INTUISI : 20

27 2 0
                                    

Kinara mematut dirinya di hadapan cermin besar dengan jantung yang berdebar hebat. Meskipun ini bukan pertama kalinya, tapi ballet selalu membuat gadis itu gugup setengah mati. Harusnya, ada Ben yang menemaninya sekarang. Tapi sayang sekali karena jadwal pertandingan futsal Bentang bertepatan dengan hari Kinara lomba menari ballet.

Kinara meremas jemarinya yang terasa dingin. 

"Kamu pasti bisa, Ki." Syahra mengusap bahu Kinara dengan sayang.

"Ki gugup, Ma. Ki takut." Adu Kinara dengan wajah memelas.

Syahra tersenyum. "Kamu pasti bisa. Kamu nggak akan ngecewain Mama kan, Ki?"

Kinara mengalihkan atensinya dari Syahra. Dia menatap langit-langit ruang ganti berusaha menahan air matanya yang sedikit lagi hampir luruh. Sejak kecil, Syahra selalu menekannya untuk bisa menjadi ballerina yang hebat. Untuk itu lah Kinara tidak pernah dibiarkan punya berat badan lebih. Makan selalu di atur, olahraga dan latihan rutin, juga perawatan badan yang maksimal.

Entah lah, Kinara benar-benar tidak suka ballet. Sama sekali bukan passion nya. Semua yang dia lakukan sampai hari ini semata-mata karena paksaan dari Syahra dan Kinara tidak bisa menolak itu. Bahkan Bentang sekalipun tidak bisa menentang sifat keras Mamanya itu.

"Ma, tapi aku__"

"Ki, kamu harus inget. Kamu nggak boleh gagal. Kamu harus bisa jadi ballerina yang hebat." Ujar Syahra dengan tenang, tapi diiringi tatapan itimidasi yang lagi-lagi membuat Kinara hanya bisa mengangguk.

Toh, dia memang tidak pernah diberikan pilihan kan? Sejak dulu pun hidupnya sudah diatur oleh Mamanya. Kinara harus bisa segalanya. Kinara harus menjadi perempuan yang sempurna. HARUS!

Kinara sudah habis energi untuk membantah Syahra. Gadis itu memilih keluar dari sana dan kebetulan namanya dipanggil. Kinara menatap Syahra penuh arti sebelum melangkah menuju stage untuk menunjukkan penampilan terbaiknya.

***

"Ki"

Kinara menoleh begitu mendengar namanya dipanggil oleh suara yang sangat familiar di telinganya. Kinara mendekati sumber suara itu setelah Syahra selesai berpamitan.

"Kafka? Sejak kapan disini?"

Cowok itu tersenyum kepadanya. Senyum yang setiap hari Kinara lihat sejak hari pertama OSPEK. Senyum yang ketulusannya tidak pernah berubah sampai detik ini. Senyuman yang selalu membuat Kinara merasa bersalah.

"Dari tadi gue disana." Kafka menunjuk salah satu kursi penonton dengan tangan kirinya yang kosong. "Lo cantik banget hari ini, Ki."

Kinara tersenyum lebar. "Makasi Kafka. Btw, Lo sendirian?"

Kafka mengangguk. "Tahun kemaren gue gak sempet liat lo tampil secara langsung. Jadi gue gak mau kehilangan kesempatan lagi tahun ini." Kafka tertawa kecil membuat senyum Kinara mengembang lagi.

Apalagi saat tangan kekarnya mengusap lembut kepala Kinara. "Lo gak capek ya, Ki cantik terus tiap hari?"

Kinara memukul lengan Bentang. "Bisa banget lo muji-muji gue." Ucap Kinara sambil melipir menuju salah satu kursi di backstage.

"Ki?"

Kannnn mulai....

Kinara memejamkan matanya sebelum benar-benar berbalik badan menatap Kafka. Cowok itu seperti biasa, membawa setangkai bunga mawar merah dan sebuah kotak kecil yang sudah bisa Kinara pastikan isinya apa.

INTUISIWhere stories live. Discover now