Part 17 Tertunda

28.4K 1.7K 246
                                    

"Aku tidak tahu, amal apa yang aku lakukan sampai membuat Allah memberikan hadiah luar biasa seperti kamu."

Tepat jam setengah lima sore, Ning Adiba baru saja selesai ngaji diniyah. Perutnya terasa lapar dan tenggorokannya haus. Ia segera mandi dan mempersiapkan menu berbuka untuk dirinya dan juga Gus Haidar.


Selesai mempersiapkan semuanya, Ning Adiba segera menelpon suaminya lewat HP.

Tak berapa lama, telepon tersambung. Gus Haidar mengangkat telepon dari Ning Adiba.

"Assalamualaikum Mas," ujar Ning Adiba mengawali perbincangan.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh."

"Mas, masih di Darul Qur'an ya? Kita nggak jadi buka bersama?" Tanya Ning Adiba.

"Afwan Ning. Ini Abah lagi nggak enak badan. Sepertinya aku harus tetap ada di sini sampai besok."

Raut wajah Ning Adiba berubah seketika. Kecewa dan sedih karena berbuka tidak bersama sang suami.

"Kamu marah?"

Suara Gus Haidar kembali terdengar ketika Ning Adiba diam dengan wajah murung.

"Nggak Mas. Titip salam buat Abah Syafakallah."

Ning Adiba jelas kecewa karena sejak awal ia telah menantikan momen berbuka bersama sang suami. Namun sepertinya apa yang ia rencanakan dan bayangkan tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Meski begitu, ia tidak berhak mengamuk karena semua terjadi bukan atas kehendak suaminya.

"Nggih nanti Mas salamkan Abah. Sekali lagi maaf ya habibati, Mas tahu pasti kamu menunggu."

Ning Adiba tersenyum kecil mendengar ucapan Gus Haidar. Suaminya memang selalu manis padanya, dan hal itu yang membuat Ning Adiba begitu berat ketika di tinggalkan, apalagi rasa cintanya sedang mekar-mekarnya.

"Ya udah Mas, nggak papa."

"Selamat berbuka sayang, jangan lupa berdoa dulu."

Ning Adiba menerbitkan senyum kembali. "Iya Mas, kamu juga," balasnya.

Telepon berakhir. Ning Adiba menatap meja makan yang telah ia siapkan berbagai menu dengan es yang tampak segar.

"Dek, Mas Haidar belum pulang ya?" Tanya Gus Afiq yang tiba-tiba datang.

Ning Adiba menggelengkan kepala lemah. "Belum Mas," jawabnya.

"Sabar dek. Tahu sendiri seberapa sibuk Gus Haidar? Kamu harus bisa ngerti," tutur Gus Afiq.

"Iya sih Mas. Masalahnya aku udah kangen," sahut Ning Adiba. Seharian tidak melihat wajah Gus Haidar membuat hatinya rindu.

"Memangnya Gus Haidar mau menginap di Darul Qur'an berapa lama?" Tanya Gus Afiq.

"Semalam Mas. Besok katanya baru bisa kembali soalnya tiba-tiba Abah sakit Mas," jawab Ning Adiba.

Gus Afiq mengelus puncak kepala Ning Adiba lembut. "Ya udah sabar," ujarnya.

"Kemarin waktu aku berkunjung ke Darul Qur'an, Abah juga nggak enak badan Mas. Apa Abah punya riwayat penyakit ya?" Gumam Ning Adiba sambil mengerutkan dahi.

Partner Syurga (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang