Do You Remember My Name?

101 21 0
                                    


Alisia bilang kalau Geral akan kembali menjadi dirinya sendiri. Katanya tidak akan lama lagi, jadi aku hanya harus menunggu. Aku ingat dengan jelas sore kalau begitulah obrolan sore tadi. Alisia benar semuanya kembali normal seperti sebelum Geral meninggal.

Geral tetap tenang meski sempat kutinggal pergi ke kios Alisia tadi sore. Pemuda itu juga tidak membuat ulah saat makan malam. Kekasihku itu terlihat tenang dan baik-baik saja. Namun, kenapa semua ini terjadi?

Aku benar-benar tidak paham alasannya ada di sini malam ini. Lebih tepatnya, Geral kini ada di atas tubuhku. Bukan hanya di atas tubuhku, pemuda itu juga mencekik leherku. Jemarinya yang panjang mengunci leherku hingga membuatku kesulitan bernapas. Aku mencoba membuka mulutku lebar-lebar saat napasku mulai sesak.

Saat mataku terbelalak, sudut bibirnya terangkat sedikit membentuk seringai. Sosok itu mulai tersenyum. Sialnya, bukan senyuman ramah yang muncul di sana, tetapi ekspresi wajah yang mengerikan. Wajah itu dingin lalu beberapa detik setelahnya senyuman keji mengembang di wajahnya

"Apa yang kamu lakukan padaku?" Suara seraknya bergema di ruangan yang gelap.

Suara yang asing dan tidak kukenal sama sekali. Caranya bicara dan intonasinya jelas bukan Geral. Geral tidak akan berbicara dengan nada seperti itu. Kalau bukan Geral lalu siapa pemuda ini?

"Ge—"

Suaraku tidak berhasil keluar sementara tekanan tangannya semakin kuat.

"Apa yang kamu lakukan pada tubuhku?" tanyanya lagi.

Tubuh katanya. Ini pemuda pemilik tubuh. Pantas saja suara dan tabiatnya berbeda.

"Jawab!"

Jangankan memberikan jawaban, untuk bernapas saja aku kesulitan. Lagi pula, aku tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa. Kalaupun aku meremas otakku saat ini juga, aku tidak akan menemukan satu alasan pun.

Aku tidak bisa menghadapi penghakiman yang datang tiba-tiba. Tidak menemukan alasan kuat untuk mengunci jiwa Geral di dalam jasad pemuda yang saat ini tengah mencekikku. Alasanku hanya aku mencintai Geral. Tidak kurang dan tidak lebih. Tapi, alasan itu jelas tidak akan berlaku untuk pemuda itu.

"Aku bilang jawab!"

Air mataku mulai menggenang. Aku juga mencoba memberikan perlawanan dengan memukul-mukul tangannya. Namun, sia-sia saja, cengkeramannya terlalu kuat. Mulutku terbuka berusaha mencari sedikit saja udara agar aku tetap hidup. Pemuda itu tersenyum tipis. Seringainya yang semula kulihat menghilang sama sekali dan berganti dengan ekspresi lain. Kini kesedihan menggurati wajah itu.

Ketika cengkeramannya sedikit longgar, aku mencoba menarik napas. Sementara itu, manik matanya yang hitam menatapku lekat-lekat. Tidak ada kekejaman dalam mata itu, hanya kedukaan pekat yang terpantul di dalamnya. Bibir mungil itu masih mengulum senyuman tipis. Perubahan sikapnya yang terlalu cepat itu membuatku menelan ludah.

"Kamu tahu betapa tidak adilnya semua ini untukku?"

Telingaku mungkin bermasalah karena tidak merasakan kemarahan dalam suaranya. Tidak marah maka aneh, kalau dia memang pemilik tubuh asli itu seharusnya dia akan membunuhku sekarang di tempat ini juga. Namun, aku hanya mendengar penderitaan dalam suara itu. Cengkeramannya makin mengendur, tapi dia tidak melepaskanku.

Jantungku berdebar lebih kencang. Pemuda ini pasti ingin menyiksaku. Dia akan membunuhku dengan berlahan dan menyakitkan. Pasti seperti itu, apalagi yang kuharapkan.

"Apa kamu pernah berpikir bagaimana kalau jadi aku?" tanyanya lagi.

"Ma—maaf." Suara yang muncul dari mulutku hanya serupa cicitan.

One Thousand DaysWhere stories live. Discover now