Part 13 Sowan para Masyayikh

32.8K 1.8K 25
                                    

“Mungkin aku akan sering menjadi imam para perempuan dalam sholat, tapi aku insyaallah aku hanya akan menjadi imam dalam hidup kamu saja.”

Tangan kanan Gus Haidar memegang kemudi mobil, sementara tangan kirinya memegang tangan mungil Ning Adiba. Di perlakukan begitu manis, Ning Adiba tidak bisa menahan senyum di bibirnya.

Akhirnya setelah berkunjung ke semua keluarga dan kerabat, kini Gus Haidar bisa kembali pulang ke rumah tepat jam tiga sore.

Gus Haidar maupun Ning Adiba langsung mandi dan melaksanakan sholat berjamaah berdua.

Detik berikutnya, Gus Haidar duduk di teras dhalem bersama asisten pribadi yang bertugas mengkoordinasikan segala jadwal Gus Haidar.

Tak berapa lama, Ning Adiba datang sembari membawakan kopi untuk suaminya. Melihat itu, asisten Gus Haidar segera menepi membiarkan Ning Adiba bersama Gus Haidar.

Gus Haidar mencium aroma wangi Ning Adiba. Senyumnya terukir ketika menyadari sang istri terlihat cantik dengan dandanan sederhana.

"Diba," panggil Gus Haidar.

"Apa Mas?" Sahut Ning Adiba.

“Sebelum nikah kamu berhias untuk siapa?” tanya Gus Haidar tiba-tiba penasaran.

“Untuk diri sendiri lah Mas,” jawab Ning Adiba.

“Bukan untuk di lihat lelaki lain kan?”

“Astaghfirullah, ya nggak lah Mas,” sahut Ning Adiba cepat.

“Aku tuh nggak suka kalau ada lelaki berfikir kalau perempuan berdandan cantik itu tujuannya untuk memikat para lelaki, padahal ada sebagian perempuan yang berdandan memang karena ingin memperindah diri untuk kesenangan pribadi,” celoteh Ning Adiba.

Gus Haidar diam mendengarkan sambil tersenyum. Matanya fokus menatap bibir tipis Ning Adiba yang terlihat menggemaskan ketika sedang berceloteh. Ia bertopang dagu memperhatikan saja sang istri yang asyik berceloteh.

"Perempuan di asumsikan kalau berdandan atau berhias diri itu buat memikat para lelaki. Padahal kalau lelaki yang dandan, mana pernah perempuan tanya apa dia berdandan untuk di lihat perempuan?"

“Meskipun Abi selalu ngingetin buat nggak berlebihan dalam berdandan, tapi Abi nggak pernah su’udzon lihat aku dandan untuk di puji mata para lelaki yang melihat."

“Mas, perempuan punya hak kan untuk mengurus dirinya? Apalagi sudah menikah, pasti Mas juga akan seneng lihat istri cantik dan wangi. Harusnya Mas senang dan bersyukur kalau punya istri pinter merawat diri. Karena perempuan yang bisa merawat diri itu bagus. Diri sendiri aja di rawat dan di sayangi, apalagi diri suaminya. Pasti istri yang bisa merawat diri itu juga pandai merawat suami,” kata Ning Adiba panjang lebar tanpa jeda.

“Cerewet banget istriku,” celetuk Gus Haidar geleng-geleng kepala.

“Cerewet-cerewet begini sekalinya senyum bisa ngerepotin perasaan orang Lo Mas,” sahut Ning Adiba langsung membuat Gus Haidar tertawa seketika.

“Ngaku deh, pasti perasaan kamu sekarang lagi repot karena aku, ya kan?” kata Ning Adiba sambil tersenyum menggoda.

“Aku nggak merasa repot tapi perasaanku malah senang dan bersyukur dapatin senyuman kamu,” ujar Gus Haidar membuat Ning Adiba tersenyum sipu.

“Jadi intinya Mas nggak keberatan kan kalau punya istri yang bisa merawat diri?” ujar Ning Adiba.

Gus Haidar tidak langsung menjawab. Ia terdiam sambil menatap Ning Adiba kemudian baru mengangkat suara.

Partner Syurga (TAMAT)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora