38 || Bebas

47.5K 4.4K 3.9K
                                    

Haiiii masih setia nunggu cerita cucuku?

Jangan lupakan kewajiban diri sebagai pembaca ya, vote dan comment di setiap paragrafnya biar tulisanku makin cantik biar tambah semangat wkwk

.
.

Ruangan terasa senyap. Tidak ada satupun yang berani mengeluarkan suara. Semuanya fokus pada kertas di depannya masing-masing.

Satu kata yang menggambarkan ruangan itu sekarang adalah hening. Jarum jatuh mungkin bisa terdengar.

Definisi ruang ujian seperti ruang sidang. Di dalamnya terdapat sepuluh orang murid yang sedang berjuang dalam menjawab soal-soal mereka.

Dua di antara sepuluh orang itu adalah Alzheigara dan Elvisya. Posisi duduk mereka tidak terlalu jauh, hanya ada jarak satu siswi di antara mereka. Huruf awal nama mereka yang tidak terpaut jauh membawa keberuntungan untuk mereka hingga mendapatkan kelas yang sama.

Tidak butuh lama untuk seorang Alzheigara menjawab persoalan itu. Hanya butuh 15 menit, 50 soal berhasil ia kerjakan. Berbeda dengan Visya. Pikiran cewek itu kosong karena memang tidak mau berpikir. Dari 50 soal belum ada satupun yang berhasil ia isi. Memang bukan mapel hitung-hitungan, tapi tetap saja ia tidak tau satupun maksud dari soal-soal tersebut.

"Kalo gini caranya gue hitung kancing baju aja," gumamnya pasrah.

Hampir setengah soal yang Visya jawab dan semuanya hasil dari cap cip cup. Namun, tiba-tiba perutnya bergejolak hebat. Rasanya ia ingin memuntahkan semua isinya. Visya menutup mulutnya dengan kuat.

Tangannya mengepal kuat di bawah meja, tubuhnya mulai panas dingin. Dalam hati Visya mengumpat kesal, kenapa suasana kelas begitu hening.

Keringat mulai bercucuran dari keningnya. Visya merebahkan kepalanya di atas meja berharap rasa mual itu menghilang.

Pengawas ujian pun menyadari pergerakan Elvisya.

"Kamu kenapa? Sudah selesai?"

Hampir seluruh pasang mata langsung melihat ke arahnya, termasuk Alzheigara.

Visya langsung mendongak untuk melihat pengawas itu. Ia menggeleng cepat.

"Cepat kerjakan." Setelah mengatakan itu pengawas tersebut kembali pada kegiatannya.

Suasana kembali hening, tapi mual yang Visya rasakan tidak kunjung hilang. Rasanya ia ingin menangis saja.

"Jangan sekarang, please. Gue lagi ujian," gumam Visya mengusap perut ratanya. Visya pikir ia sedang mengalami morning sickness yang kata orang-orang.

Tanpa cewek itu tau, sedari tadi Alzhei terus memperhatikannya. Cowok itu sungguh khawatir melihat kegelisahan Elvisya. Detik berikutnya ia bangkit, dan berjalan ke arah meja guru.

Semua memperhatikan Alzhei.

"Kamu sudah selesai?" tanya pengawas.

"Sudah, Bu. Apa saya boleh izin sesuatu?"

"Izin keluar? Silahkan, bagi yang sudah selesai mengumpulkan jawaban boleh keluar lebih dahulu," jawab pengawas itu sekaligus memberitahu yang lain.

"Bukan itu," jawab Alzhei.

"Lalu?"

"Ada yang sakit, tapi nggak berani bilang," jawab Alzhei.

"Siapa yang sakit?"

"Elvisya, Bu," jawab Alzhei sambil menunjuk Visya yang membenamkan wajahnya di lipatan tangan di atas meja.

"Elvisya? Kamu sakit?"

𝐀𝐋𝐙𝐇𝐄𝐈𝐆𝐀𝐑𝐀Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz