Candra & Indra pt.3

148 59 27
                                    


Keep vote & komen

Sayup-sayup suara gemericik air dan suara burung yang bersahutan terdengar kala Indrayan dan pangeran Candra baru tersadar memperhatikan keadaan sekeliling, yang berbeda dari hutan yang sebelum nya mereka lalui

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Sayup-sayup suara gemericik air dan suara burung yang bersahutan terdengar kala Indrayan dan pangeran Candra baru tersadar memperhatikan keadaan sekeliling, yang berbeda dari hutan yang sebelum nya mereka lalui.
Disini terasa lebih sepi.

"Kita dimana sekarang?", tanya pangeran Candra.

"Saya tidak tau, pangeran."
Indrayan pun turut bertanya-tanya.
"Tapi saya rasa, kita berhasil kabur dari kejaran mereka."

"Kau benar Indra.
Tapi luka mu..."
Pangeran menatap sedih lengan dan pundak kiri Indrayan yang berdarah-darah.

Seolah diingatkan akan lukanya, Indrayan meringis sakit oleh rasa perih dan panas yang menjalar di lengan dan pundak nya.

Setelah keduanya turun dari kuda, Indrayan duduk bersandar di bawah pohon. Pangeran Candra memandang nya penuh khawatir.

"Kumohon.. bertahanlah, Indra.. Bertahanlah.."

Bahkan air mata nya berlinang saat mendapati wajah pucat Indrayan semakin jelas. Sedangkan dirinya tidak tau, bagaimana cara membantu Indrayan terbebas dari rasa sakit itu. Dia juga tidak yakin ada orang lain di hutan belantara ini yang dapat membantu mereka.

"Biar saya bantu."

Mereka berdua terperangah saat seseorang tiba-tiba muncul. Seorang lelaki tua dengan rambut panjang lurus dan kumis tipis, yang telah berwarna abu-abu. Berdiri cukup gagah dengan satu tongkat kayu sebagai penyangga.
Ada senyuman hangat di bibirnya, hingga membuat rasa kekhawatiran mereka berdua terkikis.

"Kau masih kuat berjalan ke rumah ku? Rumah ku disana."
Lelaki itu menunjuk sebuah rumah gubuk di sebelah utara.

Kening pangeran Candra mengernyit.
'Tadi sepertinya aku tidak menemukan rumah itu di sana.. apa tadi mata ku sedang buram?'

Melihat Indrayan bangkit, dia segera membantu menyangga tubuh Indrayan. Khawatir jatuh.
Mereka berjalan mengikuti si lelaki tua ke rumah gubuk itu.

Ketika mereka sampai di depan rumah, tiba-tiba Indrayan dan pangeran Candra merasakan mata mereka berat. Dan dalam hitungan detik, keduanya tergeletak ambruk tak sadarkan diri.








Dikala matahari telah mulai turun dari puncaknya, mata Indrayan perlahan terbuka penuh. Dirinya disambut oleh air terjun beserta suara gemericik yang begitu tenang, dan pemandangan danau indah di sekitarnya. Lalu mulai menyadari, jika dirinya berada diatas bebatuan besar. Bukan di rumah gubuk milik kakek misterius tadi.

 Bukan di rumah gubuk milik kakek misterius tadi

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Taekook Short StoriesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora