12 || Keduanya menghilang

59.7K 4.8K 932
                                    

Vote dulu!!!!!!!
Hiasi setiap paragrafnya dengan komen, biar cantik tulisannya😅

⚠️ Cerita ini terdapat banyak umpatan, tindakan yang tidak patut dicontoh, kata-kata kasar no sensor wkwk.

Pandai-pandailah mencari bacaan dan memilah apa yang benar dan yang salah, yang bisa dicontoh dan yang harus dijauhkan. Semoga kalian paham pesan tersirat dalam cerita ini.

Happy reading......

Berkomentarlah dengan bar-bar, karena itu bikin saya sweenang😅
.
.

Suasana kelas XII IPA terlihat sunyi pada pagi ini. Setiap anggota kelas sibuk mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan di rumah. Kecuali dua orang cowok yang duduk mengelilingi meja di pojok belakang. Lebih tepatnya tiga orang itu adalah Langit dan Savian. Bukan sibuk bergosip, tapi mereka sibuk memainkan game online di ponselnya masing-masing. Hingga salah seorang dari mereka yang mengakhiri.

Brakk

Ponsel yang berlogo apel digigit di belakangnya itu dihempaskannya ke atas meja. Dia Langit Fandarez.

"Orang kaya, mah, bebas. Gue orang kaya, tapi masih sayang anak sayang anak sayang anak," imbuh Savian.

"Kapan lo punya anak, Sapi?" tanya Langit.

"Ini," jawabnya sambil memamerkan ponselnya. "Dia ini udah kayak anak bagi gue, dibawa ke mana-mana, dikasih asupan setiap hari," lanjutnya.

"Anakku sayang," gumam Savian sambil mengusap-usap ponsel layaknya seorang anak baginya.

Langit bergidik ngeri. Savian selalu bertindak di luar nalar. Kadang makanan jatuh ia pungut kembali karena merasa iba.

"Al mana?" Langit baru menyadari sahabatnya yang satu itu belum juga masuk kelas. Dulu saat masih menjabat sebagai ketua OSIS, Alzhei biasa masuk terakhir ke kelas karena patroli terlebih dahulu. Namun, sekarang cowok itu sudah tidak menjabat lagi, pikir Langit.

"Ngurusin anak didiknya mungkin," jawab Savian. Anak didik yang dimaksud itu adalah Elvisya.

"Dia bukan OS--"

"Walaupun udah nggak, Visya tetap masih jadi tanggung jawab Alzhei sampai lulus. Bukannya Bu Tina sering bilang gitu. Setiap masuk kelas bahkan," potong Savian.

Langit melihat ke arah meja Visya, benar saja meja gadis itu masih kosong. "Nyusahin aja itu lonte," ujarnya.

"Mulutmu, Mas, asem sekali," ucap Savian dramatis.

"Apiii!" panggil Langit. Avi yang dipanggil tentu tidak merespon.

"Aviii!"

Avi yang tadi sibuk menyalin tugas dari buku peli barulah menoleh. "Apa?" tanyanya.

"Kembaran lo tadi pagi udah dikasih obat?"

Alis Avi mengernyit karena tidak mengerti apa yang langit tanyakan. "Obat apa?" jawab gadis itu balik bertanya.

"Makin hari otaknya makin geser," jawab Langit.

"Ya udah, nanti gue ganti otaknya sama yang baru. Bang Sapi! Nanti kita beli lagi aja otaknya yang lebih sehat," ujar Avi dengan santai.

"Bu Ola datang!" seru murid yang baru masuk kelas, di belakangnya ada guru yang ia panggil Bu Ola menyusul.

Semua warga kelas langsung duduk di bangkunya masing-masing. Seketika keheningan tercipta di kelas itu.

Bu Ola, guru yang berkacamata besar itu meneliti muridnya satu peserta. Matanya jatuh pada dua kursi kosong yang bersebelahan.

"Itu yang biasa duduk di sana siapa?" tanya Bu Ola dengan suara itimidasinya.

𝐀𝐋𝐙𝐇𝐄𝐈𝐆𝐀𝐑𝐀Where stories live. Discover now