Murdered Dog

68 18 0
                                    


Kata-kata Geral kembali terngiang di telingaku. Benar, Geral menginginkanku sama seperti aku menginginkannya. Pemuda itu bahkan menerima panggilan paksa untuk kembali bangun dari tidur panjangnya demi aku. Bibirku berkedut. Jantungku mulai berdetak cepat. Aku kembali mengepalkan tangan. Kalau aku seperti ini maka tidak adil bagi Geral yang sudah terganggu takdirnya. Aku harus menuntaskan apa pun yang sudah kumulai.

"Apa kamu pikir ada yang salah dengan perjanjian ini?" tanyaku akhirnya.

"Maksudmu?" kening Alisia dalam. Tampaknya dia benar-benar bingung.

"Bisa saja kan, ada sesuatu yang salah hingga Geral bersikap seperti itu," kataku mencoba menjelaskan.

"Ah soal itu." Alisia sepertinya mulai paham dengan maksud perkataanku. "Iblis itu memang jahat dan menuntut bayaran yang lebih besar dari permintaan kita. Tapi, Iblis juga bukan tipe yang akan melakukan kesalahan dalam perjanjian. Mereka akan mengambil bayaran sesuai yang kita janjikan tepat pada waktunya. Ingkar janji itu hanya ada pada kaum kita, kamu tahu itu, kan?"

Penjelasannya menunjukkan kalau ada yang salah dalam semua perjanjian ini adalah aku, bukan Alisia atau pihak lain. Apalagi caranya menjelaskan dengan meminta pendapatku untuk mengiyakan sudah jelas kalau perempuan ini berpengalaman.

"Tapi mungkin saja kan." Aku masih bersikeras.

Alisia memgembuskan napas dan menatapku lekat-lekat. "Aku pernah bilang, hadapi pacarmu itu. Kalau kamu tak sanggup maka pulangkan dia kembali. Hanya itu pilihan yang kamu punya saat ini. Maju atau mundur, pilih salah satu."

"Tapi, bisakah kamu membantuku?"

Alis Alisia terangkat sedikit ketika aku selesai bicara. Bibirnya menipis dan ekspresinya sama sekali tidak ramah. Alisia mungkin tidak menyukai permintaanku sekarang.

"Berhenti merengek, oke!"

"Aku enggak merengek, tapi minta bantuan. Kan kamu juga berperan dalam perjanjian ini" ucapku tidak mau kalah.

"Oke, oke, aku paham. Kamu perlu bantuanku, kan?"

Aku langsung mengangguk. "Benar."

"Kalau begitu, aku akan memulangkan Geral."

Jawabannya membuat jantungku nyaris copot. "Kok dipulangkan? Apa maksudmu?"

"Ya, kan kamu enggak mau, makanya kupulangkan ke alam baka," katanya dengan nada ringan seolah jarak alam baka hanya antara Jogja ke Solo.

"Bukan enggak mau, Al. Tapi, kamu bisakan bantu aku dalam masalah ini?"

"Kamu ingat seberapa banyak kau membayarku?"

Aku menggeleng. Alisia memang tidak pernah meminta bayaran. Tidak, Alisia hanya belum meminta padanya.

"Kamu tahu aku bukan penyedia layanan gratis."

"Kan aku juga mau bayar, tapi kamu enggak mau. Berapa aku harus membayarmu? Aku akan bayar," kataku memburu.

"Aku tidak butuh uang. Bukan seperti itu sistem kami, Enza." Alisia kini tersenyum hingga terlihat nyaris ramah.

"Oke, aku paham kalau kamu enggak butuh uang. Tapi, apa yang harus kulakukan agar kamu mau bantu?"

"Sekarang aku tanya sama kamu, mau sampai kapan kamu bersikap seperti ini?" tandasnya tajam. "Mau sampai kapan merengek, memaksa, keras kepala?"

Kata-katanya menohok hingga membuatku terdiam sesaat. Namun, aku tidak bisa mundur di sini begitu saja. Aku perlu bantuan gadis ini. Kini mengembuskan napas dan mencoba untuk tetap tenang.

One Thousand DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang