.

Lelaki asing yang sekarang sudah rutin masuk ke khayalan sebelum tidurnya.

Yang rasanya, bersamanya semuanya akan baik-baik saja.

Dalam agenda pribadi Erina, Minggu ini dia akan ikut Akmal berkegiatan bersama sahabatnya di daerah Sumedang. Lalu Minggu depannya ayahnya punya jadwal untuk cek pabrik, tapi dia akan ajak Akmal pagi-pagi datang ke rumahnya. Erina sengaja menyediakan waktu sesedikit mungkin untuk interaksi Akmal dan papanya. Bukannya tak percaya diri pada kemampuan dan value Akmal, Erina hanya tak mau papanya mulai berpikir aneh-aneh dan berubah pikiran. Yang penting mereka akan mengantongi restu, setelahnya ya bisa diatur lah.

Erina dan Akmal dijemput oleh sebuah jeep hitam di depan kantor mereka. Erina sempat ragu menaikinya karena mobil itu tampak kotor dengan bekas tanah memenuhi bannya.

"Yuk naik sayang." Dorong Akmal pelan.

Erina duduk di belakang supir, seorang lelaki cungkring dengan kacamata hitam nangkring di kepalanya. Di kursi kirinya adalah seorang perempuan yang terlihat keren di mata Erina. Rambut sebahu perempuan itu dicukur habis di bagian kanannya. Ada warna highlight ungu di rambutnya. Make upnya terlihat kuat dengan riasan mata gelap. Tank top hitam di tubuhnya membuat lengannya kelihatan kuat dan berisi. Namun kegarangannya segera lenyap saat perempuan itu tersenyum pada Erina menunjukkan gigi gingsul yang manis, "hei Rin."

"Halo." Erina agak kesusahan membenarkan posisi rok spannya.

"Guys, mampir toilet pom bensin dulu ya. Gue sama Erina belum ganti baju." Akmal mengipas-ngipas lehernya yang gerah.

"Kenapa gak di kantor aja toh mal?" Tanya Idzhar dengan logat jawanya yang kental.

"Gak lah. Pada rame nanti mereka ngeliat kita mau jalan-jalan."

"Ya udah nanti mampir pom bensin depan Zhar. Gue sekalian mau beli minuman tambahan."

"Yowess. Berangkat!" Idzhar menggerungkan mobilnya maju ke jalan raya.

*

Yuli mengecek kembali belanjaan di plastiknya. Hampir penuh dengan perintilan cokelat yang dibeli Idzhar sampai dia kesulitan menemukan tiga hydro coconya, "katanya lu gak mau jajan. Taunya jajan paling banyak."

Idzhar dibalik kemudinya hanya nyengir disindir begitu, belum juga satu cup es krim strawberry yang tinggal setengah ditengahnya, "hehe. Eh lihat tuh Yul!"

Yuli mengikuti arah pandang Idzhar keluar mobil. Ke arah toilet yang jaraknya dua puluh meter dari tempat parkir mereka. Akmal baru keluar dari toilet pria. Sudah memakai kaos putih tanpa lengan dan celana olahraga hitam. Ransel kempes bergantung di punggungnya. Dia celingukan sebentar sebelum akhirnya yang ditunggu keluar dari toilet wanita.

"Cantik bener ya Yul." Idzhar menyuap es krim sambil betulan terkesima.

Padahal penampilan Erina sederhana saja. Dia memakai tank top putih, track pants panjang warna navy yang ditutupi dengan jaket kelabu yang dia ikat di pinggang.

MAS IT & MBAK SECRETARYWhere stories live. Discover now