Fakta Akmal

8.5K 545 91
                                    

Akmal bersyukur Erina punya kebiasaan makan makanan sehat dan berolahraga aktif, sehingga gadis itu bisa kembali ke kantor di hari Senin dalam keadaan sehat tanpa kekurangan suatu apa pun.

Masih dalam suasana kantor yang ramai akibat suara renovasi dari kantor sebelah, semua karyawan lantai tiga berdiri saat bu Berta memegang megaphone agar briefing hari ini bisa terdengar dengan jelas. Beda dengan para karyawan yang cekikikan melihat bu Berta yang mungil itu berbicara depan toa, dia kelihatan seperti Edna di film The Incredibles dengan kacamata bulat barunya. Mata Akmal tak mengarah ke sana tentu saja.

Dia hanya menatap lurus ke depan. Ke seorang gadis jangkung yang memakai kemeja pendek warna hijau lime yang dipadukan dengan rok span putih. Hari ini rambut Erina dikuncir satu, dia memakai anting mutiara kecil dan yang membuat Akmal tak bisa menghentikan pikirannya adalah, dia sudah tau wangi perempuan itu hingga ke belakang lehernya dan dia sudah pernah memandang Erina ditengah tidurnya.

Dan itu gila, mengingat saat pertama kali Erina bertingkah menyebalkan untuk mendekatinya, tak pernah sedikitpun dia akan membayangkan dia akan sampai di titik ini.

"Mulai besok, kita akan kedatangan beberapa karyawan baru. Sebagian karyawan sudah bisa menempati kantor baru di sebelah di lantai satu dan duanya. Terutama anak-anak produksi dan admin yang lebih banyak bertugas di studio," Tutur bu Berta keras-keras, "tentunya dengan semua ini, saya berharap bisa jadi awal kemajuan untuk kita semua. Saya harap kalian semua memiliki semangat tinggi agar bisa membawa perusahaan ini terus berkembang bersama kalian. Terima kasih."

Bu Berta menyerahkan megaphone nya ke Xavier yang sudah kesusahan dengan ransel buncit di punggungnya. Dia mengikuti wanita itu turun dari lantai tiga.

"Tumben gak ngamuk. Suasana hatinya lagi baik kayaknya." Celetuk seseorang dari meja belakang.

Akmal berpura-pura menggulung kabel chargernya walau matanya melirik Erina yang juga meliriknya. Erina memberi kode pada Akmal untuk mampir dulu ke ruangannya. Namun Akmal menatap ke komputernya sendiri, menjawab secara tersirat bahwa dia harus segera mengerjakan sesuatu.

Tak puas dengan jawaban itu, Erina memanyunkan bibirnya yang rasanya langsung mendobrak pertahanan Akmal untuk menolak. Mungkin dia akan mampir ke ruangan Erina sebentar, memberi ciuman semangat ke gadis itu sebelum mereka harus menghabiskan beberapa jam tanpa bertatap muka, yang entah kenapa terasa berat sekarang, setelah mereka memiliki seharian penuh di Bali bersama.

"SHARE PAJAK JADIAN GAK SEEEEEH MASBRO!" Seruan Steve sampai membuat Akmal berjengit.

Steve yang memang duduk di kanan Akmal disamping seorang staf IT baru bernama Taufik biasanya akan langsung turun kalau bu Berta turun. Tapi sekarang dia berdiri slengean, menunjukkan layar ponselnya.

Aplikasi Instagram itu menunjukkan Akun Erina tepat di slide foto kala tangannya dan tangan Akmal saling berpegangan. Mata Akmal menyipit untuk membaca caption tulisan Erina; Taken by Mas A ❤️

Jadi Erina butuh waktu semalam untuk menulis caption sesederhana itu? Akmal rasanya ingin menepuk jidatnya sendiri.

"RIN! Jangan kabur lo! Bagi pajak jadian dong!" Seru Steve ke Erina yang hampir masuk ke ruangannya.

Ini dia. Kalau Erina mengiyakan, maka resmilah semua orang akan tahu bahwa mereka betulan telah berhubungan. Rasanya satu ruangan menahan napas menunggu respon Erina, semuanya menunggu konfirmasi si perempuan paling hits di kantor itu.

Erina sudah memegang pintu ruangannya, tapi dia menahan dirinya untuk masuk. Kepalanya melongok-longok seolah menghitung keseluruhan jumlah kepala di ruangan ini, "kalian mau ditraktir apa emangnya?"

Entah siapa yang memulai kata "ciyeee." Tapi satu ruangan mendadak heboh. Ridwan sampai memukul-mukul bahu Akmal, meledeknya.

"Starbucks aja ya biar gampang? Boleh gak mas?" Pertanyaan Erina dengan nada manis itu malah membuat ledekan semakin ramai. Akmal menunduk menerima jitakan-jitakan darimana yang membuat mukanya memerah.

MAS IT & MBAK SECRETARYWhere stories live. Discover now