Super Nathan! 🫶

5.6K 530 42
                                    

Rumah keluarga Rudolf punya standar 'pagi'nya sendiri.

Kalau sang tuan dan nyonya ada di rumah, biasanya mereka baru sarapan jam sembilan. Bahkan kadang Nathan masih bergelung di kasur sampai jam satu. Perlu digedor dulu agar pemuda itu mau bertemu matahari di luar.

Beda dengan pagi ini. Di bangunan terpisah di halaman belakang rumah itu, di sebuah gym mini yang lampunya telah menyala, Nathan dengan santainya menyikat gigi depan wastafel.

Alarm berbunyi tepat saat dia melihat ponselnya. Pukul lima lewat tiga puluh menit. Dia mematikan alarm itu, lanjut berkumur untuk membersihkan mulutnya.

"Mari kita lari sebentar, terus lanjut angkat beban," ocehnya pada diri sendiri. Dia melihat ke bisepnya yang mulai terbentuk sampai kaos hitamnya terasa ketat di lengannya, "udah mayan mantep." Akunya dengan cengiran tengil.

Dia membasuh wajahnya sekali lagi. Memandangi kulit pucatnya dengan freckless alami yang samar. Dia coba berlari di tempat untuk membayangkan ekspresinya waktu lari nanti. Siapa tahu saja kan ada perempuan cantik yang kebetulan lewat?

Lelaki itu selesai dengan persiapannya dan mengantongi ponselnya.

Dia masuk ke ruangan gym, mengambil sepatu olahraganya dari rak. Baru saja dia mau bersiap memakainya, namun jendela gym yang memang mengarah langsung ke kolam renang membuatnya melihat seorang perempuan duduk di samping kolam.

Langit masih agak gelap, tak mungkin orang yang dia lihat bangun pagi-pagi sekali dan merendam kakinya disana. Apalagi masih dengan kimono tidur biru satinnya.

Nathan sampai meletakkan kembali sepatunya. Dia keluar dari gym, melihat bahwa betul apa yang dipandangnya barusan.

Itu betulan Erina.

"KAK!" Teriak Nathan membuat gadis itu menoleh.

Nathan memutuskan menghampiri kakaknya. Dia bersila disamping perempuan itu. Memegang air kolam yang dingin sampai membuatnya merinding. Bisa-bisanya kakaknya merendam kaki jam segini.

"Lo ngapain pagi-pagi disini?"

Rambut Erina menutupi bagian samping wajahnya. Nathan sampai melongok-longok untuk melihat kakaknya yang hanya menatap kosong ke air. Wajah Erina terlihat pucat, matanya agak bengkak, tampaknya dia tak tidur semalaman, "gue kebangun gara-gara ditelepon papa. Papa nanyain progress kerjaan gue."

"Ooh itu. Project lo udah berhasil kan?" Erina menjawabnya dengan satu anggukan. Akhirnya gadis itu menyampirkan rambutnya ke belakang telinga, membuatnya bisa menarik napas dalam-dalam, "terus lo kenapa bengong semi sedih gitu? Ada masalah lain?"

Erina menatap adiknya, "lo mau lari kan Nat? Lari aja." Katanya. Tapi Nathan tau justru kakaknya bermaksud sebaliknya. Erina berharap Nathan tak jadi lari dan menemaninya.

"Gampang itu. Yang penting sekarang lo kenapa kak? Masalah si Akmal lagi?"

Erina tak langsung menjawabnya. Dia seperti berusaha merangkai kata yang mau dia ungkapkan, membuat Nathan jadi makin gerah mendengar nama Akmal. Andai saja dia punya keberanian yang cukup untuk melabrak si Akmal, Nathan pasti sudah melakukannya. Sayangnya, Nathan juga ingat betapa kakaknya ini mencintai lelaki itu dan kasih sayang mereka bisa Nathan lihat ketika mereka berinteraksi.

"Nate, look at me ... " Erina kembali memastikan tak ada rambut yang menghalangi wajahnya. Dia mengangkat kakinya dari air dan bersila di depan Nathan, "am i look like a whore?"

"Wait what?" Respon Nathan refleks. Kakaknya biasanya jarang menggunakan bahasa Inggris kalau itu tak betul-betul serius. Dan sekarang Erina bertanya apakah dirinya terlihat seperti pelacur? Ada apa ini sebenarnya?

MAS IT & MBAK SECRETARYWhere stories live. Discover now