Kebangkitan

118 28 0
                                    


Debaran jantung pemuda itu mungkin sedang menanjak naik. Aku bisa merasakannya karena dia berada tepat di atas tubuhku. Katanya pertanda seseorang tersadar dari koma adalah dengan kenaikan denyut jantung. Mungkinkah pemuda ini memang sudah sadar sekarang?

Aku bahkan belum bisa bereaksi dan tubuhku seperti membeku di tempat ketika pemuda itu kini bergerak menjauh dari tubuhku. Astaga, dia benar-benar bangun. Kini dia duduk di depanku. Aku menatapnya. Mataku kini terkunci di dalam matanya.

"Ge—Geral?" Aku berbisik memanggil namanya meski keraguan masih memenuhi benakku sekarang.

Pemuda itu bergeming sementara mata kami saling bersitatap dalam diam. Bibirnya masih terkatup rapat meski manik hitam itu mulai menatap wajahku. Aku belum sempat bertanya lebih lanjut saat mendengar langkah kaki Alex yang mulai mendekat. Kedatangan Kakak lelakiku itu membuatku semakin panik. Pemuda itu juga sepertinya menyadari bahaya yang mendekat. Dia berkedip sebentar lalu menggeser tubuhnya.

"Masuk ke sana!" kataku sambil menunjuk kolong ranjang tempatnya berada sebelumnya.

Dia masih duduk. Mimik wajahnya menyiratkan kebingungan. Pemuda itu masih memandangiku. Oh, tidak, jangan bilang kalau setelah bangun dari koma, mentalnya berubah jadi anak usia tiga tahun. Dilihat dari reaksinya sekarang sepertinya perkiraanku benar. Astaga, aku harus bagaimana sekarang?

Sial, aku gagal memperkirakan persoalan ini. Kan yang diminta hanya pemanggilan jiwa, tetapi tidak spesifik disebutkan usianya. Bagaimana kalau jiwa yang kembali adalah Geral masa anak-anak?

Ah, rasanya bagian itu tidak mungkin terjadi. Seharusnya jiwa manusia kan hanya satu di dunia ini. Hanya ada satu Geral di dunia ini dan pria itu sudah dewasa. Lagi pula, ini dunia nyata bukan dunia paralel yang bisa kembali ke masa lalu atau semacamnya. Atau kemungkinan yang datang malah bukan Geral, tetapi jiwa asli milik tubuh itu. Ah, hal ini bisa juga terjadi. Makanya reaksinya super lambat, semua ini pasti terjadi karena kebingungan. Namun, Alisia bilang kalau jiwa tubuh ini sudah dikunci jadi tidak mungkin kembali. Argghh, aku enggak tahu lagi harus bagaimana sekarang.

Semua gagasan dan hipotesis yang berkejaran di dalam benakku mendadak buyar ketika suara langkah kaki Alex terdengar lebih keras. Kakak lelakiku itu kini sudah lebih dekat dari sebelumnya. Kalau aku tidak bertindak cepat, kami akan ketahuan oleh Alex bahkan sebelum bisa melakukan sesuatu.

"Cepat!" bisikku pada pemuda yang masih membisu itu.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku mendorongnya dengan paksa ke dalam kolong tempat tidur. Untungnya, pemuda itu akhirnya bergerak masuk. Aku mengikutinya. Jantungku nyaris copot saat pintu kamar terbuka. Untunglah saat itu aku tepat meringkuk di samping pemuda itu.

"Enza?" Suara Alex menggema di dalam suangan saat pintu kamar ini terbuka lebar.

Aku mengunci lengan pemuda itu agar dia tidak lepas keluar. Meski mungkin aku akan kalah tenaga kalau dia berontak, tetapi aku tetap berusaha untuk menjaganya agar tetap di sisiku. Selama itu, aku menoleh ke arahnya. Seketika, aku terhenyak. Jantungku mungkin sudah berhenti berdegup sekarang karena saat aku menoleh ternyata hidung kami nyaris bersentuhan. Pemuda itu memiringkan kepala lalu menatapku. Aku menyentuhkan jari telunjukku ke bibirku sendiri untuk memberikan tanda agar dia diam. Pemuda itu mengangguk. Mungkin dia paham dengan aba-aba yang kuberikan, hanya saja matanya masih menatapku dengan sorot yang tidak bisa kupahami.

Aku menahan napas kala melihat kaki Alex berkeliaran di sekitar ranjang. Kakak lelakiku itu lalu berjongkok. Tangannya merogoh laci bawah rak geser yang ada di samping tempat tidur. Aku meremas tangan pemuda itu lebih erat. Tangannya juga menegang di bawah jemariku. Alex masih berjongkok dan memunggungiku. Sepertinya pria itu belum sadar kalau kami bersembunyi tepat di belakangnya. Kami tertolong karena sudah malam hingga kolong tempat tidur ini lebih gelap daripada saat siang hari. Mungkin ini juga alasan Alex tidak menyadari keberadaan kami, semua itu karena mustahil bersembunyi di kolong ranjang saat malam begini.

One Thousand DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang