Family Talk

6.3K 595 37
                                    

Pak Rudolf sedang berusaha memetakan hatinya dengan cara sebijak dan sebaik mungkin yang dia bisa.

Anugerah bagi keluarganya masih terus saja bertambah. Layaknya penyanyi yang sedang mempromosikan album, dia memiliki jadwal kunjungan terbang dua kali lipat lebih banyak dari tahun lalu. Kabarnya semua ini berawal dari rekomendasi seorang bos perusahaan besar di Jepang yang terkagum pada sajian masakan khas Indonesia buatan pak Rudolf dengan penataan khas internasional namun tetap memiliki rasa autentik.

Pujian itu adalah bayaran terbesar baginya. Lebih besar dari ribuan dollar yang berterbangan ke akun banknya.

Dan saat kembali ke Jakarta, dia akan menjadi dirinya sendiri seutuhnya.

Seorang ayah dari dua orang anak yang sudah dewasa yang masih berusaha dia tahan pertumbuhannya. Karena dia merasa mereka belum cukup kuat untuk betulan dilepas ke dunia.

Saat ini, di meja makan yang kosong, hampir menjelang tengah malam, dia mengumpulkan anggota keluarganya.

Pak Rudolf duduk berdampingan dengan mama Christy. Nathan dan Erina duduk di seberangnya.

Mama Christy, istri cantik yang dia cintai sepenuh hati masih tampak cantik walau jelas kelelahan dengan kantung mata menghitam dan kuncir rambut asal. Wanita itu bagaikan bodyguardnya. Seorang yang bertanggung jawab besar terhadap kestabilan mentalnya dan kesehatan fisiknya.

Sementara kedua anaknya, Nathan yang rambutnya semakin gondrong seperti tak terurus dan Erina yang entah bagaimana wajahnya terlihat lebih bersinar dengan tatapan mata cerah dan senyum yang tak kunjung menghilang.

Energi terasa campur aduk di ruangan ini. Ada kegelapan yang berasal dari kelelahannya dan murungnya Nathan, ada keceriaan yang dipancarkan oleh Erina.

Tugasnya adalah menstabilkan energi ini. Tapi saking capeknya, dia hanya bisa berharap emosi apa pun yang akan keluar darinya nanti, tidak terlalu berlebihan.

"Papa dapat laporan bagus dari Berta. Project kakak sudah deal kan ya kak?"

"Iya pa." Erina mengangguk.

"Kapan mulai jalan kak?"

"Minggu ini kita masih seleksi calon karyawan. Kemungkinan bulan depan baru jalan pa."

"Nice. Selamat ya kak," Senyum Rudolf sedikit. Dia masih kesulitan menentukan prioritas perasaannya.

"Makasih pa."

Mama Christy mengusap tangan Erina menyelamatinya.

"Nathan ... " panggilan pak Rudolf membuat pemuda itu mendongak sedikit. Hanya matanya saja yang menjawab papanya, "bagaimana progress kerja kamu?"

Nathan terlihat melirik ke kakaknya. Erina mengangguk lagi berusaha meyakinkan adiknya itu untuk segera menjawab, "aku kemarin baru seleksi lagi pa di agensi. Sebelumnya aku udah seleksi juga untuk join event, tapi belum lolos. Dan sebelumnya ... "

"Udah mau satu tahun Nat," sela papanya, "tinggal satu bulan lagi waktu kamu selesai dan kamu belum menunjukkan progress sedikit pun dari usaha kamu."

"Aku udah banyak nambah portofolio pa tahun ini. Bahkan aku sempet fotoin Miss DKI Jakarta pa." Balas Nathan membela diri.

"Sayangnya kita gak bisa hidup dari hasil foto saja Nat. Ini yang selalu papa tekankan sama kalian. Papa mau kalian memiliki job stabil, biar kalian punya penghasilan tetap yang gak mengganggu kebutuhan pokok."

"Tapi papa sekarang bisa jadi chef dan jadi pemilik pabrik disaat yang bersamaan pa?" Dalih Nathan.

"Selama papa pergi, perusahaan telah papa percayakan ke pak Rahmadi. Orang yang sudah bekerja dengan kita selama dua puluh tahun. Kita kan gak bisa selalu bergantung sama dia nak. Toh jika kamu nanti pimpin perusahaan kita, kamu juga tetap bisa jadi fotografer saat usaha kita sudah lancar."

MAS IT & MBAK SECRETARYWhere stories live. Discover now