Mikacinta pt.8

453 67 131
                                    


Sider is illegal

Mari Vote
🐰♡🐯






Bising, berisik, suara kendaraan yang sudah sibuk di jalan raya berhasil mengusik Mika dari tidurnya.
Kedua mata indah Mika perlahan terbuka penuh. Menatap langit-langit kamar hotel berwarna putih terang. Seraya air mata yang merembes keluar diam-diam.
Sakitnya hati dan sedihnya perpisahan bersama Asih masih membayangi diri yang kian lemah.
Susah payah Mika bangkit dari tidur. Melangkah lemas ke jendela kaca hotel.
Banyak sekali kendaraan dan manusia yang sibuk berlalu-lalang di siang jam dua belas ini.
Matanya memandang jauh ke depan, melihat setitik cahaya matahari yang menerangi kabupaten Pasundan.

Sebenarnya, tadi pagi dia sudah bangun, hanya saja dirinya masih terasa sangat lelah, dan kembali tertidur tanpa sadar.

Kemarin sesampai bus yang ditumpangi Mika tiba dan beristirahat di pusat kabupaten, dia turun. Memutuskan mengistirahatkan diri dengan menginap di hotel sekitaran pusat kabupaten ini.
Hatinya benar-benar kuat untuk menahan dirinya disini.

Wajah telah dia basuh. Dia duduk bersila diatas kursi sambil meminum sebotol air mineral.
Berdiam diri di kamar bersama bunyi detik jam yang terus berputar.
Hatinya masih bergelung kesedihan dan kegelisahan.
Dia telah berkata pada Asih bahwa dirinya akan berusaha memperjuangkan Asih dan hubungan mereka berdua. Maka sudah mutlak menjadi sumpah nya yang harus dia lakukan. Tidak bisa dia ingkari perkataannya sendiri dengan pergi begitu saja kembali ke Jakarta.

Terus dan terus berpikir bahwa dia harus kembali ke kampung Cijangji dan bertemu Asih, tanpa harus bermasalah lagi dengan warga. Tapi bagaimana caranya? Dia harus memikirkan strategi.

Krrkkk krrkkk..
Bunyi cacing di perut nya tanda kelaparan.
Dari pagi dia hanya makan satu gigit sandwich dan minum air.

"Baiklah.. gue harus makan!", gumamnya sambil beranjak pada telpon hotel untuk memesan makanan.

Satu persatu piring, Asih isi dengan nasi, memberikannya pada abah dan Karyan. Di piring lain ada tumis eceng gondok dan tempe goreng yang dimasak oleh nya, masih hangat. Sungguh telah menggiur lidah abah dan Karyan.

Diatas bale-bale, mereka bertiga makan dengan sunyi. Sesekali mata Karyan mencuri pandang pada Asih yang menjadi sangat jarang berbicara. Lingkar mata si cantik tampak sedikit hitam, rona wajahnya redup, terganti oleh bias pucat. Membuat hati Karyan berdenyut sakit.
Ingin sekali rasanya dia mendekap dan mengecup kening Asih. Namun tersadar, dirinya tak memiliki wewenang seperti abah dan Mika.




Daerah kabupaten Pasundan sudah terasa sangat dingin di sore hari. Kaki Mika telah turun dari bis, melangkah ke pangkalan ojek. Dia mencari wajah kang ojek yang pernah mengantar nya dan Asih ke kampung Cijangji. Dia ingin diantar oleh ojek yang telah dia kenal.
Akhirnya, bibirnya pun tersungging tipis saat menemukan salah satu kang ojek itu.


Pukul 19:02 malam. Kampung Cijangji telah Mika datangi kembali. Sengaja dia berburu malam, agar tidak ada warga yang dapat melihat jelas wajahnya jika bertemu.

Dua kang ojek telah memberhentikan motornya di dekat perempatan jalan sesuai perintah Mika untuk menunggu nya disana.

"Neng, kenapa jalannya malah mau lewat sawah? Eneng teh mau maling atau apa?", tanya kang Edi, salahsatu tukang ojek setelah mendengar Mika yang tidak akan lewat jalur gang kampung.

"Eh, si kang Edi.. gini-gini masa mau maling?! Saya lagi berjuang demi pacar saya. Saya mau jemput dia.", jawab Mika sambil mengetes cahaya senter nya.

Kang Edi dan satu teman ojek nya mengangguk-ngangguk.

Taekook Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang