Legacy (2)

176 22 0
                                    

Aku masih tidak percaya ketika menerima telepon dari Deva pagi tadi, seseorang yang mengaku sebagai pengacara Geral. Orang itu juga menyatakan bahwa aku telah mewarisi uang dan properti dari mendiang kekasihku tersebut. Aku tahu kalau Geral berasal dari keluarga berada dan aku juga tahu kalau pemuda itu sangat sukses di usianya yang masih muda. Hanya saja, meninggalkan semua harta bendanya hanya untukku, itu agak mustahil.

Deva memintaku untuk menemuinya di kantornya untuk mendiskusikan detail warisan tersebut. Aku tiba di kantor dengan perasaan gugup dan tidak yakin dengan apa yang akan terjadi. Setidaknya aku yakin kalau semua ini bukan penipuan karena alamat kantor yang diberikan Deca itu benar. Meski begitu, jantungku masih berdebar kencang ketika memasuki kantor bernuansa putih dengan rak tinggi yang berisi buku-buku hukum berhalaman tebal. Namun, Deva ternyata menyambutku dengan hangat. Pria yang berusia sekitar empat puluh tahun itu langsung tersenyum ketika aku datang.

"Halo, Bu Enza. Terima kasih sudah datang," katanya sambil mengangsurkan tangan.

"Halo juga, Pak. Terima kasih sudah mengundang saya," kataku dengan suara terbata-bata sambil menyambut tangannya.

"Silakan masuk dan kita bisa bicarakan tentang detailnya."

"Terima kasih."

Aku mengikuti pria itu untuk masuk ke kantornya. Pria itu juga mempersilakanku untuk duduk. Saat aku duduk di kursi di seberang meja, aku masih tak habis pikir mengapa Geral mewariskan semua hartanya kepadaku.

"Bu Enza, saya turut berduka cita atas kehilangan Anda," kata Deva sambil menatapku dengan penuh simpati. "Tapi, kita ada di sini untuk mendiskusikan warisan untuk Anda."

Aku mengangguk dan membisikkan kata terima kasih. Sejujurnya, aku merasa terbebani dengan seluruh situasi ini. "Saya masih tidak mengerti mengapa Geral menyerahkan semuanya kepada saya."

"Anda akan memahaminya pelan-pelan. Jangan khawatir!"

"Apa Anda bisa menceritakan lebih lanjut tentang apa yang Geral tinggalkan untuk saya?" tanyaku lagi, suaraku nyaris tak terdengar dan hanya seperti bisikan.

Deva mencondongkan tubuhnya ke depan di kursinya. "Pak Geral meninggalkan segalanya untuk Anda, Bu. Uangnya, propertinya, semuanya. Anda adalah pewaris tunggal dari harta peninggalannya."

Mataku langsung membelalak. "Tapi kenapa?" tanyanya. "Kenapa dia mewariskan semuanya pada saya? Saya bahkan bukan istrinya?"

Deva bersandar di kursinya dan mengatupkan kedua tangannya. "Nah, Bu Enza, Pak Geral menyerahkan semuanya pada Anda karena katanya beliau mencintai Anda. Pak Geral tahu betapa kerasnya Anda bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan beliau ingin memastikan bahwa Anda baik-baik saja dan tidak akan kekurangan apa pun setelah dia tiada. Katanya ini adalah cara untuk memastikan kalau Anda bisa mendapatkan kehidupan yang Anda inginkan, termasuk kalau Anda ingin pergi jauh dari tempat ini."

Aku merasakan ada gumpalan di tenggorokanku. Geral memang selalu begitu perhatian dan peduli padanya. Aku hampir tidak percaya bahwa Geral telah berusaha keras untuk memberikan nafkah untukku bahkan setelah kematiannya.

"Geral mengatakan semua itu?" Kata-kataku tersendat ketika mataku mulai memanas. AKu menunduk untuk menyembunyikan wajahku.

"Iya."

"Saya tidak tahu harus berkata apa," bisikku.

"Anda tidak perlu mengatakan apa-apa, Bu Enza," kata Deva dengan ramah. " Saya tahu ini sangat berat, tapi kita bisa membicarakannya pelan-pelan. Tolong, luangkan wakta Anda untuk memproses semuanya. Dan jika Anda memiliki pertanyaan atau masalah, jangan ragu untuk menghubungi saya."

Aku mengangguk, masih tidak percaya. Aku tidak tahu lagi harus memberikan reaksi seperti apa. Deva menjelaskan semua warisan yang kudapatkan dan memintaku menandatangi beberapa berkas.

One Thousand DaysWhere stories live. Discover now